x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 9 Mei 2024 12:38 WIB

Ada Konflik Kepentingan di Klab Para Presiden

Klab presiden memang berpotensi menjadi ruang katalisator untuk menemukan jalan keluar bagi persoalan bangsa yang strategis dan pelik. Namun, pada saat yang sama, maksud baik ini berpotensi berbenturan dengan konflik kepentingan para anggotanya sendiri yang masih sibuk memikirkan masa depan anak-anak mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gagasan Prabowo Subianto untuk membentuk klab para presiden akan sulit terbentuk, dan andaikan terbentuk bakal sulit berfungsi efektif. Merujuk pada namanya, Presidential Club, tentu saja akan sangat eksklusif dengan anggota yang sangat terbatas. Jika tidak memasukkan para wakil presiden, klab yang sangat eksklusif ini hanya beranggotakan Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo. Ketiga orang ini masing-masing pernah dan sedang memiliki relasi yang naik-turun.

Bila dipandang dari satu sisi, klab ini merupakan cara Prabowo Subianto untuk memberi peran kepada para (mantan) presiden. Dengan menjadi anggota klab ini, mereka mempunyai tempat untuk menyalurkan pikiran mereka di sebuah forum (in)formal seperti klab ini. Prabowo tentu dapat mengambil keuntungan politik, sebab jika para (mantan) presiden itu setuju bergabung dalam klab elite ini, ia memperoleh tambahan legitimasi sebagai presiden yang terpilih dari superelite. Prabpwo juga akan lebih cepat untuk mengakomodasi atau setidaknya menemukan kompromi-kompromi di antara kepentingan elite politik tersebut.

Dan apabila kompromi-kompromi pada tingkat yang paling atas dari lapisan elite politik ini sudah terakomodasi oleh Prabowo, maka ruang gerak elite lapisan di bawahnya menjadi lebih terbatas. Keputusan-keputusan politik terpenting bisa jadi telah diambil di klab ini, dan menjadi tidak mudah bagi elite di bawahnya—termasuk para ketua umum partai politik—untuk mengambil sikap yang berbeda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berikutnya, akan semakin mudah bagi Prabowo sebagai presiden terpilih untuk memutuskan kebijakan politiknya. Parlemen pun akan semakin terkendali, betapapun para (mantan) presiden ini memiliki afiliasi politik yang sangat kuat dengan partai. Prabowo ketua umum Gerindra, Megawati ketua umum PDI-P, SBY ketua dewan pertimbangan Demokrat, sedangkan Jokowi anaknya ketua umum PSI.

Para ketua umum partai di luar anggota klab mungkin akan berusaha menunjukkan peran mereka, tapi tidak akan mudah, sebagaimana saat ini terlihat. Terlebih lagi, Jokowi berusaha keras untuk tidak tersingkir dari percaturan dunia politik setelah melepas jabatan presiden; karena itu sangat mungkin ia akan mencari partai politik sebagai tempat berlabuh. Kepentingan Jokowi untuk “memiliki” partai yang kuat, sebagaimana Prabowo memiliki Gerindra dan Megawati punyai PDI-P serta SBY dengan Demokratnya, akan bertambah besar agar tidak dipandang sebelah mata oleh para presiden yang lain.

Bahkan, kepentingan Jokowi bukan hanya itu, iapun pasti memikirkan masa depan politik anak-anak dan menantunya; satu orang akan segera menempati istana wakil presiden. Jika Jokowi “memiliki” partai politik yang kuat, nilai tawarnya dalam negosiasi di dalam klab presiden akan bertambah besar.

Nah, di sinilah akan semakin terasa besar konflik kepentingan para presiden. Apa yang mungkin dibayangkan oleh banyak orang bahwa para presiden yang menjadi anggota klab ini akan lebih serius memikirkan masa depan bangsa dan negara bakal berbenturan dengan urusan memikirkan kepentingan politik keluarga masing-masing.

Anak-anak dan menantu mereka masih menapaki jenjang karir politik. Di hadapan Gibran, sekalipun karirnya sudah melejit supercepat dari walikota ke wakil presiden, masih ada posisi yang lebih tinggi lagi, yaitu presiden. Gibran pun punya adik kandung dan adik ipar yang tengah merintis karir politik. Puan Maharani dan saudaranya juga masih memiliki kesempatan untuk berperan penting di jagat politik, dan ini niscaya juga jadi pikiran Megawati. Agus Harymurti dan adiknya setali tiga uang, dan SBY dapat diduga tidak akan lupa memikirkan masa depan kedua anaknya ini.

Gesekan di antara tiga (mantan) presiden ini dalam hal tertentu mungkin dapat dicarikan jalan keluarnya dengan relatif mudah. Tapi, tatkala ada kepentingan yang menyangkut masa depan anak-anak mereka, gesekan ini membutuhkan upaya lebih untuk menemukan kompromi yang menguntungkan mereka masing-masing. Klab ini juga mendorong semakin kuatnya oligarki karena para superelit memiliki tempat untuk bernegosiasi dengan lebih mudah.

Klab presiden memang berpotensi menjadi ruang katalisator untuk menemukan jalan keluar bagi persoalan bangsa yang strategis dan pelik. Namun, pada saat yang sama, maksud baik ini berpotensi berbenturan dengan konflik kepentingan para anggotanya sendiri yang masih sibuk memikirkan masa depan anak-anak mereka. Konflik kepentingan ini dapat menjadi rintangan yang menghalangi terwujudnya maksud baik tersebut. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler