x

Iklan

makmunr

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 27 Februari 2020

Kamis, 27 Februari 2020 17:07 WIB

Menguji Komitmen China pada CMIM Pasca 2019-nCov

China salah satu negara yang berkomitmen pada negara-nega ASEAN melalui Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) untuk membantu mengatasi masalah cadangan devisa apabila terjadi krisis. Pertanyaannya adalah apakah China tetap berkomitmen, apabila cadangan devisa tergerus akibat wabah virus corona ?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menguji Komitmen China pada CMIM Pasca 2019-nCov

Oleh Makmun Syadullah

Penulis bekerja pada Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Badan Kesehatan Dunia PBB akhirnya mendeklarasikan keadaan darurat internasional terkait virus corona. Virus ini telah menyebar ke berbagai negara negara dan per 24 Ferbruari menewaskan 2.469 orang dengan korban terbanyak berasal dari wilayah Hubei (2.346 orang). Jumlah kasusnya pun terus bertambah dan telah menginfeksi 79.930 orang. Sejak Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menetapkan status gawat darurat global untuk wabah virus corona, dunia mulai siaga. Bukan hanya soal penyebaran penyakitnya tapi juga dampaknya terhadap perekonomian dunia. Badan Moneter Internasional (IMF) memperkirakan dalam jangka pendek akan terjadi perlambatan ekonomi global.

Mewabahnya virus corona banyak menimbulkan tanda tanya, terutama terkait asal muasal virus. Menurut Pemerintah China virus corona ditularkan melalui hewan liar yang dijual secara ilegal di sebuah pasar basah Wuhan. Namun menurut The Washington Times, ada dugaan jika virus mematikan yang menyebar secara global mungkin berasal dari sebuah laboratorium di kota Wuhan yang terkait dengan program senjata biologis rahasia China. Dugaan ini diungkapkan oleh Dany Shoham analis perang biologis Israel. Dany Shoham yang mempelajari perang biologis China, mengatakan bahwa institut ini terkait dengan program bio-senjata rahasia Beijing.

Kita tidak tahu apa yang melatarbelakangi dugaan analis Israel terhadap penyebab virus corona. Bisa jadi ini adalah strategi perang dagang Amerika melawan China. Sebagaimana diketahui bahwa sejak 2018 Amerika Serikat dan China menggaungkan perang dagang. Amerika Serikat terus berupaya menjungkalkan China dengan berbagai cara. Mungkinkah coronavirus bagian dari kampanye hitam Amerika Serikat untuk memenangkan perang dagang atas China. Bisa jadi Presiden Trump berjuang keras untuk mengamankan kesepakatan perdagangannya dengan China. Dan kesepakatan itu adalah salah satu momen menentukan masa kepresidenannya.

Kampanye hitam Amerika Serikat akan semakin memperparah dampak virus corona terhadap perekonomian China khususnya dan global pada umumnya. Bahkan Lembaga pemeringkat Moody’s menyebut munculnya virus bernama 2019-nCoV sebagai peristiwa langka yang berdampak besar dan di luar prediksi. Kondisi sekarang tak seperti krisis ekonomi 2008-2009 yang terprediksi sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dunia yang diharapkan berada pada level 3,3% pada 2020, dihadang oleh virus corona.

Indikator ekonomi China terbitan Pemerintah China bulan Januari 2020 menunjukan adanya turun ke level 50,0 dari level Desember 50,2. Permintaan ekspor dan serapan tenaga kerja menurun. Aktivitas manufaktur China terancam kontraksi, seiring dampak merebaknya virus Corona. Menurunnya indikator ekonomi China akan berdampak pada mitra dagang, terutama negara-negara yang selama ini mengandalkan pasar China sebagai tujuan ekspor.


Komitmen China

Pertanyaan yang muncul “Apabila ekonomi China jatuh, akankah komitmen China pada Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) tetap berjalan? Perlu diketahui bahwa China, Jepang dan Korea Selatan merupakan pendorong upaya pembentukan CMIM. Ketiga negara ini mempertaruhkan cadangan mata uangnya untuk negara-negara Asia Tenggara. Terutama bagi China, pertaruhan ini dikarenakan Asia Tenggara memiliki signifikansi tersendiri, karena merupakan salah satu kawasan paling dinamis dan paling berkembang di dunia. Selain itu, Asia Tenggara menjadi kawasan yang cukup aktif dalam hal kerjasama dari integrasi dan regionalisasi sehingga Tiongkok memandang ASEAN sebagai mitra strategis dari sudut pandang ekonomi.

Berdasarkan data trading economics, urutan nilai ekspor negara-negara anggota ASEAN ke China pada tahun 2019 yang terbesar adalah Malaysia (6.937,9 juta dollar AS), Vietnam (6.594,6 juta dollar AS). Thailand (4.222,8 juta dollar AS), Singapura (3.431,9 juta dollar AS), Indonesia (2.570,2 juta dollar AS), Philipina (1.638.500 juta dollar AS), Laos (215,35) dan Brunai Darussalam (197 juta dollar AS). Impor ini sebagian besar  dalam bentuk bahan mentah, suku cadang dan komponen, teknologi dan peralatan, serta jasa. Apabila ekonomi China jatuh karena virus corona, maka negara-negara anggota ASEAN dengan nilai ekspor terbesar yang akan merasakan dampaknya terlebih dahulu, sehingga berpotensi akan menurunkan cadangan devisa. Ini belum memperhitungkan dampaknya yang terjadi melalui pasar keuangan.

Pada tahun 2002, ketika virus mematikan seperti pneumonia yang dikenal sebagai SARS muncul di China, banyak produk-produk diobral di seluruh dunia. Tujuh belas tahun kemudian, virus mematikan lainnya menyebar dengan cepat ke negara terpadat di dunia. Tetapi China dewasa ini telah berevolusi menjadi elemen utama dari ekonomi global, sehingga membuat epidemi ini menjadi ancaman yang jauh lebih kuat dari dampak SARS. Setidaknya akibat virus corona, People's Bank of China, akan menyuntikkan likuiditas senilai 1,2 triliun yuan atau US$ 173,8 miliar ke pasar melalui operasi moneter. Upaya tersebut  dilakukan dengan tujuan untuk memastikan likuiditas tetap cukup di pasar dan untuk mendukung perusahaan yang terkena dampak epidemi virus.

Hingga saat ini cadangan devisa China masih dalam kondisi aman, bahkan pasca wabah virus corona masih mengalami peningkatan. Pada Desember  2019 cadangan devisa China tercatat sebesar 3.096 Triliun dollar AS dan per Januari 2020 meningkat menjadi 3.108 Trilun dollar AS. Dengan cadangan devisa yang cukup besar, China semestinya masih mampu memenhi komitmennya dalam CMIM yang hanya 38,4 miliar dollar. Dalam jangka menengah siapa yang dapat memprediksi ekonomi China, termasuk sadangan devisanya. Perlu diuji akankan China tetap berkomitment pada CMIM?

 

Ikuti tulisan menarik makmunr lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler