Stop Rasisme dan Hargai Perbedaan Demi Keutuhan NKRI

Rabu, 21 Agustus 2019 15:03 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Papua
Iklan

Stop Rasisme dan Hargai Perbedaan Demi Keutuhan NKRI

Wajar kiranya apabila kita marah ketika martabat bangsa dilecehkan, namun ingat bukan berarti kita menganggap semua orang sama saja. Padahal setiap insan itu unik dan tidak bisa disamakan dengan sebuah objek, apalagi objek cacian yang tidak pantas.

Isu Rasis sebenarnya telah lama hilang di Nusantara, apalagi setelah munculnya konsep kota ramah HAM yang dicanangkan di beberapa wilayah di Indonesia. Sehingga perbedaan dan keberagaman tidak menjadi halangan untuk menjalin persatuan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tetapi isu tersebut kembali meruyak belakangan ini. Awalnya adalah sejumlah Ormas yang menggeruduk asrama mahasiswa Papua di kota Surabaya. Mereka bahkan berusaha masuk ke dalam asrama namun dicegah aparat keamanan yang berjaga di pagar asrama. Pemicu serbuan massa  disinyalir adanya isu bahwa mahasiswa Papua enggan mengibarkan bendera Merah Putih di halaman asrama. Massa Ormas kemudian melempari asrama mahasiswa dengan batu sembari mengeluarkan kalimat bernada rasis.

Ketua Dewan Adat Serui, Ones Wayoi menyayangkan kejadian yang dialami Mahasiswa Papua tersebut. Aksi (serbuan massa) tersebut jelas tidak sesuai dengan perilaku masyarakat yang faham akan norma adat dan agama. Dia mengatakan, Papua merupakan bagian dari NKRI. Sehingga kenapa harus ada aksi rasisme seperti itu? Jika Indonesia telah menjunjung tinggi nilai Pancasila, maka sudah sepatutnya masyarakat Papua tidak mendapatkan perlakuan seperti itu.

Jika kita pahami apa yang dilakukan oleh mahasiswa Papua di Asrama Papua yang berada di Surabaya, semestinya perlu dilakukan penanganan dan penindakan secara hukum, bukan penghakiman massa yang disaksikan oleh institusi negara dan direkam oleh wartawan tanpa koran.
Tindakan rasis yang dilakukan merupakan bentuk penghinaan dan penyangkalan terhadap harkat dan kemanusiaan yang jelas–jelas dilindungi oleh UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Berbagai komponen masyarakat sipil dimanapun berada, tentunya patut menunjukkan sikap menghargai eksistensi masing–masing etnis dan agama serta mendorong perilaku non diskriminatif dalam bentuk apapun. Seluruh komponen masyarakat sipil khususnya ormas dan organisasi kemahasiswaan tentu memiliki peran menyuarakan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi, bebas dari sikap rasis dan stigmatisasi terhadap mahasiswa atau siapapun sebagai wujud dari negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan keadilan.

Jika aksi perlakuan diskriminasi itu tidak segera dihentikan, tentu akan menimbulkan kebencian dan ketidakharmonisan di kalangan masyarakat di tanah Papua. Koordinator Lembaga Musyawarah Adat Teluk Saereri, David Rumansara menghimbau pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Walikota Surabaya dan segenap jajarannya untuk memberikan perlindungan kepada Mahasiswa asal Papua sebagai bagian dari warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sementara itu warga asli Bumi Papua yang tinggal di luar Papua sudah semestinya tidak terhasut ajakan melakukan aksi demo yang dapat mengganggu ketertiban masyarakat lokal. Permasalahan yang dialami mahasiswa Papua di Jawa Timur haruslah diselesaikan dengan cara–cara persuasif dan tidak dengan cara kekerasan.

Suara "Stop Rasisme" juga digaungkan oleh Ikatan Mahasiswa Papua Lampung (Ikmapal) yang meminta masyarakat tidak terprovokasi dan menghentikan segala tindakan rasis kepada sesama manusia dan anak bangsa Indonesia. Mereka menilai oknum yang mengatakan rasis tersebut haruslah ditahan karena terbukti telah melakukan pelanggaran HAM.

Di Lampung, Mahasiswa Asal Papua tidak merasakan dampak dari permasalahan tersebut dan semuanya berjalan normal–normal saja. Kepolisian juga telah datang menyatakan sikap dan menjamin para mahasiswa Papua dapat belajar menuntut Ilmu dengan aman.

Bahkan Walikota Bandar Lampung Herman HN juga pernah mengundang mahasiswa Papua untuk datang ke rumah dinasnya. Herman menyampaikan kepada para mahasiswa asal Papua tersebut atas terjaminnya keamanan mereka.

Hal seperti itu tentu patut dicontoh, sebagai bentuk penerapan semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang bermakna berbeda beda tetapi tetap satu jua. Perbedaan yang ada bukan berarti menjadi halangan untuk tetap menjaga persatuan, keberagaman yang ada sudah sepatutnya disyukuri, karena keberagaman merupakan kekayaan budaya yang belum tentu dimiliki oleh bangsa lain.

Stop Rasisme di bumi Pertiwi, warna kulit boleh berbeda, namun bukan berarti perbedaan harus menimbulkan luka.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler