x

Iklan

Wiwin Suwandi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ilusi Kabinet Antikorupsi

Integritas-moralitas menjadi syarat utama mengingat laku korupsi yang dialami bangsa ini dikarenakan merosotnya moral penyelenggara negara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ilusi Kabinet Anti Korupsi

Oleh: Wiwin Suwandi (Anggota Badan Pekerja ACC Sulawesi.[1] Alumnus Magister Hukum Pascasarjana Universitas Hasanuddin)

Tantangan dan tekanan terberat dalam mendesain postur kabinet yang dihadapi Presiden dalam konstruksi sistem presidensil dan multipartai adalah mengakomodasi 2 (dua) sisi kepentingan yang sering bertentangan; antara mengakomodasi menteri dari kalangan parpol, atau mendesain kabinet ahli (zaken kabinet) yang mayoritas diisi kalangan ahli/profesional non parpol. Hal ini yang dirasakan publik saat membaca suasana kebatinan Jokowi tatkala menyikapi desakan sejumlah pihak menghendaki Jokowi me-reshuffle sejumlah menteri yang dipandang tidak mendukung program Nawacita dengan jargon “revolusi mental”. Utamanya pada 3 kementerian; Kementerian Desa, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Isu KKN dalam perekrutan tenaga pendamping desa oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes) yang diisi simpatisan PKB, serta beberapa tindakan Menteri Yudi Krisnandi seperti menyurati Konjen RI di Australia untuk membantu akomodasi dan transporasi koleganya di negeri Kanguru, telah mencoreng jargon Revolusi Mental Jokowi-JK.

Sebagai salah satu kementerian strategis yang mengelola dana desa 70 triliun pada tahun 2015 lalu, Kemendes rawan dikooptasi kepentingan politis. Selain rawan penyimpangan, pertarungan politik mendekati pemilu 2019 membuat sejumlah partai sangat berkepentingan menduduki kursi Menteri Desa. 70% suara pemilih berasal dari desa merupakan lumbung basis suara yang potensial. Ironisnya, konflik PKB-PDIP dalam isu ini menggeser arah Nawacita Jokowi-JK saat terpilih sebagai pasangan Presiden-Wapres pada Pemilu 2014 lalu. Salah satunya adalah mensejahterakan desa dan membangun daerah tertinggal dengan mengalokasikan dana triliunan.

Demikian pula tindakan Menpan-RB Yudi Krisnandi. Sebagai kementerian yang diharapkan menjadi percontohan tata kelola pemerintahan yang baik, Yudi telah ‘menampar’ Jokowi-JK ketika menyurati Konjen RI di Australia untuk membantu akomodasi dan transporasi koleganya di negeri Kanguru. Tindakan tersebut bukan saja bertentangan dengan program Nawacita, namun merupakan bentuk praktek trading in influence (memperdagangkan pengaruh jabatan) sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU No 7 Tahun 2006 (ratifikasi UNCAC).

Sebagai menteri dari partai pendukung pemerintah, secara terang-terangan keduanya menunjukan sikap bertentangan dengan program Nawacita Jokowi-JK. Luasnya protes publik dalam kedua isu itu hendaknya dijadikan pertimbangan Jokowi saat mendesain postur kabinet pasca-reshuffle. Pesan politik yang hendak disampaikan publik adalah tidak sepantasnya menteri dari partai pendukung pemerintah menunjukan sikap yang bertentangan dengan program Nawacita Jokowi-JK. Jokowi mesti peka dan sadar sedang diamati publik atas dasar janji dan komitmen saat kampanye pilpres lalu bahwa akan membentuk sebuah kabinet anti korupsi yang akan diisi kalangan profesional. Dan saat ini rakyat menunggu komitmen dan janji itu dengan harapan terbentuknya sebuah kabinet anti korupsi yang bekerja diatas kepentingan bangsa dan negara, bukan pribadi atau kelompok (parpol). Me-reshuffle dua kementerian itu menjadi garansi kepercayaan publik kepada Jokowi.

Mampukah Jokowi lepas dari tekanan itu? jawabannya tergantung pada kecermatan Jokowi dalam memilih figur menteri dan menempatkan figur yang bersangkutan pada posisi yang sesuai dengan bidang keahliannya. Dalam mendesain postur cabinet pasca-reshuffle, Jokowi setidaknya harus mempertimbangkan 4 (empat) syarat utama; integritas-moralitas-kapasitas-profesionalitas, dan akseptabilitas. Menemukan anak bangsa mumpuni di ketiga faktor itu tentu tidak mudah (Indrayana; 2008).

Integritas-moralitas menjadi syarat utama mengingat laku korupsi yang dialami bangsa ini dikarenakan merosotnya moral penyelenggara negara. Beberapa menteri yang tersangkut masalah hukum pada kabinet lalu menunjukan rendahnya integritas yang dmiliki. Desain kabinet anti korupsi membutuhkan figur menteri yang tidak hanya cakap secara keilmuan, namun juga berintegritas.  

Kapasitas-profesionalitas juga tidak kalah penting. Bercermin pada kabinet lalu, pengangkatan menteri negara sering tidak mengacu pada prinsip ‘right man in the right place’, namun ‘wrong man in the right place’ atau ‘wrong man in the wrong place’. Akibatnya, kabinet diisi ‘badut politik’ yang tidak saja mementingkan pencitraan, namun tidak mampu membuat program kementerian yang pro-rakyat.

Selain harus memilih calon menteri yang memenuhi syarat tersebut, Jokowi juga mesti cerdas dan cermat mengakomodasi calon menteri dari unsur parpol. Meski wewenang mengangkat  menteri ada di pundak Jokowi sebagai presiden, namun untuk urusan ini Jokowi mesti berhati-hati mengingat besarnya konflik kepentingan yang dimiliki.

Konflik kepentingan yang pertama, seringkali menteri dari unsur parpol mengalami problem ‘loyalitas ganda’, karena ia berada di ‘dua kaki’; sebagai bawahan ketua umum dalam struktur parpol, selain menjadi bawahan presiden dalam struktur kabinet. Kedua, tidak jarang menteri dari parpol menjadi ‘ATM’ bagi parpol yang bersangkutan untuk menambah logistik partai. Kasus pada Kementerian Desa

Untuk menghindari ini, Jokowi mesti cermat menempatkan menteri dari parpol pada sejumlah kementerian. Beberapa kementerian yang berstatus ‘basah’ seperti Kementerian ESDM, Kementerian Agama, Kemenpan-RB, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Kementerian BUMN, sebaiknya diisi kalangan profesional non-parpol.

 

 

Ikuti tulisan menarik Wiwin Suwandi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Fotosintesis

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Kamis, 9 Mei 2024 17:19 WIB

Terpopuler

Fotosintesis

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Kamis, 9 Mei 2024 17:19 WIB