Asian Games ke-18; Dialektika Baru Narasi Kebangsaan

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Asian Games menjadi bukti dialektika baru narasi kebangsaan Indonesia. Jangan nyinyir kepada negara

Hingga malam ini, 27 Agustus 2018, Kontingen Indonesia telah menorah 22 medali emas di ajang Asian Games ke-18. Sungguh, ini prestasi yang membanggakan. Sebagai tuan rumah, Indonesia ditargetkan meraih 16-20 medali emas, dan bisa berada di petingkat 10 besar Asia. Tapi faktanya, hari ini “target” itu sudah dibayar lunas sebelum Asian Games usai. Sekali lagi, ini prestasi yang luar biasa. Semua atlet dan bangsa Indonesia bekerja keras untuk berprestasi. Bahkan medali emas pun akan terus bertambah lagi… Indonesia hebat!!!

 

Bahkan sepanjang sejarah bangsa ini tampil di ajang Asian Games, sisa jadi, ini kali pertama Indonesia bisa menembus target yang ditetapkan. Kali pertama bisa meraih medali emas terbanyak sepanjang ikut serta di Asian Games. Bahkan kali pertama, menjadi tuan rumah dengan “opening ceremony” yang keren dan mendapat sanjungan dari berbagai Negara.

 

Asian Games ke-18 terbukti mampu mendongkrak dialektika “baru” narasi kebangsaan Indonesia, yang kini mendapat “tantangan berat” di tengah perhelatan pilpres dan pileg tahun 2019 nanti, di tengah tahun politik yang penuh “prasangka”. Melalui olahraga dan Asian Games, seharusnya bangsa ini harus tetap mampu menjaga objektivitas. Selalu mengedepankan kepentingan bangsa, memberi apresiasi atas raihan prestasi yang ditorehkan di Asian Games ke-18. Bukan malah nyinyir, mencaci-maki dengan penuh prasangka buruk. Memangnya, siapa yang harus kita bela kalau bukan bangsa kita sendiri?

 

Memang tidak dapat dipungkiri. Apapun prestasi Indonesia di Asian Games kali ini, tetap akan diwarnai “dua bahasa”. Yaitu, bahasa positif atau bahasa negatif. Semua itu tergantung pada siapa, dan apa cara pikirnya tentang bangsa ini?

 

Jika dilihat dari bahasa positif, maka akan keluar komentar “Luar biasa bangsa Indonesia. Kita gak hanya mampu menjadi tuan rumah dengan opening ceremony Asian Games yang keren. Tapi torehan medali emas yang melebih target adalah bukti prestasi Indonesia.”

 

Tapi lain halnya dari bahasa negatif, komentarnya bernada “Pantaslah dapat medali emas, kan kita tuan rumah. Udah jadi tuan rumah, kok gak berprestasi. Uang Asian Games kan boleh ngutang. Openingnya juga cuma buat pencitraan. Apa kata dunia?”

 

Apapun komentar, memasng sah-sah saja. Tapi penting untuk diketahui, prestasi olahraga atlet Indonesia di ajang Asian Games pun harus diapresiasi. Mereka berlatih dan berjuang keras untuk mengharumkan nama bangsanya di kawasan Asia. Terus bila masih dipandang buruk, apa salah mereka? Bukankah kita yang berdasar atas sentimen, sehingga terlalu pandai mencari kelemahan dan kesalahan bangsanya sendiri. Sungguh, tidak realistis.

 

Kita sangat boleh, menyangkal kerja keras bangsa ini dalam beberapa hal. Tapi di saat yang sama, kita pun harus mengakui capaian yang sudah ditempuh bangsa yang kita cintai. Bahkan khusus di Asian Games, prestasi yang sudah ditorehkan bangsa Indonesia adalah sebuah capaian yang luar biasa. Sangat luar biasa, terlepas dari suka atau tidak sukanya kita kepada pemimpinnya. Olahraga pasti objektif, lalu mengapa kita bertahan untuk tidak objektif?

 

Banyak orang di bangsa ini, bilang “gak boleh nyinyir” dalam hal apapun. Tapi di saat yang sama, orang-orang itu pula yang setiap hari hidupnya dalam keadaan “nyinyir”. Lihat saja di komen-komen mereka di media sosial. Merekalah orang-orang yang menganggap “nyinyir” sebagai penyakit. Tapi di diri mereka pula “penyakir nyinyir” gak bisa disembuhkan. Anehnya lagi, mereka berteriak, orang lain yang hidupnya nyinyir.

 

Jadi sangat tegas. Bila hari ini masih ada, orang-orang yang berkomentar negatif tentang Asian Games dan prestasi medali emas atlet-atlet kita di setiap perlombaan. Sudah pasti, merekalah “musuh dalam selimut” yang patut disadarkan. Sama sekali tidak realistis, dan hanya mampu bisa melihat “prestasi bangsanya” sebagai lawan, sebagai musuh.

 

Entah, apa yang salah?

Melihat bangsanya berprestasi di Asian Games saja masih nyinyir. Bahkan berkomentar untuk menimbulkan kegaduhan baru, penuh apriori dan menafikkan capaian bangsanya sendiri. Mereka sudah tidak objektif, makin tidak mampu membedakan prestasi dan ketidaksukaan terhadap pemimpinnya. Wajar bila perilakunya hanya dirasuki kebencian, hujatan, dan cacian. Pemimpin yang bukan pilihannya, harus selalu salah dan sama sekali tidak boleh berprestasi. Aneh.

 

Ketika nyinyir di atas realitas dan objektivitas. Maka sudah dapat dipastikan, mereka tidak akan pernah mengakui prestasi dan raihan bangsanya sendiri. Prinsip mereka sederhana, bangsa Indoneisa tidak boleh maju di tangan orang yang bukan pilihannya. Hati mereka terlampau diselimuti rasa benci dan dendam kesumat sehingga tidak akan mampu melihat terang kebaikan.

 

Sudah pasti. Bahwa pembangunan di Indonesia belum meluas dan belum merata. Itulah tantangan yang harus kita hadapi bersama sebagai bangsa. Semua itu butuh waktu, butuh proses. Agak lucu saja, bila kita ingin bangsanya maju. Tapi “aura” yang didengungkan justru isu kegagalan, isu ketidakbecusan. Kita harus sepakat, maju tidaknya bangsa Indonesia itu bukankarena komentar kita. Tapi kerja keras dan kontribusi kita untuk memajukan bangsa ini? Apa sumbangsih kita kemaslahatan bangsa Indonesia? Kita teriak-teriak dan deklarasi sana-sini untuk “bangkit” tapi kita sendiri tidak berbuat apa-apa? Aneh lagi ….

 

Bila kita “lawan politik”, maka tetaplah objektif dalam melihat realitas. Bukan menebar isu yang tidak relevan, mencari-cari kelemahan pemimpinnya. Bila kita “pendukungnya” pun bukan berarti harus membela mati-matian. Orang yang mendukung pun harus mengkritik dan mengoreksi agar bisa lebih baik. Tapi apapun posisinya, apapun alasannya. Bukan berarti, kita harus “kehilangan semangat” untuk tetap membangun bangsa ini, memberi prestasi dan kontribusi untuk bangsa ini.

 

Sungguh, Asian Games ke-18 telah menyuguhkan “tontonan” baru bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang hebat, bangsa yang kompetitif. Kita harus bangga terhadap bangsa kita sendiri. Bukan sebaliknya. Biar bagaimanapun, Asian Games di Indonesia kali ini telah menghadirkan “dialektika sejuk” narasi kebangsaaan kita yang sempat terkoyak.

 

Jadi, Asian Games ke-18 adalah milik kita, milik bangsa Indonesia.

Maka siapapun kita, pegiat media sosial, pendidik, politisi, orang partai atau penggila eksistensi. Mari kita tebarkan aura positif dalam melihat bangsa Indonesia. Didiklah anak-anak kita, rekan-rekan kita untuk tetap mencintai bangsa ini dengan cara sederhana. Bukan malah bikin gaduh, dan menebar prasangka buruk kepada bangsanya kepada pemimpinnya.

 

Karena di Asian Games. Sama sekali gak penting capresnya siapa, tagarnya apa, partainya apa, dan idolanya siapa? Tapi yang paling penting adalah “PERSATUAN INDONESIA”. Agar atlet-atlet kita yang berjuang sekuat tenaga dapat memberikan kado terbaik untuk bangsanya, untuk kita semua …. Maju terus atlet dan bangsa Indonesia, jangan kasih kendor. Karena siapa kita? KITA adalah INDONESIA ... ketahuilah, pikiran baik dan positif itu sangat pantas ada di bumi Indonesia…. #AsianGames2018 #TGS #IndonesiaHebat

Bagikan Artikel Ini
img-content
mintardjo

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler