x

Iklan

Ali Damsuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dilema Kalender Hijriah

Hampir setiap tahun masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, selalu disibukkan dengan masalah “ kapan mulai puasa dan kapan hari raya?”

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam memperingati tahun baru  Islam, penanggalan hijriah merupakan sebuah acuan dalam menetapakan hari-hari besar dalam Islam. Kondisi tersebut juga terjadi di Indonesia. Dalam penentuan waktu puasa, ibadah haji, dan kedatangan bulan ramadhan, kalender hijriah memiliki peranan yang sangat signifikan.

Akan tetapi, seringkali terjadi perdebatan terkait dengan penentuan awal maupun akhir dalam hijriah. Sebab, hampir setiap tahun masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, selalu disibukkan dengan masalah “ kapan mulai puasa dan kapan hari raya?”.

Perbedaan paradigma tersebut, tentu di pelopori oleh beberapa golongan  dan ormas-ormas dengan perbedaan paradigmanya masing-masing. Sehingga, tak jarang karena perbedaan-perbedaan tersebut seringkali menimbulkan kesalahpahaman dan geseka-gesekan diantara masyarakat. Kondisi tersebut menyebabkan dilematika yang berkepanjangan oleh kalangan umat Islam di seluruh dunia, khusunya Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebab, Hal tersebut menandakan bahwasanya, ketika terjadi perbedaan dari berbagai aspek dalam penaggalan hijriah. Maka kondisi tersebut memang diperuntukkan untuk umat Islam di seluruh pelosok dunia. tak terlepas di berbgai wilayah seperti; salju, padang pasir, maupun di daerah yang kondisinya relatif netral (Indonesia).

`Ketika kita flashback pada sejarah, Pada masa Rasulullah, para sahabat dan tabi’in tidak pernah terjadi perbedaan di dalam penetapan awal Ramadhan, awal Syawal dan awal Dzulhijjah, semua didasarkan atas Rukyatul Hilal Bil Fi’li (melihat hilal dengan mata kepala) atau istikmal (menggenapkan bulan Sya’ban dan Ramadhan menjadi 30 hari). Apabila rukyat tidak berhasil disebabkan karena cuaca mendung atau faktor lainnya.Penentuan ini berdasarkan hadist: "berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal) menjadi 30 hari”. (H.R. Bukhari: 1776 dan Imam Muslim 5/354).

Namun setelah masa transisi dalam bidang keilmuan. Ilmu pengetahuan telah mengalami banyak kemajuan. pengertian tentang rukyatul hilal mengalami pergeseran. Ada yang memaknainya tetap seperti semula, yaitu rukyat bil fi’li dan ada yang memaknainya dengan rukyat bil’ilmi, yakni melihat hilal dengan ilmu pengetahuan atau hisab.

Sesungguhnya tujuan melakukan rukyat adalah untuk mendapatkan sebuah kepastian apakah sudah masuk bulan baru ataukah belum, sesuai dengan prinsip para astronomi muslim Jamaluddin 'Abd Ar-Raziq yang menegaskan bahwa “Kita tidak akan memulai suatu ibadah kecuali berdasarkan sebuah kepastian (yakin) dan kita tidak mengakhiri suatu ibadah kecuali berdasarkan kepastian (yakin) pula.”

Jika para ahli astronomi telah berhasil melakukan hisab (perhitungan) tentang terlihatnya hilal yang lebih dapat memberikan kepastian daripada dengan menggunakan rukyat tradisional (yang tidak memberikan kepastian).

Dalam menjawab seluruh persoalan yang ada dalam masyarakat, tetntunya harus melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, ilmuan astronomi (Falak) maupun masyarakat sendiri. Salah satunya dengan menggunakan  cara efektif untuk menyatukan kalender hijriah adalah dengan metode wujudul hilal, dimana ketika hilal (awal bulan) sudah ada, meskipun tidak nampak atau terlihat, maka sudah masuk tanggal baru.

Jadi, ini bukannya untuk membela/mendukung atau memojokkan disalah satu ormas tertentu, tetapi cara ini memang satu-satunya cara untuk menyatukan kalender hijriah diseluruh penjuru dunia yang diharapkan dapat mempersatukan umat Islam dalam pelaksanaan ibadah.Wallahu a’lam bi al-shawaf

Ikuti tulisan menarik Ali Damsuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler