Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
Meskipun sebagian elite Golkar terkesan menyambut kemungkinan bergabungnya Jokowi, namun pernyataan mereka juga menyiratkan sikap waspada. Seandainya skenario ini betul-betul terwujud, boleh dikata Golkar kembali takluk oleh strategi Jokowi.
Isu tentang koalisi besar tampaknya sengaja dibocorkan untuk melihat bagaimana reaksi berbagai pihak. Apabila agenda ini riil, maka tidakkah ini sama saja dengan rencana mengembalikan Indonesia ke masa Orde Baru ketika satu orang mengendalikan semuanya? Bayang-bayang hitam membayangi kita semua.
Dalam urusan kekuasaan, puasa memiliki relevansi yang tidak kalah penting. Bila kehidupan individu saja diperintahkan untuk jeda dari hal-hal yang dalam keadaan biasa diperbolehkan, apa lagi untuk urusan kekuasaan yang dalam bulan-bulan biasapun umumnya menyerempet hal-hal yang dianggap tidak etis. Apalagi saat berpuasa, maka jeda dari praktik-praktik kekuasaan yang tidak patut secara legalistik maupun etik semestinya dijalankan.
Sampai kapan pemerintahan Prabowo, jika ia dilantik sebagai presiden, akan berada dalam bayang-bayang Jokowi hanya karena Gibran menjadi wapresnya? Hingga masa jabatannya berakhir lima tahun? Situasi ini berpotensi berkembang menjadi tidak mudah bagi Prabowo untuk mengambil keputusan dari sudut pandangnya sendiri tanpa bayang-bayang Jokowi.
Mungkinkah pertemuan Jokowi dan Surya Paloh merupakan langkah menuju rekonsiliasi yang sama-sama menguntungkan elite politik? Apakah sejarah yang terjadi antara Prabowo dan Jokowi akan berulang? Akankah suara rakyat hanya dijadikan kuda tunggangan?
Modal penting bagi pemerintahan yang akan terbentuk nanti ialah keterpilihan yang terlegitimasi karena dilaksanakan secara jujur adil. Legitimasi hanya dapat diperoleh apabila rakyat memiliki kepercayaan yang sangat tinggi terhadap kejujuran dan keadilan seluruh proses pemilihan umum sejak awal hingga akhir
Akankah sejarah pilpres 2019 berulang ketika kompetitor yang kalah memilih bergabung dengan si pemenang? Ia yang tega meninggalkan rakyat dan jeri menjadi oposisi.
Kinilah saatnya kita sebagai rakyat memberi pelajaran terbaik kepada politisi agar mereka tidak seenaknya memperlakukan rakyat bak mainan. Kita tunjukkan bahwa rakyatlah yang berdaulat dengan cara mendatangi Tempat Pemungutan Suara dan menggunakan hak pilih sesuai nalar sehat dan suara nurani kita, lupakan bujuk rayu dan janji-janji para politisi.
Dirty Vote bukanlah film yang dibuat untuk meruntuhkan legitimasi pihak yang merasa kemenangannya sudah dekat, tapi film ini menunjukkan bahwa potensi kemenangan itu justru diruntuhkan sendiri, setidaknya secara moral, oleh [pihak yang merasa jadi] calon pemenang.
Seruan Prabowo itu akan sangat didengar dan dihargai oleh khalayak seandainya ia dapat memulai dari dirinya sendiri saat memilih pendamping untuk maju ke perhelatan Pilpres 2024. Situasinya menjadi ironis ketika seruan agar sistem meritokrasi dikedepankan baru digaungkan justru menjelang hari pemungutan suara.
Lembaga survei yang tidak memiliki integritas sangat baik akan berusaha membingkai persepsi masyarakat sehingga calon pemilih yang tidak mandiri dalam mengambil keputusan politik akan terpengaruh dan terdorong untuk memilih capres yang diunggulkan oleh hasil survei.
Calon pemimpin mesti memiliki kesadaran diri yang tinggi sehingga mampu mengukur kelayakan dirinya untuk memimpin bangsa. Jika ia menilai diri sendiri secara berlebihan, ia bukan saja jadi narsistik, tapi tindakannya berpotensi menjerumuskan bangsa ke dalam kesulitan.
Respon pejabat negara yang menganggap suara kritis para guru besar itu sebagai partisan dan diorkestrasi pertanda mereka tidak peka terhadap kegelisahan rakyat banyak. Begitu pula, jawaban normatif Presiden Jokowi pertanda menurunnya kepekaan pemimpin terhadap keresahan rakyatnya.
Ada Malin Kundang yang lompat partai karena tidak dicalegkan lagi, ada Malin Kundang yang bergabung dengan partai lawan karena diiming-imingi ‘naik jabatan’, ada juga Malin Kundang yang melompat ke perahu sekoci karena ia melihat tanda-tanda kapal yang selama ini ia tumpangi hendak karam
Pemilihan presiden tahun ini memeras energi dan akal. Untuk meraih kemenangan segala macam cara ditempuh. Akal sehat dipaksa berpikir untuk menemukan celah-celah dalam aturan agar seorang calon bisa lolos.
Bagi para pemburu kekuasaan, menjadi negarawan bukanlah atribut yang menarik. Secara moral, atribut negarawan memang terkesan bergengsi, namun bagi para pemburu kekuasaan, secara praktis atribut ini dianggap tidak memiliki kekuataan apapun untuk menegakkan kekuasaan.
Publikasi hasil survei mulai mengkhawatirkan elite partai, yang di satu sisi tidak memercayai sepenuhnya hasil survei lembaga swasta, namun mencemaskan pengaruhnya terhadap masyarakat umum. Pertempuran psikologis lewat publikasi hasil survei memang tak terhindarkan. Ini sudah menjurus pada permainan persepsi ketimbang publikasi objektif hasil survei.
Debat tentang etika politik dan etika kenegaraan di antara para elite pada akhirnya jatuh pada upaya saling mempermalukan satu sama lain di hadapan masyarakat. Publik tidak memperoleh manfaat lebih dari debat tersebut, sementara itu sikap dan perilaku para elite pun tidak akan berubah.
Tanpa kecerdasan emosional yang baik, kepemimpinan seseorang berpotensi mendatangkan hal-hal yang kurang baik bagi masyarakatnya, termasuk mengancam kelangsungan demokrasi yang sehat.
Prabowo tampil seakan-akan sebagai wakil pengemban kebijakan Jokowi, dan karena itu terlihat tidak otentik. Sementara itu, Ganjar sempat melancarkan serangan terbatas kepada Prabowo, walau secara tersirat kepada pemerintahan Jokowi dengan gaya kikuk dan kurang lepas. Mereka berdua tersandera oleh Jokowi?
Pernyataan Prabowo untuk merangkul semua kekuatan politik apabila ia memenangi pilpres 2024 bukan keputusan yang arif apabila ini berarti semua partai diberi tempat di pemerintahan. Langkah ini mengabaikan bagaimana demokrasi yang sehat seharusnya bekerja.
Warga yang tidak cukup sadar politik dan tidak cukup melek-survei akan relatif lebih mudah terperangkap oleh jebakan hasil survei. Repotnya ialah bila hasil survei itu dipublikasikan oleh lembaga yang kurang kredibel atau memiliki konflik kepentingan karena juga bertindak sebagai konsultan politik.
Ketika seorang capres dan/atau cawapres enggan menghadiri ataupun menghindar untuk hadir dalam forum debat publik, maka ia telah menyingkapkan jatidirinya sendiri. Ia telah mempertontonkan kepada masyarakat luas seperti apa kualitas kepribadian dirinya. Bila karena ketidakhadirannya dalam forum tersebut, masyarakat lantas meragukan kapasitas dan kompetensinya dalam membuat kebijakan publik, maka masyarakat telah bersikap adil.
Presiden akan sangat kuat, bahkan lebih kuat dibandingkan sekarang, karena mayoritas elite politik di tingkat pusat akan berdiri di samping presiden. Sentralisasi kekuasaan di tangan presiden berpotensi mengulangi sejarah masa lampau yang telah kita coba koreksi agar tidak terulang kembali.
Aturan baru debat cawapres akan mereduksi hak rakyat untuk menilai kapasitas dan kemampuan setiap cawapres secara mandiri: bagaimana ia menjawab pertanyaan panelis maupun membalas kritik dari cawapres lain. Perubahan aturan ini juga mendatangkan pertanyaan: apakah kemandirian KPU semakin berkurang? Bagaimana kemudian legitimasi hasil pilpres nanti?
Ketundukan akademisi kepada kekuasaan ini merupakan tantangan besar yang dihadapi masyarakat kita pada saat ini. Ketika masyarakat membutuhkan panduan para akademisi agar mampu menempuh jalan yang benar di tengah ketidakpastian, sebagian akademisi justru memilih untuk berpihak dan mendukung kekuasaan dengan mengorbankan integritas keilmuan dan kebebasan akademik.
Debat antar capres maupun antar cawapres ini bukan urusan para calon semata, melainkan ini merupakan hak rakyat yang wajib dipenuhi. Janganlah rakyat dipaksa untuk memilih kucing dalam karung.
Tanpa memiliki kesadaran sejarah bangsanya, seorang anak muda masa kini tidak akan mampu memahami keadaan masa sekarang dengan jauh lebih baik. Tanpa berbekal kesadaran sejarah, seorang pemimpin masyarakat tidak akan mampu menyimpulkan bahwa situasi masa lampau yang buruk itu tidak boleh terulang kembali saat ini. Ia akan jadi pemimpin yang kebingungan.
Publik bertanya-tanya: Jokowi masih anggota PDI-P atau tidak lagi? Kejelasan posisi PDI-P dalam relasinya dengan Jokowi akan menjadi lebih terang setelah pilpres dan pileg digelar. Keseimbangan baru akan terbentuk dan ini akan dipengaruhi oleh hasil pilpres dan pileg nanti. Mungkin saja yang sekarang berseteru akan berhepi-ria bersama setelah pilpres nanti. Namanya juga sama-sama elite, ngapain berseteru terus-terusan…>>
Gonjang-ganjing di MK dan KPK telah menjatuhkan ketua kedua institusi ini: Anwar Usman dan Firli Bahuri. Karena itu, peristiwa ini boleh disebut tragedi sekaligus ironi, bahwa kekacauan itu terjadi di institusi penjaga konstitusi dan pemberantasan korupsi, dan ironisnya telah menyebabkan ketuanya jatuh.