Job Hugging: Penjara Kapitalisme yang Menyekap Ambisi Generasi Muda

6 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Job Hugging
Iklan

Mengapa sistem ini memaksa kita memilih antara mimpi dan kelangsungan hidup, dan bagaimana kita bisa merobohkan tembok penjara ekonomi ini?

***

Di era kapitalisme global yang haus keuntungan, jutaan kaum muda terperangkap dalam job hugging, mengorbankan passion dan ambisi demi secuil kepastian finansial. Mengapa sistem ini memaksa kita memilih antara mimpi dan kelangsungan hidup, dan bagaimana kita bisa merobohkan tembok penjara ekonomi ini?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fenomena job hugging, kecendrungan pekerja untuk bertahan pada pekerjaan yang tidak lagi mereka minati demi keamanan finansial kian marak seperti di Negara Adidaya katanya, Amerika dan hal ini juga dirasakan di Indonesia. Guru Besar UGM menyebutkan bahwa ketidakpastian pasar kerja menjadi pemicu hadirnya fenomena ini.

Di tengah lesunya ekonomi global, tingkat pengangguran meningkat dan pemutusan hubungan kerja (PHK) kian masif, lulusan perguruan tinggi terjebak dalam pilihan sulit: bertahan dalam pekerjaan yang tidak memuaskan atau menghadapi risiko menjadi “pengangguran intelektual”. 

Simptom Ketidakpastian Ekonomi

Job hugging bukan sekadar keengganan meninggalkan pekerjaan. Ini adalah respons rasional terhadap pasar kerja yang tidak stabil, di mana pengangguran mengintai dan peluang baru terasa seperti taruhan berisiko tinggi. Data BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2024 mencapai 4,8 %, dengan lulusan perguruan tinggi menyumbang sebagian besar angka tersebut.

Sementaraitu, di Amerika Serikat, laporan Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) mencatat 3,5 juta pekerja mengalami PHK pada tahun 2023. Kondisi ini mencerminkan pasar kerja yang tidak stabil, di mana pekerja merasa terpaksa bertahan pada pekerjaan yang tidak lagi memberikan kepuasan atau peluang pengembangan diri. 

Kapitalisme: Arsitek Ketidakadilan Ekonomi

Di balik job hugging terdapat sistem kapitalisme yang mengutamakan efisiensi dan keuntungan korporasi di atas kesejahteraan pekerja. Dalam logika pasar bebas, alokasi sumber daya—termasuk lapangan kerja—ditentukan oleh mekanisme penawaran dan permintaan, bukan kebutuhan manusia. Praktik outsourcing dan otomatisasi, misalnya, telah memangkas peluang kerja formal. Di Indonesia, sektor manufaktur yang seharusnya menjadi penyerap tenaga kerja justru menyusut akibat liberalisasi ekonomi dan dominasi perusahaan multinasional. 

Karakteristik inheren dari sistem ini, yang berfokus pada efisiensi pasar, keuntungan, dan minimnya intervensi negara menjadikan pihak swasta mengambil alih. Negara seringkali hadir hanya sebagai regulator atau penegak hukum. Kapitalisme mendorong prinsip pasar bebas, dimana alokasi sumber daya, termasuk pekerjaan, ditentukan oleh mekanisme penawaran dan permintaan bukan perencanaan negara. Termasuk pengelolaan sumber daya alam, negara pun tidak optimal dalam pengelolaan, para kapitalis ikut menguasai. 

Dengan sistem ekonomi global saat ini, yang didominasi oleh prinsip kapitalisme, cenderung memprioritaskan efissiensi dan keuntungan korporasi. Terlihat saat praktik outsourcing dan otomatisasi yang mengurangi peluang kerja. Minimnya intervensi negara, sehingga tanggung jawab menciptakana lapangan kerja beralih dari negara ke sektor swasta. Namun, swasta sering kali fokus pada profit, bukan penyediaan pekerjaan yang berkelanjutan. Kurangnya dukungan sistemik: meskipun kurikulum perguruan tinggi dirancang untuk adaptif denga dunia kerja, negara sering kali lepas tangan dalam memastikan lulusan terserap di pasar kerja. Hal ini memperparah ketimpangan antara pendidikan dan lapangan kerja. Dibutuhkan analisa dan solusi yang tuntas dalam menyelesaikan masalah job hugging. 

Merangkul Alternatif Sistemik

Untuk memutus jerat job hugging, diperlukan pendekatan sistemik yang mengutamakan kesejahteraan manusia, bukan sekadar keuntungan. Dalam kaca mata Islam negara atau Daulah Islamiyah adalah penanggung jawab utama dalam mengurus rakyat, termasuk dalam menyediakan lapangan pekerjaan(muqadimah dustur pasal 153).

Daulah Islamiyah menyediakan lapangan pekerjaan dengan mengelola sumber daya alam, industrialisasi, ihyaul mawat, memberikan tanah produktif, memberikan bantuan modal sarana dan keterampilan bagi warga yang membutuhkan, sehingga mengurangi ketergantungan pada pekerjaan formal. 

Negara mengatur distribusi sumber daya agar tidak dikuasai segelintir pihak. Dalam Islam pendidikan dan pekerjaan yang dilakukan oleh muslim senantiasa dibingkai dengan ruh dan keimanan. sehingga rakyat melakukannya dengan dorongan ibadah dan senantiasa terikat dengan stadar halal-haram. Sungguh indah bagaimana Islam hadir tatkala menjadi pedoman dalam pengaturan kehidupan. Syariat diterapkan dengan sumber Al-Quran dan As-Sunnah, ini adalah suatu hal yang dibutuhkan untuk menyelesaikan segala masalah yang melanda umat manusia hari ini. 

Wallahua’lam bishsawab.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Rola Rias Kania

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler