x

Dua anak-anka bermain balon sabun saat berada di kamp pengungsian di desa Saguiran, Lanao Del Sur, Filipina, 10 Juni 2017. REUTERS/Romeo Ranoco.

Iklan

pormadi simbolon

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Teori Generasi dan Pembentukan Karakter Anak

Pada hakekatnya anak adalah merupakan pribadi hasil pembentukan zamannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dewasa ini, tidak sedikit orang tua mengeluh bahwa anak-anak jaman sekarang tidak memiliki karakter tanggung jawab,  cenderung egois dan kurang daya juang, kurang toleran, mental kerupuk, instan, suka membangkang, menentang, susah diatur, kurang mandiri, kurang menghormati orang tua (kurang sopan) dan lain sebagainya.

Tak jarang mereka menyalahkan pola pendidikan di sekolah dan gaya hidup kebanyakan masyarakat yang serba digital dan mewah. Orang tua kadang menjadi keras dalam menerapkan disiplin atau aturan dalam kehidupan keluarga, yang belum tentu manjur dalam pendidikan anak.

Reaksi orang tua yang demikian tidak sepenuhnya salah. Ada beberapa faktor yang dapat merusak pertumbuhkembangan diri anak. Perusak pertumbuhkembangan diri anak antara lain adalah siaran televisi. Banyak program televisi di Indonesia yang menjadi tontonan keluarga kerap kali kurang mendidik. Ada sinetron dan reality show tertentu yang mempertontonkan kurang sopan kepada orang yang lebih tua dan tidak toleran terhadap etnis dan agama yang berbeda.

Yang lebih parah lagi, lingkungan pendidikan sekolah sudah dirasuki tindakan kekerasan, bibit intoleransi dan radikalis. Ada guru TK mengajarkan radikalisme kepada anak sejak usia dini yang disebut dengan “tepuk anak sholeh”. Anak-anak diajarkan saling menepuk tangannya dengan slogan-slogan yang diucapkan bersama-sama “Muslim Yes, Kafir No”. Ini sangat merusak kebersamaan dalam masyarakat majemuk.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada hakekatnya anak adalah merupakan pribadi hasil pembentukan zamannya. Anak yang lahir pada tahun empat puluhan sampai dengan tahun enam puluhan pasti berbeda dengan anak yang dilahirkan pada tahun delapan puluhan sampai dengan sembilan puluhan. Anak yang lahir pada tahun empat puluhan sampai dengan tahun enam puluhan akan merasa lebih memiliki karakter tanggung jawab dibadingkan dengan anak yang dilahirkan pada tahun delapan puluhan sampai dengan Sembilan puluhan

Teori Generasi

Dalam teori generasi (Generation Theory) yang dikemukakan Graeme Codrington & Sue Grant-Marshall, Penguin, (2004) dibedakan 5 generasi manusia berdasarkan tahun kelahirannya, yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964; (2) Generasi X, lahir 1965-1980; (3) Generasi Y, lahir 1981-1994, sering disebut generasi millennial; (4) Generasi Z, lahir 1995-2010 (disebut juga iGeneration, GenerasiNet, Generasi Internet). DAN (5) Generasi Alpha, lahir 2011-2025. Kelima generasi tersebut memiliki perbedaan pertumbuhkembangan kepribadian.

Menurut teori generasi, generasi Baby Boomer (BB) yang lahir 1946-1964 dan sekarang berusia 50-an tahun adalah generasi dengan pribadi yang lebih bertanggung jawab. Pada kenyataannya dari kecil mereka sudah diberi tanggung-jawab seperti menjaga adik, memasak air, membersihkan rumah dan lain sebagainya. Hasilnya, mereka selalu bekerja dengan penuh tanggung jawab. Namun di mata generasi muda sekarang ini, mereka dipandang sebagai pribadi yang memiliki sifat menunggu perintah, mesti semua sesuai dengan aturan, sensitif, mudah tersinggung, pelupa, bawel dan gagap teknologi.

Generasi berikutnya Generasi X (Gen-X), kelahiran1965-1980 dan sekarang berusia 35-40-an. Generasi ini kerap dipandang memiliki kepribadian kerja keras, patuh pada orang tua, menghargai senior, memiliki jiwa sosial, tidak boros, pantang menyerah. Dilihat dari tahun kelahirannya, mereka memiliki orang tua yang termasuk Generasi BB. Pola mendidik anak pun masih ada kesamaan dengan generasi BB, yaitu dengan disiplin yang keras. Dengan didikan demikian, anak-anak mereka pun memiliki sikap tanggung jawab. Ketika mereka diserahi tugas apapun, dia akan mengerjakannya.

Generasi Y (Gen-Y) lahir 1981-1994 dan sekarang berusia 23-30-an tahun. Keadaan ekonomi orang tuanya sudah lebih baik. Kedua orang tua bekerja di luar rumah. Anak-anak yang lahir pada tahun ini kerap dicap memiliki ego-tinggi, individual, tidak suka diceramahi, suka menunda pekerjaan, kapan butuh baru dikerjakan, tergesa-gesa, cuek, menekankan ego, kurang disiplin, boros, pendapatan yang diperoleh lebih banyak dari hobi, ingin bebas dari orang tua dan suka memilih (membandingkan). Pada umumnya, anak generasi Y kurang mendapatkan latihan tanggung jawab yang berakibat mereka kurang memiliki tanggung jawab, suka yang serba instan, dan praktis.

Generasi Z (Gen Z), lahir 1995-2010 dan sekarang berusia 7-20-an tahun. Mereka ini kerap disebut juga iGeneration, Generasi Net, Generasi Internet. Orang tuanya adalah generasi X dan Y.

Generasi Alpha (Gen-A), lahir 2011-2025 dan sekarang masih berusia anak-anak. Generasi Alpa memiliki orang tua dari generasi Z, yang pola hidupnya sudah dipengaruhi oleh kemajuan teknologi (gadget). Pengasuhan dibantu oleh asisten Rumah Tangga. Dampaknya, terbentuklah anak-anak kerap kali harus minta dibantu, hampir tidak pernah mendapat latihan tanggung jawab. Pribadi Generasi Alpha terbentuk menjadi anak manja, daya juang kurang, cepat menyerah.

Berawal dalam keluarga

Dari teori generasi di atas, kita dapat berpendapat bahwa pola pembentukan kepribadian anak-anak tidak sepenuhnya merupakan kesalahan orang tua, pendidikan di sekolah dan masyarakat. Perkembangan zaman, teknologi informasi dan ilmu pengetahuan juga mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan karakter keperibadian seseorang. Pembentukan karakter pribadi seseorang pada tahun empat puluhan tidak sekompleks pembentukan pribadi anak di jaman sekarang.

Namun yang paling mendasar diketahui dari teori generasi tersebut adalah bahwa semua pertumbuhan karakter positif seseorang berawal dari dalam keluarga, di mana anak memulai kehidupannya sebagai bayi, bahkan sejak dalam kandungan. Demikian pula halnya masalah iman atau agama seseorang. Kualitas kehidupan iman atau kehidupan keagamaan seseorang bermula dalam keluarga. Kualitas keluarga menentukan kualitas iman atau agama setiap anak-anak yang lahir di dalam keluarga tersebut. Bila keluarga kacau, maka kepribadian anak pun sangat mungkin akan menjadi kacau.

Pertumbuhkembangan diri anak bisa diibaratkan dengan benih. Setiap anak membawa potensi nilai-nilai yang baik dan yang buruk di dalam dirinya untuk berkembang. Namun potensi tersebut berkembang dan bertumbuh sesuai dengan kualitas tanah dan lingkungan sekitarnya. Konten siaran televisi harus diawasi. Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat harus kondusif dalam pembentukan karakter anak.

Yang kerap terjadi di lingkungan sekitaran akadalah kurangnya model atau keteladanan dalam keluarga. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah harus mengupayakan adanya model atau keteladanan atas “nilai-nilai” bagi anak-anak di rumah, sekolah dan masyarakat. Kalau anak sering melihat orang tuanya berdoa, bertanggung jawab atas ekonomi keluarga, membaca Kitab Suci, menolong orang lain, mendengar dengan penuh kasih sayang, menghargai perbedaan – maka anak-anak akan menjadi pribadi yang baik, yang toleran, bertanggung jawab, saleh dan beriman/beragama.

Yang kedua, orang tua, sekolah, masyarakat dan pemerintah perlu melakukan pola pendidikan anak yang memotivasi dan mendorong agar anak-anak melakukan hal-hal baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pola pendidikan itu dipraktekkan bersama di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk melakukan hal-hal yang baik, yang bermanfaat (seperti perilaku sopan, taat aturan, berdoa sebelum/sesudah tidur, sebelum/sesudah makan, menolong sesama, dan lain sebagainya. Anak-anak harus mendapat pengalaman langsung atas praktek perbuatan “nilai” tersebut. Misalnya, membersihkan kamar mandi, membereskan tempat tidur, membuang sampah pada tempatnya, mengunjungi dan memperkenalkan rumah ibadat agama lain,  dan lain sebagainya. Perbuatan dan pengalaman langsung akan lebih bermakna dan berdampak baik daripada memasukkan seribu kata atau nasehat kepada anak-anak.

 

Oleh: Pormadi Simbolon

Penulis pemerhati pendidikan anak, ASN Kemenag

 

 

Ikuti tulisan menarik pormadi simbolon lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB