Konflik Amerika Serikat (AS) dan Iran memanas setelah Presiden Donald Trump memerintahkan merudal Jenderal Qassem Soleimani hingga tewas pada Jumat, 3 Januari 2020.
Soleimani juga dikenal sebagai komandan pasukan elite Quds dari Garda Revolusi. Saat dihantam serangan, lelaki berusia 62 tahun ini sedang berada di bandar udara Baghdad bersama sejumlah milisi dukungan Iran.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei mengatakan "akan ada serangan balasan terhadap penjahat" yang melakukan serangan. Konflik AS-Iran memanas sejak 2018 setelah Amerika memberikan sanksi ekonomi bagi Iran seiring dengan pencabutan kesepakatan nuklir.
Dalih Presiden Trump
Presiden Amerika Donald Trump mengatakan serangan udara yang dilakukan tidak dalam upaya mengganti pemerintah atau rezim baru di Iran. "Kami mengambil tindakan untuk menghentikan perang," kata Trump, 4 Januari 2020.
Pemerintah Amerika menggambarkan Jenderal Soleimani sebagai teroris yang bertanggung jawab atas tewasnya ratusan personel AS. Menurut Kementerian Pertahanan AS, Soleimani dibunuh "karena tengah merancang serangan terhadap warga Amerika".
Serangan terhadap Soleimani terjadi beberapa hari setelah sejumlah demonstran menyerang kedutaan besar AS di Baghdad dan sempat bentrok dengan tentara Amerika.
Pemerintah Trump menuding Pasukan Quds yang dipimpin Jenderal Soleimani mendukung" kelompok teroris di Timur Tengah, termasuk Gerakan Hizbollah di Libanon dan Jihad Islam di Palestina.
Sokongan Pasukan Quds, menurut AS, diberikan dalam wujud penyediaan dana, pelatihan, persenjataan, dan peralatan militer.
Selanjutnya: ...siap membalas
Ikuti tulisan menarik Anung Suharyono lainnya di sini.