x

Iklan

Hamzah Zhafiri Dicky

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rawan Pangan Hantui Dua Desa di Gunung Kidul

Setelah lebih dati 70 tahun merdeka, ternyata masih ada daerah yang rawan pangan di Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kedaulatan pangan adalah poros penting dalam keberlangsungan sebuah negara. Hampir tidak mungkin negara bisa berfungsi normal jika pangannya tidak terpenuhi. Karena jika kedaulatan pangan masih menjadi angan, sudah barang tentu rakyat tidak bisa makan, populasi tidak dapat berfungsi, dan semua lini kehidupan pun tidak berjalan.

Setelah hampir tiga perempat abad negara ini berdiri, nyatanya masih banyak daerah yang rawan dengan ketersediaan pangan. Ironisnya, lokasi yang rawan pangan bukanlah daerah kota atau urban yang memang tidak memiliki aset agrikultur. Melainkan justru desa yang warganya berprofesi sebagai petani.

Salah satunya terjadi di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Tegalrejo dan Watugajah di Kecamatan Gendangsari masih masuk kategori dewan rawan pangan. Dinas Pertanian dan Pangan terus berusaha agar kedua desa bisa maju sehingga terlepas dari predikat tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari 144 desa, tinggal Desa Tegalrejo dan Watugajah yang masuk dalam kategori rawan pangan.

Jumlah ini telah mengalami penurunan karena sebelumnya ada tujuh desa yang masuk kategori tersebut.

Penetapan desa rawan ada beberapa kriteria. Selain dilihat dari jumlah penduduk miskin di suatu desa, indikator juga mengacu pada tingkat konsumsi dan daya beli di masyarakat. Setelah dilakukan kajian, dua desa [Watugajah dan Tegalrejo] dinyatakan masih rawan pangan.

Penyelesaian masalah desa rawan pangan merupakan pekerjaan yang harus diselesaikan pemkab. Untuk pengentasan, sudah disiapkan berbagai program guna mendukung pengembangan di sektor ketahanan pangan di dua desa.

Target pemkab adalah nol desa rawan pangan sehingga dua desa bisa memiliki ketahanan pangan yang baik sehingga bisa keluar dari predikat rawan pangan.

Selain masalah penanggulangan di dua desa, desa-desa yang sudah terbebas dari rawan pangan akan terus dilakukan pendampingan agar tidak kembali lagi masuk ke predikat itu.

Total anggaran untuk penanggulangan kemiskinan mencapai Rp64,8 miliar telah disediakan pemkab. Selain Gedangsari dan Saptosari, ada kecamatan lain seperti Nglipar, Girisubo, Semin dan Playen masuk kategori miskin.

Hal ini pun disayangkan oleh salah seorang tokoh lokal di Yogyakarta, Bambang Soepijanto. Menurutnya, kedaulatan pangan semestinya menjadi keniscayaan bagi sebuah negara yang maju, bahkan sekalipun levelnya daerah dan desa. Sebelum bicara banyak tentang teknologi, industri, dan investasi, sudah semestinya produksi pangan kita mencukupi sebagai kebutuhan dasar.

Bambang Soepijanto yang kini tengah maju sebagai calon anggota DPD dapil DIY memiliki solusi unik tentang itu. Ia memiliki gagasan tentang pembangunan sinergi antara pertanian, peternakan, dan perhutanan sosial. Konsep ini membuat kesinambungan antara produksi pangan di sektor pertanian dan peternakan, serta pemanfaatan hasil hutan dalam perhutanan sosial.

Semua sinergi itu, menurut Bambang Soepijanto, akan dapat membangkitkan produksi pangan, meningkatkan pendapatan rakyat, serta tetap menjaga lingkungan yang harmonis bagi ruang hidup.

Bambang Soepijanto berjanji, dirinya akan berusaha mengimplementasi hal tersebut jika dirinya terpilih menjadi anggota DPD dapil DIY.

Ikuti tulisan menarik Hamzah Zhafiri Dicky lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB