x

Iklan

dwi ramadhan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Desember 2019

Selasa, 3 Desember 2019 08:09 WIB

Pemerintah dan Isu Radikalisme

Pemerintah dan isu Radikalisme Dwi Ramadhan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Belakangan ini isu radikalisme mencuat pasca dilantiknya Menteri Agama Fachrul Razi oleh presiden Joko Widodo, yang mana ia adalah seorang purnawirawan Jenderal TNI. Pada awal masa jabatannya ini Fachrul Razi memberikan wacana tentang pelarangan cadar dan celana cingkrang pada instansi pemerintah, ia mengatakan tujuan utama pelaranagan ini untuk keamanan. Sayangnya hal itu tidak terlebih dahulu dibahas, di defenisikan dengan detail dan jelas apa radilaisme itu. Tanpa adanya ketidak jelasan defenisi radikalisme ini, dan lalu tiba–tiba bicara soal cadar dan celana cingkrang, hal ini menimbulkan polemik dan kegaduhan di tengah masyarakat.

Banyak yang mengaitkan cadar dan celana cingkrang itu dengan radikalisme. Namun apa sebenarnya radikalisme itu? Radikalisme di Indonesia sendiri tidak memiliki defenisi yang jelas, sehingga radikalisme sering dikaitkan dengan agama tertentu. Di Indonesia kata radikalisme sering diidentikkan dengan agama Islam. Padahal dalam islam tidak pernah membenarkan yang namanya aksi terorisme.

Stigma radikal terhadap sorang muslim yang bercadar dan bercelana cingkrang terus di dengungkan, hal ini bermula dari kasus-kasus terorisme yang tertangkap secara kebetulan berpenampilan muslim. Akhirnya masyarakat menilai bahwa kelompok radikal adalah yang berpenampilan muslim yaitu bercadar dan bercelana cingkrang. Padahal penampilan seorang muslim yang bercadar maupun bercelana cingkrang hanyalah ekspresi keagamaan atau menjalankan perintah Allah dan Rasul, yang mana hal ini harusnya dilindungi karena merupakan hak pribadi seseorang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat ini sering terjadi kesalapahaman mengenai konsep islam yang sering dikaitkan dengan radikalisme. Sering dikaitkan antaracadar, celana cingkrang dan jenggot dengan radikalisme. Seharusnya kita jangan menilai seseorang dari tampilannya. Dan juga untuk masalah pakaian seseorang baik itu bercadar atau tidak celana cingkrang atau tidak, itu merupakan hak dan keyakinan masing–masing individu.

Radikalisme itu tercermin dari cara bepikir dan berperilaku, bukan pada bagaimana orang berpakaian. Maka tidak pas jika radikalisme di lihat dari bagaimana cara orang berpakaian, dan mengaitkannya dengan ajaran agama tertentu.

Dan juga saat ini ada pelarangan pemakaian cadar oleh sebuah lembaga pendidikan tinggi islam di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, karena dianggap sebagai gannguan dan dituduh menjadi benih munculnya aliran radikalisme dan terorisme. Hal ini tentu menjadi suatu keanehan dan bahkan sangat menyedihkan, sejauh ini tidak ada penelitian yang membuktikan bahwa mengenakan cadar berkaitan dengan tindakan kekerasan dan berpotensi menimbulkan keresahan ditengah masyarakat yang dapat mengancam keutuhan sebuah Negara.

Artinya penggunaan cadar di ruang publik, termasuk di sekolah dan perguruan tinggi adalah hak dalam menjalankan ajaran agama yang dijamin pancasila dan UUD 1945 sehingga sama sekali bukan ancaman bagi Negara kesatuan republic Indonesia. Pemakaian cadar juga tidak bisa dilarang karena terkait dengan masalah keyakinan seseorang, jika seperti itu hak seseorang sebagai warga negara menjadi hilang.

Radikalisme tidak ada kaitannya dengan agama manapun, apalagi salah satu agama, malah justru agama lah yang paling keras melawannya. Dalam islam istilah radikalisme begitupun ekstrimisme diartikan sebagai tathorruf atau ghuluw, artinya berlebih lebihan. Islam tidak pernah mengajarkan radikalisme, bahkan menentang. Islam merupakan agama yang damai, islam itu agama penuh rahmat bagi seluruh alam semesta. Bahkan lebih dari itu, islam melarang umatnya berbuat kekerasan bukan hanya sekedar pada manusia, namun juga kepada binatang. Jadi segala aksi radikalisme dan terorisme itu bukanlah Iislam, tapi merupakan oknum yang membajak islam untuk pembenaran aksinya.

Pemerintah juga harus cermat dan hati–hati dalam melontarkan pernyataan terkait radikalisme, pemerintah jangan sampai keliru menilai seseorang yang berada dalam basis agama sebagai bagian dari radikal. Malah hal ini bisa cenderung akan merugikan komunitas agama tertentu, yang kemudian juga berdampak pada tertekannya sebagian umat beragama karena nyaris semua hal yang yang disandingkan dengan radikalisme seakan akan bersumber dari ajaran sebuah agama.

Dalam mengambil sebuah keputusan atau kebijakan pemerintah juga harus mempertimbangkan terlebih dahulu dan memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya, dan dalam mengambil suatu masalah haruslah bijaksan agar tidak menimbulkan konfik di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Maka dari itu, perlu ada defenisi yang jelas tentang radikalisme itu, jika radikalisme disematkan pada agama atau kepada orang–orang yang menggunakan pakaian tertentu, tentu hal ini tidaklah benar. Karena pakaian hanya tampak bagian luarnya saja tapi soal pikiran dan tindakan belum pasti beraliran kekerasan.

Jika radikal adalah orang yang memaksakan kehendaknya kepada orang lain, apakah yang menggunakan cadar itu pernah memaksa orang lain untuk memakai cadar juga? 

Jika tidak ada defenisi yang jelas tentang radikalisme, maka akan berefek bias pada berbagai aspek. Terlebih selama ini radikalisme kerap dikaitkan dengan agama tertentu. Dan cenderung akan menjadi alat pihak yang kuat untuk memukul pihak yang lemah. Dengan membuat defenisi yang jelas soal radikalisme, maka pemerintah akan bisa menemukan cara yang efektif untuk memberantasnya.

Maka, untuk menghindari simpang siur pengertian makna radikalisme perlu adanya diskusi antara pemuka agama, menteri terkait, militer, dan kepolisian, termasuk para ahli dibidang hukum dan agama. Semua ini penting dilakukan demi untuk memastikan langkah kedepan bangsa Indonesia untuk mencapai kemajuan. Jika tidak istilah radikalisme ini akan merugikan satu pihak dan pada akhirnya menghambat laju pembangunan bangsa dan akan memcahbelah bangsa.

Dwi Ramadhan
Ilmu Administrasi Negara
UIN SUSKA RIAU

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik dwi ramadhan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu