Di Balik Kesederhanaan Tersembunyi Kompleksitas
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBKita, manusia, telah dihadapkan pada beragam kesederhanaan, dan kita memburu kompleksitas di baliknya.
“Kamu harus bekerja keras menjernihkan pikiranmu untuk menjadikannya sederhana.”--Steve Jobs (1955-2011)
Di balik permukaan sederhana selalu ada kompleksitas. Sebuah meja kayu yang terukir indah dan halus ada jejak tangan-tangan terampil yang mengukir, menatah, dan menghaluskan—yang bekerja berjam-jam dengan sepenuh hati. Di balik sebuah komposisi musik yang mengharukan ada kisah komposernya, kepiawaiannya dalam menemukan nada, ketekunannya dalam merangkai ritme.
Begitu pula, di balik mesin pencari apapun, media sosial apapun, yang menghadirkan keajaiban itu, yang membuat kita dapat mengunjungi gudang naskah-naskah kuno, menyaksikan kota-kota kecil yang mungkin tak akan pernah kita kunjungi secara nyata, atau memesan barang hari ini dan kita terima esok harinya, ada kompleksitas.
Kompleksitas menjadi dasar kesederhanaan, kompleksitas menyembunyikan diri agar kesederhaan dapat tampil di depan. Inilah yang seringkali membuat kita terkecoh oleh kesederhanaan. Saat kita melihat orang berbicara lemah lembut, kita mungkin menganggapnya sebagai kesederhanaan semata tanpa mengingat betapa sukar meraih pengendalian diri yang tertinggi agar ia mampu berbicara lemah lembut.
Di saat berselancar di Internet, kita sesungguhnya tengah berada di atas jagat mikro yang di dalamnya tengah beraksi berbagai paduan angka biner, algoritma yang rumit, pergerakan elektron, dan kita memberi perintah lewat beraneka tombol. Ada sesuatu yang tengah bekerja di balik penampakan komputer, laptop, tablet, maupun smartphone—prinsip-prinsip matematika, sains, dan teknologi.
Dalam buku In Pursuit of the Unknown, Ian Stewart menyebut, persamaanlah darah yang telah menghidupkan ketiganya. Tanpa beragam persamaan, dunia kita mungkin tak seperti sekarang. Sayangnya, peran penting persamaan tersembunyi di balik penampakan wajah beragam teknologi sebagai peranti kita dalam bekerja, bermain, maupun menghibur diri. Manusia, hingga tahap tertentu, telah mampu meringkus pemahamannya atas fenomena alam dalam persamaan yang ringkas.
James Clark Maxwell, umpamanya, memadatkan pemahamannya mengenai fenomena elektro-magnetik. Dan Ian Stewart telah menunjukkan bagaimana persamaan telah mengubah dunia kita—persamaan Maxwell yang mashur itu telah mengubah pemahaman mansia mengenai gejala gelombang listrik dan magnetik. Persamaan yang terlihat sederhana itu, dan karena kesederhanaannya menjadikan persamaan itu tampak indah, telah memainkan peran vital dalam menciptakan dunia kita, mulai dari musik hingga televisi, penemuan Amerika hingga eksplorasi ke Mars, juga internet yang jadi bagian hidup kita sehari-hari.
Tanpa logaritma, yang ditemukan pada awal abad ke-17 oleh John Napier dan diperbaiki oleh Henry Briggs, ilmuwan akan sulit menghitung pergerakan planet-planet dan matematikawan akan sukar mengembangkan geometri fraktal. Para insinyur membutuhkan persamaan gelombang untuk mempelajari vibrasi (getaran) dan respons bangunan terhadap gempa bumi. Persamaan gelombang juga menjadi jantung teori informasi yang menjadi basis komunikasi digital hari ini.
Di atas permukaan, persamaan-persamaan itu terlihat sangat serupa--sederhana. Stewart menunjukkan bahwa ada dua jenis persamaan matematis. Persamaan jenis pertama menyajikan relasi di antara berbagai kuantitas matematis; menjadi tugas ilmuwan untuk membuktikan bahwa persamaan ini benar. Persamaan jenis kedua menyediakan informasi mengenai kuantitas yang tak diketahui, dan menjadi tugas ilmuwan untuk memecahkannya, yakni “membuat yang tak diketahui jadi diketahui”.
Beragam persamaan ini menyingkapkan pola-pola dan keteraturan yang mendalam, sekaligus indah. Persamaan-persamaan ini juga valid sebab memberikan struktur logis bagi asumsi-asumsi dasar kita dalam memahami dan menjelaskan alam sekeliling kita. Demikianlah, di balik kesederhanaan yang tertangkap mata tersembunyi kompleksitas yang memabukkan. (sumber ilustrasi: barker-christol.com) **
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Pemimpin Ghosting, Jadi Teringat Lagunya Dewa
Rabu, 4 September 2024 11:28 WIBAda Konflik Kepentingan di Klab Para Presiden
Kamis, 9 Mei 2024 12:38 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler