x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bahasa Bisa Pudar, Bahasa Pun Bisa Tumbuh

Bahasa akan hidup dan berkembang sepanjang dipakai, dan akan pudar terus menghilang ketika orang melupakannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Kita mati. Itulah barangkali makna kehidupan. Tapi kita memakai bahasa. Itulah barangkali ukuran kehidupan kita.”

--Toni Morrison (Penulis, 1931-...)

 

Sok ide, gokil, baper, hingga garing—ketika remaja dan anak muda memakai kata-kata ini dalam obrolan, penyebarannya berlangsung sangat cepat bagai virus. Media sosial dan internet punya peran besar dalam meningkatkan kecepatan penyebaran kata-kata baru. Dulu, kata semacam ini lazim disebut slengekan sebagai pembeda dari kata-kata baku.

Kekuatan teknologi komunikasi telah membedakan luasnya wilayah penyebaran dan kecepatan penyebarannya. Ketika internet, media sosial, dan gawai belum lagi jadi bagian hidup sehari-hari, kata-kata slengekan menyebar melalui siaran radio, televisi, dan film. Tentu saja, lebih lambat menyebar.

Tiap generasi rasanya punya kosakata slengekan yang berbeda-beda. Kreasi kata tampaknya memang dipengaruhi oleh lingkungan zaman, khususnya apa yang lagi ngetren. Zaman berbeda, kosakata slengekan pun berbeda. Kata nyokap dan bokap sudah kadaluwarsa ketika generasi berganti.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kata-kata yang dipaksakan untuk dipakai pun tidak terjamin bakal terus digunakan. Dulu, istilah baku seperti sangkil dan mangkus berusaha disuntikkan ke dunia kampus dan riset, tapi orang lebih suka memakai efisien dan efektif karena telanjur akrab. Ketika seseorang memakai kata sangkil, banyak orang berpikir cukup lama untuk memahami maksudnya, apakah sangkil itu efisien atau efektif. Proses seleksi itu akhirnya berjalan alamiah belaka.

Kreativitas berbahasa tumbuh karena dipantik oleh perilaku, kebiasaan, lingkungan sosial yang berubah. Di Malang, pernah berkembang kebiasaan di antara anak-anak muda untuk berbicara dengan susunan kata yang dibalik atau osob kiwalan (kebalikan dari boso walikan). Konon, boso walikan memiliki sejarah panjang hingga ke masa perjuangan awal kemerdekaan sebagai bahasa sandi.

Bagi yang tidak terbiasa memakai bahasa kebalikan dalam percakapan sehari-hari mungkin akan kesulitan karena pembalikannya tidak memiliki aturan baku, melainkan terjadi begitu saja, asal enak didengar dan mudah diucapkan. Jika banyak orang merasa ‘kata kebalikan’ itu enak didengar, ya akan dipakai. Jika tak nyaman diucapkan, akan ditinggalkan. Kekhasan ini membuat boso walikan Malang tidak menyebar sangat luas, kecuali misalnya di wilayah yang dialeknya mirip, seperti Surabaya.

Komunitas-komunitas yang lebih sempit dan terbatas, seperti kelompok rahasia, kelompok punk, hingga agen rahasia niscaya juga mempunyai bahasa percakapan yang khas. Para koruptor juga tergolong kreatif dalam mengembangkan istilah yang berlaku di antara mereka. Misalnya, dalam kasus suap pemilihan kepala daerah Sumatra Selatan, seorang saksi mengungkapkan adanya ‘permintaan empek-empek’ dari seorang hakim. Tentu saja bukan empek-empek makanan, melainkan uang. Dalam kasus lain, terkenal istilah apel Malang (merujuk ke uang rupiah) dan apel Washington (yang dimaksud uang dolar AS).

Inovasi makanan juga berkontribusi dalam penemuan kosakata baru yang memperkaya perbendaharaan kata. Di daerah dan kota yang ragam jenis makanannya cepat bertumbuh, banyak dijumpai kata-kata baru sebagai nama makanan. Namun, dibanding kata slengekan, nama-nama makanan ini mampu bertahan lebih lama karena makanannya memang masih ada dan disukai. Di Bandung, umpamanya, batagor (baso tahu goreng), cireng (aci digoreng), atau colenak (dicocol enak) masih awet karena makanan ini masih tetap dibuat dan disantap.

Perkembangan teknologi internet juga mengayakan perkembangan bahasa, khususnya Bahasa Inggris, lantaran bahasa internasional ini yang paling banyak digunakan dalam kasanah teknologi informasi. Tom Chatfield, yang sangat tertarik pada neologisme, telah menelisik dunia digital dan mendapati banyak kosakata yang unik, sejak dari hashtags, avatar, hingga spam. Sebagian kata ini sebenarnya sudah ada, tapi sangat jarang digunakan hingga akhirnya menjadi kelaziman sehari-hari karena kerap dipakai dalam komunikasi di dunia digital.

Dalam bukunya, Netymology: A Linguistic Celebration of the Digital World, Tom mengisahkan cerita di balik kata-kata baru ini, misalnya tentang hashtags. Di Amerika, pada tahun 1920an, tanda # semula digunakan untuk menandai bobot dalam satuan pound. Ketika diadopsi oleh para insinyur yang bekerja di Bell Labs pada tahun 1960an, tanda hashtags ini dibawa ke publik yang lebih luas sebagai simbol fungsi generik produk baru telepon mereka. Di era Twitter, simbol hashtags benar-benar ‘merajalela’ dan berperan sebagai kode fungsi untuk interaksi sosial.

Begitulah, kata, kalimat, simbol, hingga bahasa tumbuh karena digunakan oleh manusia—dan sebaliknya menjadi pudar tatkala manusia melupakannya. Ketika manusia membutuhkan pengucapan baru untuk menyampaikan suatu pesan, kata lama bisa hidup kembali dan kata baru ditemukan. Di era teknologi digital seperti sekarang, yang menarik ialah bagaimana kata yang menjadi populer merupakan hasil kolaborasi manusia dan mesin, meski terkadang jauh melampaui kolaborasi ini seperti pada kata Avatar yang muncul melalui dunia fiksi.

Kata lain yang melampaui kolaborasi itu ialah ‘meme’. Istilah ini ditemukan oleh ahli biologi evolusioner Richard Dawkins dan ia gunakan dalam bukunya yang terbit pada tahun 1976, The Selfish Gene. Ilmuwan Inggris ini mengambilnya dari istilah Yunani kuno, ‘mimeme’ atau an imitated thing. Kini, di jagat maya, meme tak ubahnya plesetan atau parodi atas peristiwa atau situasi tertentu yang melibatkan orang-orang. (sumber ilustrasi: language-diversity.eu) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB