x

Ketua Pansus Arif Wibowo (kanan), menyerahkan hasil laporan pembahasan Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Pemilu kepada Pimpinan DPR, dalam rapat paripurna, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu, (11/4). TEMPO/Imam Sukamto

Iklan

Andrian Habibi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pelesiran RUU Pemilu

Pansus baru menyelesaikan tujuh dari 2.885 poin Daftar Inventarisasi Masalah RUU Penyelenggaraan Pemilu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemilu adalah pintu demokrasi, sebagai wahana untuk membuka kehidupan berbangsa dan bernegara yang akan dijalankan oleh pihak eksekutif dan legislatif hasil penyelenggaraan pemilu. Untuk menjamin pintu yang baik, maka rancangan pintu demokrasi harus dibuat sesuai dengan ukuran dan kesesuaian dengan ruang yang ada dibalik pintu tersebut. Begitu pula dengan pembuatannya, pintu demokrasi Indonesia bisa saja meniru pintu demokrasi di negara lain. Namun, penting untuk diingat, rancangan, produksi dan penempatannya harus sesuai dengan bangun ruang demokrasi Indonesia.

Para perancang pemilu Indonesia adalah mereka yang menjadi hasil dari penyelenggaraan pemilu tersebut. Jadi, kesesuaian pemilu seharusnya sudah dirasakan semenjak mereka mengikuti penyelenggaraan. Tanpa harus memikirkan bagaimana mengakomodasi pemilu luar negeri kedalam regulasi dan teknis pemilu Indonesia. Bukan berarti belajar pemilu negara lain tidak penting. Hanya saja, jangan menjual "pemilu" untuk kepentingan sesaat yang bisa merugikan kehidupan politik masa depan.

Seperti yang kita ketahui, pada tahun 2008, para legislator dengan niatan baik mengajak pasangannya untuk belajar pemilu di luar negeri. Masa belajar selama satu minggu dengan sangat efektif dan efisien menghabiskan waktu selama dua hari. Sehingga, dibutuhkan pendinginan kepala demi menjaga kewarasan akibat terlalu serius belajar selama dua hari tersebut. Hasilnya, itulah yang menjadi acuan penyelenggara pemilu untuk melaksanakan pemilu tahun 2009. Kemudian, produk pemilu berhasil menjalankan tugasnya selama lima tahun.

Alasan Belajar

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, situasi politik berkembang, setelah delapan tahun berlalu. Sepertinya pemilu indonesia kembali dijual sebagai alasan untuk belajar ke luar negeri. Kali ini Pansus pemilu menyiapkan waktu dari tanggal 11 sampai dengan 16 maret 2017. Adapun negara tujuan adalah Jerman dan Meksiko. Jika tanggal 11 dinyatakan sebagai tanggal keberangkatan dan tanggal 16 hari kepulangan. Maka, para legislator pembelajar pemilu ini membutuhkan waktu empat hari untuk mempelajari kompleksitas ilmu pemilu di Jerman dan Meksiko.

Luar biasa. Itu lah kata yang bisa penulis sampaikan saat mendengar kemampuan legislator mempelajari pemilu di dua negara selama empat hari. Waktu yang sangat singkat mengingat kalangan masyarakat sipil membutuhkan waktu lebih dari dua tahun membahas kepemiluan Indonesia kedepan. Sehingga, patut kita berikan penghargaan kepada para legislator yang pelesiran ini sebagai teknorat pemilu. Orang-orang yang paham pemilu lebih dari para pakar pemilu di Indonesia.

Kenapa? Alasannya mudah, waktu singkat dengan biaya luar biaya bisa menyelesaikan permasalahan pemilu serentak 2019. Bayangkan saja, Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu akan menghasilkan pembaharuan pemilu dalam UU Pemilu paskakepulangan dari Jerman dan Meksiko. Masalah-masalah yang telah dinamakan dengan nama Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Penyelenggaraan Pemilu kelar tepat setelah para pelesir menginjakkan kaki di bumi nusantara pada tanggal 17 maret 2017.

Namun, kenyataan pahit yang harus dihadapi adalah situasi dimana pelesiran dengan tujuan belajar ini akan menimbulkan tergerus kepercayaan publik kepada Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu. Hal ini disebabkan Pansus baru menyelesaikan tujuh dari 2.885 poin DIM RUU Penyelenggaraan Pemilu. Dengan begitu, publik sulit menerima dengan akal sehat bahwa para pembelajar ini bisa menyelesaikan semua DIM sampai tanggal 17 maret 2017.

Di sisi lain, proses belajar ke Jerman dan Meksiko tentu menghabiskan dana yang tidak sedikit. Bayangkan berapa dana yang harus ditanggung oleh Negara demi menjamin kenyamanan belajar para legislator? Belum lagi potensi masalah lanjutan bila ada diantara pelesir ini memamerkan acara wisata di media sosial. Bisa-bisa para pakar pemilu di Indonesia sakit jantung melihat ketidaksesuaian agenda Pansus dengan sebaran foto kebahagian selama di Jerman dan Meksiko.

Namun, tidak adil bila kita melarang para Legislator untuk belajar pemilu ke luar negeri. Mereka berhak mendapatkan pengetahuan terkait pemilu di negara lain. Selain itu, program belajar ini biasa dilakukan oleh rekan-rekan Legislator lainnya. Bila diingatkan dengan kejadian studi banding ke Argentina pada tahun 2008. Tentu saja hak Pansus saat ini untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam memuaskan kehausan mereka akan ilmu pemilu dari belahan dunia lain.

Syarat Pelesiran

Sebagai jalan tengah, ada cara kerja bersinergis yang mampu mendinginkan suasana. Pertama, Pansus berangkat tanpa membawa keluarganya. Pilihan bijaksana ini akan memupuk kepercayaan publik, mengingat mereka akan maju lagi pada pemilu 2019 sebagai calon legislatif. Selain itu, Pansus bisa memberikan warna pembeda dengan Pansus tahun 2008 yang membawa serta keluarga. Disisi pembiayaan, dana yang dikeluarkan lebih sedikit karena tidak menanggung biaya "sia-sia" dari para pasangan Legislator yang hanya bertugas untuk menikmati perjalanan wisata.

Kedua, selama Pansus belajar di Jerman dan Meksiko, selama itu pula para Staf Ahli dan Pakar Ahli juga Tenaga Ahli Anggota Pansus menyelesaikan sebahagian dari 2.885 DIM RUU Penyelenggaraan Pemilu. Pilihan lain adalah dengan mendelegasikan kepada setiap fraksi menyepakati pasal per pasal dalam RUU untuk menuntaskan perdebatan. Kemudian, meninggalkan sedikit pasal yang berpotensi menimbulkan politik. Lalu, pembahasan akan disempurnakan dengan catatan pembelajaran pemilu di Jerman dan Meksiko.

Pilihan terakhir adalah dengan membawa DIM RUU Penyelenggaraan Pemilu ke Jerman dan Meksiko. Berkas-berkas itu dibandingkan dengan pembahasan RUU Pemilu di Jerman dan Meksiko. Sehingga, akomodasi kepentingan politik dan keharusan studi banding bisa sejalan dengan niat pembaharuan pemilu Indonesia. Hal ini tentu saja membutuhkan keseriusan setiap waktu yang berarti tidak menyediakan agenda belanja oleh-oleh maupun berselfie ria di tempat-tempat romantis.

Apabila tiga jalan tersebut tidak dilalui oleh para Legislator. Maka, jangan harap ada hasil yang dibawa dari Jerman maupun Meksiko. Bila pun ada yang dibawa pulang, itu hanya cerita indahnya selama di Jerman dan Meksiko sekaligus oleh-oleh untuk keluarga dan rekan sejawat di senayan. Pada akhirnya, RUU Pemilu akan dipaksa selesai dengan segala kekurangan waktu pembahasan. Selanjutnya, Komisi II memilih penyelenggara pemilu untuk menjalankan amanah UU Pemilu dengan keterpaksaan dan pasal kepentingan politik.

Sebagai catatan akhir, penulis hanya bisa mengakatakan kepada semua pihak untuk bersabar. Karena pelesiran yang menjual kata perbaikan pemilu tidak bisa dihindari. Kalaupun ada kekuatan yang mampu menghentikan langkah mereka. Itu hanyalah ketegasan dari Presiden untuk menginjak jempol kaki semua Pimpinan parpol agar menganulir niat pelesiran anggotanya. Oleh karena itu, mari menunggu jualan politik kedepan yakni regulasi pemaksaan dan penyelenggara pemilu tanpa kemandirian.

Andrian Habibi,Deputi Kajian KIPP Indonesia

Ikuti tulisan menarik Andrian Habibi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini