x

Iklan

Ali Damsuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pendidikan Holistik Ciptakan Insan Profetik

Oleh : Ali Damsuki* Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pendidikan Holistik Ciptakan Insan Profetik

Oleh : Ali Damsuki*

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang

Saat ini penyeleggaraan pendidikan kita masih cenderung dikotomis, membedakan antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Inilah wajah pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, sangatlah berbeda ketika kita menilik kehidupan pesantren.

Pesantren sebagai lembaga yang mengkaji dan mentransformasikan keilmuann agamis menjadikan fondasi dalam kehidupan masyarakat. Kehidupan peantren menjadi titik temu dan tolok ukur masyarakat sebagai kaca yang memberikan kontribusi moralitas dan prilaku.

Dinamika pesntren, mengalami berbagai deferensial antara kiai, santri, dan masyarakat sekitar. Baik dalam sosial, politik, ekonomi, dan lainnya. Akan tetapi, kondisi tersebut, memberikan citra karisma yang memikat dalam dinamika kehidupan pesantren. Jadi tidak selamanya, dunia pesantren harus “nunut” istilah jawa ; (Ikut) terhadap kiai secara keseluruhan. Dengan perbedaan tersebut, diharapkan para santri juga memberikan kontribusi pemikiran yang berbeda dalam menghadapi permasalahan umat. Akan tetapi dewasa ini, kehidupan pesantren telah mengalami integritas antata keilmuan klasik dan modern yang implikasinya tak hanya dalam aspek keilmuan, akan tetapi juga mempengaruhi pola kehidupan pesantren.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam arus globalisasi, tentunya posisi pesantren secara konkret telah mengalami disintegrasi keilmuan. Sebab, ilmu sosial, ekonomi, teknologi dan ilmu modern lainnya telah mereduksi minat masyarakat untuk memilih keilmuan di dunia pesantren. Kondisi ini sungguhlah ironis. Dunia modern hanya mengutamakan sistem kapitalis dan materi, tanpa memperhatikan sisi moral, etika, dan prilaku. Dari sini kemajuan suatu Negara mulai dipertanyaan. Apakah kemajuan hanya dilihat dari sisi  kemajuan teknologi ataukah sebaliknya?

Pendidikan Holistik

Pendidikan holistik selalu di kerucutkan dengan dunia pesantren. Sebab, pesantren memberikan esensi kharisma yang memikat daripada pendidikan konvensional lainnya. dinamika kehidupan pesantren selalu mengkaji keilmuan yang berbasis klasik secara mayoritas. Akan tetapi, tidak dapat dinafikkan keilmuan modern pun dikaji. Jadi kata holistik disini lebih cenderung keilmuan yang klasik dan komprehensif.

Sisi holistik juga tak hanya dimanifestasikan dalam segi keilmua, akan tetapi juga dalam dinamika prilaku para santri, kiai, dan masyarakat yang hidup di sekitar pesantren. Seorang santri yang memiliki sikap unggah-ungguh kepada sang kiai, dan juga sekaligus masyarakat yang sudah tua. Ini membuktikan bahwa, sikap yang dilakukan para santri sangatlah bagus ketika diaplikasikan dalam kehidupan di luar dunia pesantren. Walaupun hakikatnya sangatlah sulit.

Pendidikan Akhlak dan Budi Pekerti

Munculnya kembali gagasan tentang pendidikan budi pekerti, harus diakaui berkaitan erat dengan semakin berkembangnya pandangan dalam masyarakat luar, bahwa pendidikan nasional dalam berbagai jenjangnya, khusus jenjang menengah dan tinggi “telah gagal” dalam membentuk peserta didik yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang lebih baik. Lebih jauh lagi, banyak peserta didik sering dinilai sering tidak hanya kurang memiliki kesantunan baik di sekolah, rumah, dan lingkungan masyarakat, tetapi juga sering terlibat dalam tindak kekerasan masal, misalnya tawuran.

Pandanga simplitik menganggap, bahwa kemerosotan akhlak, moral, dan etika peserta didik disebabkan gagalnya pendidikan agama di sekolah umum. Harus diakui dalam batas tertentu, pendidikan agama memiliki kelemahan-kelemahan tertentu, sejak dari jumlah yang sangat minim, materi pendidikan agama yang terlalu banyak teoritis, sampai pendidikan agama yang cenderung bertumpu pada aspek kognisi darpada afeksi dan psikomotorik peserta didik. Berhadapan dengan berbagai kendala, Constrain dan masalah-masalah seperti ini pendidikan agama tidak atau kurang fungsional dalam membentuk akhlak, moral, dan bahkan kepribadian peserta didik.

Dalam perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan krisis ekonomi dan politik di Indonesia yang juga memicu peninjauan ulang terhadap pendidikan nasional, maka perdebatan tentang budi pekerti  kembali menjadi wacana publik. Sekali lag rumusan-rumusan ini menekankan bahwa pendidikan budi pekerti yang integratif merupakan tanggungjawab seluruh pihak, sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat. Meski demikian pendidikan dalam budi pekerti, peserta didik dan akhirnya, pembentukan karakter anak-anak bangsa, sekolah dapat dan harus melakukan sesuatu, sebagaimana disarankan sebagai berikut :

Peratama, Menerapkan pendekatan Modelling dan exemplar. Yakni membiasakan dan mencoba membiasakan peserta didik dan lingkungan pendidikan secara keseluruhan untuk menegakkan nilai-nilai yang benar dengan memberikan model atau teladan. Dalam hal ini, setiuap guru, tenaga administrasi, dan lain-lain dilingkungan sekolah harus menjadi “contoh teladan yang hidup” dan lain-lain di lingkungan sekolah.

Kedua, menjelaskan atau mengklarifikasikan secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik atau buruk ini bisa dilakukan dengan langkah-langkah memberi ganjaran (Prizing) dan menumbuhsuburkan (Chering) nilai-nilai baik secara terbuka dan kontinue menegaskan nilai-nilai yang baik dan buruk.

Ketiga, menerapakan pendidikan berdasarkan karakter (Caracter based education). Hal ini bisa dilakukan  antara lain dengan sebisa mungkin  memasukkan karakter based approach kedalam setiap pelajaran yang ada. Atau melakukan re-orientasi baru, baik dari segi isi dan pendekatan terhadap peserta didik.

Sekali lagi beberapa yang ditawarkan di atas juga tidaklah exhautive, banyak yag bisa ditambahkan. Tetapi jelas poin-poin itu bukanlah instant solution. Selain apa yang diajukan diatas masih panjang jalan yang harus kita tempuh.

 

 

Insan Profetik

Sistem pendidikan yang mengacu pada moralitas, tentunya akan memberikan implikasi yang positif bagi masyarakat, baik regional maupun internasional. Sebab, pendidikan karakter dan moralitass akan menciptakan insan profetik yang mampu memberikan kontribusi untuk melakukan perbuatan-perbuatan kenabian sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Insan profetik akan cenderung berfikir dan bertindak sesuai dengan dasar Al-Qur’an dan Al-Hadits, sebagai pedoman hidup manusia di seluruh dunia. oleh sebab itu, untuk mencapai perdamaian dunia seorang insan profetik memiliki tanggungjawab yang sangat besar. Selain kepada diri sendiri, Allah SWT, dan juga masyarakat. Inilah bentuk pendidikan profetik di Indonesia yang harus diterapkan di seluruh dunia, agar terwujudnya Negara-negara damai dan sentosa. Wallahu a’lam bis al-showab.

 

Ikuti tulisan menarik Ali Damsuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler