x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Misteri Kimia Magis Newton

Apakah fisikawan Isaac Newton juga seorang alkemis? Apakah ia menemukan makna teologis dalam teks-teks kimia, seperti rahasia transmutasi?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 Kendati hukum fisikanya mashur dan diajarkan hingga kini, Isaac Newton tetap misterius: siapakah sesungguhnya Newton? Apakah ia seorang alkemis—ilmuwan yang punya minat dan memelajari kimia, yang pada abad ke-17 masih kuat beraroma magis? Pertanyaan inilah yang mengusik para sarjana. Kimia Newton menjadi subyek kajian di beberapa universitas, antara lain Indiana, AS, dan Sussex, UK.

Newton mashur dengan hukum gravitasinya. Dalam karyanya, Principia Mathematica, Newton juga mengeksplorasi apa yang disebut Tiga Hukum Gerak, yang meletakkan tren tiga-hukum ilmiah selama beberapa abad. Hukum Ketiga Newton yang paling terkenal, bunyinya: ‘setiap aksi menimbulkan reaksi yang setara dan berlawanan’.

Arthur C. Clarke, penulis 2001: A Space Odyssey, juga punya Tiga Hukum. Hukum ketiga Clarke punya capaian kultural yang signifikan. Bunyinya: ‘Teknologi maju apapun tidak dapat dibedakan dari sihir.” Hukum ketiga Clarke kerap dibicarakan dalam konteks apa yang disebut ‘problem demarkasi’, yakni batas-batas antara sains dan pseudosains. Ada penafsiran ringkas yang kerap dirujuk, bunyinya: ‘Jika kamu dapat memproduksinya secara masal, itu sains, dan jika tidak bisa, itu sihir.’ Maknanya, nilai penting sains terletak pada reproducibility-nya. Namun, di era pra-industri Newton, perbedaan antara sains dan sihir jauh lebih kabur dibandingkan perbedaan keduanya saat ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Newton termasuk anggota awal British Royal Society, yang mengodifikasi repeatable experiment (percobaan yang dapat diulang) dengan moto mereka ‘Nothing in words’ serta menerbitkan Principia. Ia kemudian menjadi Presiden Society selama lebih dari 20 tahun. Meskipun ia dianggap mewakili tahap awal fisika modern, Newton menganut keyakinan agama yang sangat asing serta keyakinan magis yang di masa kini dapat disebut sebagai contoh takhayul dan pseudosains.

Pada 1704, setelah menjadi presiden Royal Society, Newton menggunakan formula esoterik tertentu untuk menghitung kiamat dunia, di saat yang sama ia melakukan studi mengenai nubuat apokaliptik atau kehancuran dunia. Matematikawan dan fisikawan ini mempraktikkan seni alkemis yang berusaha mengubah logam dasar menjadi emas dengan bantuan objek yang disebut ‘batu bertuah’ atau Philosopher’s Stone. Pada masa Newton, banyak alkemis yang memercayai batu itu sebagai substansi magis yang terbentuk dari ‘sophick mercury’.  Pada akhir 1600an, Newton menyalin resep mengenai zat tersebut dari teks yang ditulis alkemis kelahiran Amerika, George Starkey.

Formula ‘sophick mercury’ kini diunggah ke internet. Resep ini memuat antara lain ‘Fiery Dragon’ alias Naga Api, sejumlah Merpati Diana, dan sekurang-kurangnya tujuh Elang Merkuri—judul-judul yang terkesan aneh. Teks kimia Newton merinci apa yang telah lama diabaikan sebagai pseudosains mistis yang penuh dengan proses-proses yang ajaib.

Persepsi bahwa yang dilakukan Newton itu tergolong pseudosains yang berbau mistis mendorong Universitas Cambridge, pada 1888, untuk menolak mengarsipkan tulisan-tulisan kimia Newton. Penulis biografi Newton pada masa itu juga terheran-heran bagaimana Newton bisa terpikat oleh hal-hal yang bodoh? Meski begitu, rasa penasaran membuat dokumen-dokumen kimia Newton diminati banyak orang dan dipindahtangankan secara diam-diam melalui tangan para kolektor swasta hingga tahun 1936 ketika ‘kejutan besar’ dibuka lebih luas.

Dalam lamannya, pengelola The Chymistry of Isaac Newton menulis: “Pada tahun itu, rumah lelang yang terhormat Sotheby mengeluarkan sebuah katalog yang menguraikan 329 manuskrip Newton, sebagian besar ditulis tangan, yang lebih dari sepertiganya berisi apa yang tak dapat disangkal merupakan kimia.” Ditandai ‘tidak untuk dicetak’, menyusul kematian Newton pada 1727, karya-karya alkimia ini ‘mengangkat sejumlah pertanyaan menarik pada tahun 1936 seperti yang diajukan pada hari ini’.

Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain: Apakah Newton mempraktikkan kimia atau tidak? Apakah ia percaya kepada ‘makna teologis rahasia dalam teks-teks kimia, yang seringkali menguraikan rahasia transmutasional sebagai anugerah khusus yang diberikan Tuhan’.

Ketika berdebat mengenai apakah yang dilakukan oleh Newton itu tergolong ilmu kimia atau sihir, orang-orang berpulang kepada Hukum Ketiga Clarke: “Misalkan, seseorang mengatakan bahwa dia bisa mengubah timah menjadi emas. Jika kita dapat menggunakan teknik-nya untuk membangun pabrik-pabrik yang mengubah timah menjadi emas hingga berton-ton, maka dia membuat penemuan ilmiah yang luar biasa. Jika di sisi lain itu adalah sesuatu yang hanya dia yang bisa melakukan ... maka dia seorang penyihir.”

Apakah Newton mengira dirinya seorang penyihir? Para sarjana masih belum memperoleh jawaban yang jelas mengenai apa yang diyakini Newton tentang kimia. Namun jelas Newton melakukan praktik dari apa yang kemudian disebut ‘kimia’ sama seriusnya dengan ia melakukannya pada matematika.

James Voelkel, kurator Chemical Heritage Foundation—yang baru-baru ini membeli resep Batu Bertuah—mengatakan kepada Livescience bahwa penulis resep itu, yakni Starkey, “mungkin ilmuwan pertama Amerika yang terkenal” sekaligus seorang alkemis. Meskipun Newton mungkin belum mencoba membuat merkuri, ia mengoreksi teks Starkey dan menulis eksperimennya sendiri untuk mendistilasi bijih timah.

William Newman, sejarawan sains Universitas Indiana, menurut National Geographic, ‘kini memandang alkemis sebagai teknisi bijak yang bekerja menggunakan peralatan mereka dan membuat banyak catatan, seringkali dengan menyandikan resep mereka dengan simbol-simbol mitologi untuk melindungi pengetahuan yang mereka peroleh dengan susah payah’.

Keanehan kultus kimia dan pseudonim ganjil yang diadopsi para praktisinya seringkali merupakan alat untuk ‘menyembunyikan metode-metode mereka dari kaum yang tidak terpelajar dan tidak layak,’ tulis Danny Lewis di Smithsonian. Seperti sejawatnya di kimia, Newton ‘mendokumentasikan dengan teliti-teknik laboratoriumnya’ dan menyimpan catatan tentang materi bacaannya.

“Alkemis-lah yang pertama menyadari bahwa senyawa dapat diuraikan ke dalam bagian-bagian penyusunnya dan kemudian dapat dipadukan ulang,” kata Newman. Meskipun masih dianggap pseudonim mistis, kini diakui bahwa kimia pada masa Newtib merupakan ‘pendahulu yang penting bagi kimia modern’. Sebagaimana disebutkan oleh sarjana Universitas Indiana, kimia era Newton berkontribusi secara signifikan bagi farmakologi modern di masa awal’ maupun bagi ‘iatrochemistry.. salah satu bidang baru yang penting dalam sains modern di masa awal.” (Iatrochemistry adalah aliran pemikiran abad ke-16 dan 17 yang berusaha memahami istilah-istilah kimia untuk kedokteran dan fisiologi).

The Chymistry of Isaac Newton Project bisa dikunjungi di website yang dikelola University of Indiana. Istilah kimia yang digunakan merujuk pada istilah ‘chymestry’ (pakai dua y; bukan chemistry seperti sekarang), yang dikenal di Inggris abad ke-17. Manuskrip kimia Newton mencakup topik yang kaya dan beragam, termasuk catatan laboratorium, indeks zat kimia, serta transkripsi dari sumber-sumber lain. (Foto: manuskrip Newton dg tulisan tangan) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB