PADA disabilitas hambatan mendengar, penterjemah bahasa isyarat adalah aksesibilitas yang paling dibutuhkan untuk memangkas hambatan mereka.
Berdasarkan data dari World Health Organisation (WHO), saat ini di dunia populasi orang dengan disabilitas ada 15%, artinya semilyar lebih orang hidup dengan disabilitas. Ada disabilitas yang mengalami hambatan berjalan, hambatan mendengar, hambatan berkonsentrasi dan hambatan melihat.
“Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk Penyandang Disabilitas guna mewujudkan Kesamaan Kesempatan,” UUD No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
Di Indonesia, ada dua jenis bahasa isyarat yang digunakan penterjemah untuk berkomunikasi dengan disabilitas hambatan mendengar, BISINDO dan SIBI. Contoh ketersediaan akses penterjemah bisa kita saksiakan pada stasiun tivi yang sudah mengusung tema inklusif, mereka menyediakan penterjemah bahasa isyarat pada setiap tayangan.
Penterjemah BISINDO (ASB)
Feri Naldi selaku ketua DPD Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (GERKATIN) Sumbar juga mengatakan “Metode akses untuk berkomunikasi dengan disabilitas yang mengalami hambatan mendengar dan berbicara, masih banyak yang harus dibenahi. Contohnya pada Pengurangan Risiko Bencana (PRB), sampai saat ini belum ada akses alaram peringatan bahaya bagi hambatan mendengar. Mau sekeras apapun bunyi alaram tsunami atau gempa, kami tidak akan mendengarnya, karena kami tidak mendengar!”
Di Indonesia sendiri masyarakat memang sudah harus menghargai keberadaan dan memahami cara berkomunikasi dengan disabilitas. Jangan ragu juga untuk berkomunikasi dan mengkampanyekan hak-hak disabilitas, UUD NO 8 Tahun 2016 menjadi payung hukum kegiatan.
Ikuti tulisan menarik Adi Prima lainnya di sini.