Di era globalisasi seperti sekarang, dunia seolah tidak lagi memilih batas antar satu negara dan negara lainnya. Arus komunikasi dan informasi yang menyebar dengan dinamis dan masif menyebabkan pertukaran budaya terjadi hampir setiap waktu. Di tengah dunia tanpa batas layaknya terjadi hari ini, dibutuhkan filter yang kokoh dan ketat untuk menyaring segala informasi dan budaya yang akan memasuki lini kehidupan, terutama generasi penerus bangsa.

Ada banyak manfaat tercipta dari globalisasi ini, dunia seolah transparan tak ada lagi yang dapat disembunyikan. Belahan dunia dapat bersinggungan dengan cepat dan relatif singkat dan simple sehingga dapat mempermudah kerja sama yang dapat membangun suatu negara. Akan tetapi, sudah menjadi hukum alam bahwasanya ada sisi hitam dan putih, begitu pula dengan globalisasi. Globalisasi bilamana tidak dicermati dengan bijak dan cerdas, akan lahir generasi penerus bangsa dengan identitas yang krisis. Bilamana hal ini terus dibiarkan, Pancasila nantinya hanya akan menjadi sekedar symbol negara tanpa adanya penghayatan dan pengamalan setiap butir-butirnya. Jika hal tersebut tejadi, maka Indonesia akan menjadi menjadi negara dengan masyarakat yang heterogen dan akan memegang sifat eksklusif pada setiap golongan yang ada.

 Lantas akan muncul sebuah pertanyaan baru, peran siapakah yang diperlukan dalam menjaga identitas bangsa? Atau bentuk penyaringan seperti apa yang kita perlukan dalam menyaring informasi atau budaya yang masuk melalui globalisasi? Sejatinya, diperlukan seluruh peran lapisan masyarakat dalam menjaga keutuhan identitas bangsa, serta penguatan substansi pada Pendidikan Pancasila agar telah tertanam sedari bangku Pendidikan bahwasanya Pancasila merupakan asas pemersatu bangsa yang juga identitas bangsa dan negara ini.

Ikuti tulisan menarik Bima Nur lainnya di sini.