x

Liga 1

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 23 Desember 2019 14:17 WIB

Catatan Liga 1: Hanya Menjalankan Tradisi dan Tak "Nyambung" dengan Kebutuhan Timnas Senior

Liga 1 hanya lahan bisnis dan mafia, tidak nyambung dengan kebutuhan Timnas Senior.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Liga 1 hanya lahan bisnis dan mafia sepak bola, tidak nyambung dengan kebutuhan Timnas Senior.

Tak seperti laga pembuka Shopee Liga 1 antara PSS Sleman Vs Arema FC di Stadion Maguwoharjo, Rabu (15/5/2019) yang rusuh suporter, partai penutupan antara sang juara baru Bali United versus Mandura United di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, berjalan lancar. 

Namun ternyata ada hal menarik dan menjadi pertanyaan publik sepak bola nasional. Saat upacara pembagian hadiah, ternyata pemimpin PSSI tidak nampak ada di Stadion, pun tak tampak di layar televisi. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ke mana Ketua Umum, Wakil, dan Sekjen PSSI? Masa dalam momentum sepenting itu tidak hadir? Padahal Liga 1 adalah gawean kompetisi terbesar PSSI. 

Bila ketidakhadirannya karena bentrok ada acara, maka lengkaplah "kekacauan PSSI yang selama ini dipelihara." Sangat tidak etis, tokoh utama dalam sepak bola nasional, ternyata justru tak nampak batang hidungnya di arena penutupan dan penyerahan hadiah Liga 1 musim 2019. 

Selama puluhan tahun, saya selalu mengikuti jejak Liga 1 dari sebelumnya bernama Kompetisi Perserikatan, Divisi Utama, hingga bermetamorfosis menjadi Liga 1 dengan menulis berbagai artikel menyoal liga dan tayang di berbagai media.  Namun, khusus Liga 1, sejak musim 2018 hingga 2019, saya kurang tertarik mengikuti jejak Liga 1 sebagai kompetisi sepak bola nasional kasta tertinggi ini. 

Apa sebabnya? Kompetisi sepak bola kasta tertinggi bernama Liga 1 sudah tidak sesuai arah. Tidak signifikan dengan kebutuhan Timnas Senior. 

Di negara mana pun, di dunia ini, yang namanya kompetisi tertinggi dan diputar oleh federasi-nya, tujuan utamanya adalah untuk melahirkan pemain nasional senior yang handal.  Namun, Liga 1 di Indonesia ternyata di putar bukan untuk melahirkan pemain nasional senior yang dibutuhkan negara untuk mendulang prestasi. 

Sebab, Liga 1 hanya dijadikan wadah sebagai tempat berbagai kepentingan. Fungsi utama Liga 1 melahirkan pemain nasional senior yang hebat, tergeser oleh kepentingan bisnis dan mafia. 

Liga 1 dalam sepak bola nasional yang digadang-gadang menjadi lahan penghidupan para pelakunya dengan sebutan industri sepak bola, ternyata benar-benar hanya dapat dimaknai sebagai sekadar menjalankan program dan tradisi bancakan mafia. Maka, tujuan melahirkan pemain nasional senior jauh panggang dari api.

Lihat regulasi menyoal pelatih yang lebih banyak didominasi pelatih asing dan sama sekali tidak nyambung dengan arah Kurikulum Sepak Bola Nasional. Lalu regulasi tentang pemain asing, kacaunya jadwal kompetisi, kisruh dan kisruh serta seabrek persoalan, sehingga, tugas Liga 1 tidak pernah dapat diandalkan sebagai "pabrik" lahirnya talenta hebat pesepak bola harapan bangsa. 

Dari tahun ke tahun kompetisi kasta tertinggi ini terkesan hanya menjalankan rutinitas tanpa pernah tahu gol apa yang seharusnya dicapai. Timnas Senior terus loyo. Ranking FIFA terus merosot. Pertanyaannya, apakah perlu, apakah penting kehadiran kompetisi semacam Liga 1 ini bagi persepak bolaan nasional? 

Faktanya, kompetisi ini tak memberikan garansi untuk lahirnya Timnas Senior yang handal. Tugas Liga 1 gagal total, karena prestasi tertinggi sepak bola sebuah negara adalah Timnas Senior yang kemudian tolok ukurnya dilihat dari ranking FIFA. 

Jangan bilang PSSI akan memutar Liga 1 tahun 2020, bila latar belakang dan tujuan kompetisi serta sasaran dan hasil kompetisi tidak ada prioritas dan target. Harus dianalisis mengapa Timnas Senior melempem. Lalu, apa upayanya yang harus ditempuh di Liga 1 agar nyambung dengan kebutuhan Timnas Senior. 

Sepanjang hal itu tidak dilakukan, dan tidak ada perubahan, maka jangan harap akan lahir Timnas Senior yang handal. Tahun 2020 Timnas Senior akan tetap terpuruk. 

Selain itu, yang paling membahayakan adalah, moncernya Timnas kelompok umur dari U-15/16, U-18/19, dan U-22/23, pada saat para pemain memasuki usia Timnas Senior juga akan turut melempem karena ikut masuk dalam lingkaran tradisi kompetisi Liga 1 yang tidak nyambung dengan kebutuhan Timnas Senior. 

Publik sering berbicara bahwa saat di Timnas kelompok umur bagus, namun mengapa di Timnas Senior terpuruk? Faktornya adalah kompetisi yang belum nyambung dengan kebutuhan Timnas Senior, regulasi yang tidak mendukung, jadwal yang kacau, dan Liga 1 hanya dijadikan ajang bisnis dan mafia. 

Tengok, kompetisi kasta tertinggi musim 2019, saat pembukaan rusuh, hasil kompetisi tak dapat menyumbang pemain Timnas Senior yang hebat, saat penutupan dan pembagian hadiah, petinggi PSSI-nya saja tidak muncul. Luar biasa.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB