Etika Tabayyun dan Tanggung Jawab Bermedia dalam Komunikasi Profetik
11 jam lalu
***
Etika Tabayyun dan Tanggung Jawab Bermedia dalam Komunikasi Profetik
Aqil Mushaffa 2140210078
Di era digital yang serba cepat, media sosial menjadi ruang utama bagi umat Islam untuk berdakwah, berinteraksi, dan menyebarkan gagasan keagamaan. Platform seperti Instagram, TikTok, X (Twitter), dan WhatsApp tidak lagi sekadar alat komunikasi, melainkan ruang publik yang membentuk opini dan perilaku sosial. Namun, kemudahan berbagi informasi sering kali disalahgunakan. Budaya membagikan tanpa verifikasi dan menyebarkan tanpa klarifikasi telah memunculkan gelombang hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian yang menggerus nilai-nilai Islam. Fenomena ini menuntut penguatan kembali etika tabayyun dan penerapan komunikasi profetik sebagai pedoman bermedia yang berlandaskan nilai-nilai kenabian.
Tabayyun sebagai Pilar Etika Informasi
Secara etimologis, tabayyun berarti meneliti, memeriksa, dan mencari kejelasan. Prinsip ini ditegaskan dalam Al-Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti...” (QS. Al-Hujurat: 6). Prinsip kehati-hatian ini menjadi dasar moral agar seorang Muslim tidak gegabah dalam menerima dan menyebarkan informasi (Al-Qur’an, n.d.). Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Cukuplah seseorang dikatakan berdusta apabila ia menceritakan setiap hal yang ia dengar” (Muslim, n.d.). Dalam konteks media sosial, tabayyun dapat dipahami sebagai verifikasi sumber berita, membandingkan informasi antarplatform, dan menahan diri dari menyebarkan konten yang belum jelas. Tindakan ini tidak hanya etis, tetapi juga bentuk ibadah sosial yang menjaga integritas umat.
Komunikasi Profetik: Menyampaikan Kebenaran dengan Akhlak
Konsep komunikasi profetik berpijak pada nilai-nilai kenabian: humanisasi (amar ma’ruf), liberasi (nahy munkar), dan transendensi (tu’minuna billah). Ketika nilai-nilai ini diterapkan dalam komunikasi digital, media sosial dapat berfungsi sebagai ladang dakwah, bukan ladang dosa. Nasoha et al. (2025) menegaskan bahwa komunikasi profetik mampu menjadi benteng moral terhadap hoaks dan disinformasi yang mengatasnamakan agama. Komunikasi yang profetik bukan hanya menyampaikan pesan yang benar, tetapi juga menjaga kehormatan, menghindari konflik, dan menumbuhkan kedamaian. Nilai-nilai qaulan dalam Al-Qur’an seperti qaulan sadidan (perkataan benar), qaulan ma’rufan (kata-kata baik), qaulan layyinan (ucapan lembut), qaulan maysuran (bahasa mudah dipahami), dan qaulan balighan (pesan tepat sasaran) menjadi panduan komunikasi etis di ruang publik digital.
Literasi Digital Berbasis Etika Islam
Literasi digital berbasis etika Islam adalah langkah penting menghadapi krisis informasi di era digital. Aprillia (2025) menyatakan bahwa penerapan komunikasi profetik yang berlandaskan tabayyun mampu membentuk masyarakat melek media dan berakhlak. Upaya sederhana seperti memeriksa keaslian sumber berita, membandingkan dengan media terpercaya, dan menahan diri dari menyebarkan informasi yang belum pasti merupakan bentuk nyata literasi digital Islami. Dengan menginternalisasi nilai tabayyun, umat Islam tidak hanya menjaga keabsahan informasi, tetapi juga memperkuat ukhuwah dan kepercayaan sosial. Warta Journalizm (2025) juga
menekankan pentingnya menghidupkan budaya klarifikasi di tengah banjir informasi digital sebagai wujud tanggung jawab moral umat.
Refleksi dan Ajakan Inspiratif
Setiap klik di dunia maya adalah tindakan yang memiliki konsekuensi. Sekali berita disebarkan, dampaknya bisa luas dan menyentuh banyak pihak. Karena itu, tabayyun bukan sekadar sikap intelektual, tetapi ibadah moral yang mencerminkan ketaatan kepada Allah SWT. Dengan berhati-hati dalam bermedia, seorang Muslim menjaga martabat diri dan kehormatan orang lain. Media sosial seharusnya menjadi ladang amal dan dakwah, bukan sarana penyebar kebencian. Maka, sudah saatnya umat Islam menghidupkan kembali etika tabayyun dan komunikasi profetik agar menjadi penjernih di tengah kabut kebohongan digital.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an. (n.d.). Surat Al-Hujurat: 6.
Aprillia. (2025, Oktober 13). Penerapan komunikasi profetik, melawan hoax dengan etika tabayyun. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/aprillia298330/68ec6ac8a218465ef926a662/penerapan-komunikasi-profetik-melawan-hoax-dengan-etika-tabayyun
Muslim, I. (n.d.). Shahih Muslim (Kitab al-Muqaddimah, Bab an-Nahy ‘an al-Haditsi bi Kulli ma Sami‘a, no. 5).
Nasoha, A. M. M., Atqiya, A. N., Thohir, H. K., Ramadhani, N. A., & Sabilaa, R. A. (2025). Etika komunikasi dalam Islam: Analisis terhadap konsep tabayyun dalam media sosial. Al-Adalah: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora, 3(2). https://paperity.org/p/365675418/etika-komunikasi-dal am-islam-analisis-terhadap-konsep-tabayyun-dalam-media-sosial
Warta Journalizm. (2025, Oktober). Menjadi Muslim melek media: Menghidupkan etika tabayyun di tengah banjir informasi digital. https://www.wartajournalizm.com/2025/10/menjadi-muslim-melek-media-menghidupkan.html

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler