Anggota DPP Front Pembela Islam, Amir Hasanudin tetap akan melaporkan pendakwah Ahmad Muwafiq atau Gus Muwafid ke Mabes Polri. Seperti disampaikan oleh kuasa hukumnya, Amir, Azis Yanuar, pihaknya akan menyiapkan berkas yang masih kurang.
“Perlu terjemahan. Soalnya pidatonya kan bahasa Jawa," kata Azis di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, 3 Desember 2019. Azis pun mengaku ia sudah langsung menghubungi penerjemah tersumpah yang paham bahasa Jawa.
Gus Muwafiq dilaporkan ke polisi karena dianggap menghina Nabi Muhammad SWA. Dalam potongan ceramahnya yang viral, Muwafiq mengisahkan tentang sisi kemanusiaan Nabi Muhammad di masa kecil. Soalnya, kata Gus Muwafid, kalau Nabi bersinar terang akan ketahuan oleh bala tentara musuh. Dalam ceramahnya, dia juga menyebut Nabi saat kecil “rembes” karena ikut kakeknya.
Baca juga:
Pelaku Pembunuh Jamaluddin Terdeteksi, Sang Hakim Ternyata Tangani Gugatan ke Jokowi
Menurut Aziz Yanuar, seperti yang disampaikan dalam dalam acara talkshow di TVOne, 3 Desember 2019, dalam permohonan maaf Gus Muwafid belum terlihat rasa penyesalan. Aziz juga menyatakan bahwa, Gus Muwafid belum mencabut pernyataannya.
Masalahnya, jika FPI tetap masalah ini ke jalur hukum akan menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama umat Islam. Berikut ini penjelasn Gus Muwafid, MUI dan pengurus GP Ansor yang seharusnya jadi pertimbangan.
1.Tak bermaksud menghina
Gus Muwafiq memberikan klarifikasi lewat video yang tersebar di media sosial. Gus Muwafiq menyatakan permohonan maaf atas ucapannya dalam ceramah tersebut. Berikut ini antara lain petikannya:
“Dengan senang hati saya banyak diingatkan oleh kaum muslimin dan warga bangsa Indonesia yang begitu cinta Rasulullah. Saya sangat mencintai Rasulullah…
Sesungguhnya itu adalah tantangan kita hari ini, bahwa milenial ini selalu berdiskusi dengan saya tentang dua hal tersebut. Saya yakin dengan seyakin-yakinnya nur Muhammad itu memancarkan sinar. Akan tetapi generasi sekarang banyak bertanya apakah sinarnya seperti sinar lampu? Dan semakin dijawab semakin tidak ada juntrungnya..
"Terkait dengan kalimat rembes, rembes itu dalam bahasa Jawa artinya punya umbel, tidak ada lain, bahasa saya rembes itu umbelan itu. Ini terkait juga dengan pertanyaan biasanya apakah anak yang ikut kakeknya.......karena kakek kan saking cintanya sama cucu sampai kadang cucunya apa-apa juga boleh.
Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, tidak ada maksud menghina. Mungkin hanya inilah cara Allah menegur agar ada lebih adab terhadap Rasulullah, dengan kalimat-kalimat yang sederhana, tetapi beberapa orang menganggap ini kalimat yang cukup berat. Pada seluruh kaum muslimin saya mohon maaf.”
Tangkapan akun sosmed Gus Muwafid
2 Sisi kemanusiaan Nabi Muhammad SAW.
Dalam acara di Tvone pada 3 Desember 2019, Mujiburrohman (Ketua GP Ansor Korwil Jateng-Yogyakarta) juga menjelaskan bahwa tidak mungkin Gus Muwafid bermaksud menghina. Dia hanya menggambarkan sisi kemanusiaan Nabi. Berikut petikannya:
“Kita sedang berbicara tentang manusia yang sangat istimewa. Sangat luar biasa. Di dalam menginterpretasi manusia yang istimewa itu, bisa berbeda-beda. Ada yang saking takjubnya itu, menceritakan yang berlebih, sampai tidak masuk akal. Saking senangnya.
Pun begitu dengan kiau Muwafid. Kiai Muwafid itu kiai NU, nuwun sewu, sudah pasti sangat menjunjung tinggi Nabi Muhammad SAW. Tidak mungkin dalam diri beliau ..menghina Nabi itu,jelas tidak mungkin. Kalau ada yang mengatakan itu menghina Nabi, persepsinya mungkin berbeda. Itu yang sebetulnya perlu ditabayunkan, perlu ketemu,… Karena, Nabi Muhammad juga di ada sisi kemanusiaannya.. Ya makan, tidur, berkeluarga, menggembala kambing. Ini justru untuk menunjukkan betapa istimewanya Nabi, sikap kemanusiaannya ini”
3.Minta maaf sudah cukup
Dalam acara talk show di KompasTV, Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis menyatakan bahwa umat Islam perlu menerima dengan lapang dada permintaan maaf Gus Muwafid. Berikut petikannya:
“Hak seluruh warga untuk memproses secara hukum terhadap hal yang anggap melanggar hukum. Kita juga paham ekspektasi masyarakat bahwa ustad tidak boleh keliru atau salah karena ustad itu mengemban risalah kenabian untuk meneruskan dakwah rasulullah.
Kalau dipahami dari kasus Gus Muwafid, memang isinya membuat sebagian ulama tersinggung perasaannya, karena Rasulullah yang diceritakan sebagai manusia biasa. Cara menceritakkanya, seolah-olah penuh kekurangan, menistakan.
Tapi beliau dengan besar hati sudah menyampakain….bahwa yang disampaikan karena proses diskusi dengan teman-teman yang mengekedepankan rasionalitas. Kondisinya ya seperti yang diceritakan, akhirnya dia minta maaf.
Bagi kami, umat Islam, manusia itu tidak luput dari salah. Kita harus lapang dada untuk menerima maafnya. Ini menjadi pelajaran bagi kita semua, khususnya para dai. Hal-hal yang menjadi diskusi terbatas, diskusi ilmiah di kampus, itu yang semuanya bisa dibawa ke pengajian umum. Karena itu cukuplah minta maaf dan tidak perlu dilanjutkan ke jalur hukum. “
***
Baca juga:
Pelaku Pembunuh Jamaluddin Terdeteksi, Sang Hakim Ternyata Tangani Gugatan ke Jokowi
Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.