x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Terjebak Kerumunan Peristiwa

Beraneka peristiwa masuk ke dalam hidup kita lewat berbagai kanal dan membikin kita bingung. Kita ingin lepas dari kerumunan peristiwa yang menyesaki kepal

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Mendapat informasi dari Internet bagaikan mengambil air minum dari hidran.”

--Mitchell Kapor (Pebisnis, 1950-...)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Barangkali kita tidak selalu sadar bahwa agenda hidup kita kerap ditarik ke kanan dan ke kiri, ke depan ke belakang, oleh beragam kejadian yang teksnya, gambarnya, videonya setiap saat memasuki hidup kita. Televisi tidak lagi begitu menarik. Gawailah pintu masuk yang kita sendiri membukanya, mempersilakan teks, gambar, dan video memasuki rumah privat kita.

Dulu, ketika stasiun televisi hanya satu, TVRI, kita menonton layar yang sama: Dunia dalam Berita bersama Anita Rachman dan Idrus, film tentang anjing hebat Rin Tin-Tin, atau ruang khusus iklan bertajuk Mana Suka Siaran Niaga. Kita bosan dengan keseragaman, lalu menghendaki keragaman, maka muncullah stasiun-stasiun teve baru. Di era pasca Orde Baru, internet menyerbu ke dalam kehidupan kita dengan lebih dahsyat. Apa yang diproduksi stasiun teve dapat diproduksi oleh banyak orang—sendiri atau berkelompok. Kanal-kanal yang semula tak ada kini menganga, mengalirkan gelombang dahsyat informasi.

Ketika banjir data dan informasi mengalir setiap detik, kita mulai kebingungan. Kita membuka pintu lebar-lebar meskipun tidak semua data dan informasi kita perlukan. Otak kita kelebihan beban untuk mencerna semua yang masuk. Mana yang palsu, mana yang benar, mana yang rekayasa, mana yang menyesatkan, mana yang pura-pura—otak kita dipaksa bekerja dan seringkali kelelahan untuk mampu menyaringnya dengan benar. Peristiwa demi peristiwa dilaporkan, bukan lagi hanya oleh para jurnalis tapi siapapun bisa melakukannya—memproduksi informasi tanpa memahami kaidahnya.

Begitulah, kita hidup di tengah-tengah kerumunan peristiwa. Belum lagi satu peristiwa tecerna dengan baik, muncul peristiwa lain—berkerumun lalu pecah dan berganti dengan yang lain. Peristiwa-peristiwa itu berlalu lalang di hadapan kita bagai lampu flash yang menyala-mati berulang-ulang: menyilaukan mata, membuat kita berpaling, menggoda kita untuk memperhatikan sejenak, untuk kemudian kita tidak mendapati apa-apa yang bermakna, tapi benak telanjur sesak. Rasanya, begitu banyak waktu 24 jam kita yang disesaki oleh peristiwa yang datang tanpa permisi dan mendesak-desak minta perhatian.

Banyak kerumunan peristiwa ini berasal dari jenis yang punya kecenderungan menggembosi spirit kita, semangat kita, dan harapan kita bahwa masyarakat akan tumbuh semakin baik. Rumor, kasak-kusuk, fitnah, kebencian, kekerasan. Kerumunan peristiwa ini menggerus secara perlahan-lahan keyakinan kita bahwa masyarakat dapat dan akan tumbuh semakin dewasa. Peristiwa-peristiwa itu bagaikan ‘post-it’ yang ditempel satu per satu di jidat kita: “Seperti ini lho kamu, ini lho kamu, ini lho kamu.....”

Sayangnya, post-it itu menyampaikan pesan negatif yang pelan-pelan menancap dalam kesadaran kita. “Masyarakat kita memang sudah begini kok, mau apa lagi?” Negative message berevolusi menjadi negative mindset dan kemudian menjadikan peristiwa-peristiwa itu sebagai sesuatu yang lumrah dan menenggelamkan peristiwa-peristiwa positif yang barangkali tidak ingar-bingar. Lahirlah normalitas baru yang sejatinya lebih mundur dibanding sebelumnya—caci maki dianggap biasa, kekerasan dianggap banal.

Bagaimana cara kita melepaskan diri dari kerumunan peristiwa yang tidak inspiratif ini? Dalam manajemen, orang banyak mendiskusikan perihal crowdsourcing—mengambil inspirasi berupa ide-ide kreatif dari berbagai sumber. Dengan ide-ide semacam ini, di saat hari mulai larut malampun, bila nglembur, semangat kita bisa jadi masih ‘semangat pagi’. Tapi bagaimana melepaskan diri dari jeratan dan jebakan pesan-pesan negatif yang ditebarkan kerumunan peristiwa?

Menyaring merupakan saran konvensional yang masih ampuh untuk dipraktikkan agar kita bisa lepas dari peristiwa yang berseliweran tanpa jeda. Alangkah sayangnya jika benak kita yang satu ini dipaksa menampung semua peristiwa yang dengan cepat berganti. Pilih yang berarti dan kita perlukan, ambil sarinya, dan buang sisanya. Mengapa kita harus bersitegang dengan kawan hanya karena membicarakan pertarungan kicauan antar selebritas atau politikus dan para pendukungnya? Masih banyak ide positif yang baik bagi orang-orang sekeliling kita, mengapa tidak fokus pada kebaikan, berbagi bersama?

Mungkin ada yang bilang, “Wah kamu ketinggalan kereta! Masak isu rame kaya begitu kamu gak tahu!” Saya pikir, tak apa kita ketinggalan kereta, bila kita tahu kereta itu akan mengantarkan kita ke tujuan yang antah-berantah: bak dilempar ke angkasa tanpa gravitasi bumi! (Foto: tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler