x

cover buku Catatan Seorang Demonstran

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 29 Maret 2020 14:45 WIB

Catatan Seorang Demonstran - Soe Hok Gie

Catatan harian SOe Hok Gie yang dikumpulkan dan diterbitkan oleh LP3ES

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Soe Hok Gie – Catatan Seorang Demonstran

Penulis: Soe Hok Gie

Tahun Terbit: 1983

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: LP3ES                                                                                                        

Tebal: xiv + 454

ISBN:

 

Saya sudah pernah membaca buku ini. Kalau tidak salah pada tahun 1984 atau 1985. Saat itu saya masih kuliah. Saya meminjam buku Catatan Seorang Demonstran ini dari Purwanto Setiadi, teman satu kost. Purwanto Setiadi adalah teman kost yang keranjingan dengan buku. Ia memiliki banyak buku. Sebagai orang yang suka membaca buku tapi tidak mampu membeli buku, saya merasa mendapat anugerah bisa satu kost dengan dia.

Saat itu saya sangat terkesan dengan catatan harian Soe Hok Gie. Sehingga timbul keinginan saya untuk suatu saat bisa memiliki buku itu sendiri. Namun keinginan itu sempat tertimbun berbagai urusan sehingga aku melupakannya. Sampai suatu saat aku melihat buku versi cetakan pertama oleh LP3ES ini muncul di salah satu lapak buku bekas di facebook. Saya segera memesannya.

Catatan Seorang Demonstran adalah catatan harian yang ditulis oleh Soe Hok Gie (SHG). SHG adalah seorang yang sangat rajin menulis catatan harian. Kadang bisa dua kali ia menulis catatan harian. SGH menulis buku harian sejak duduk di bangku SMP. Saat itu dia baru berumur 15 tahun. Ia menulis sampai dengan tanggal 10 Desember 1969, atau 6 hari sebelum kematiannya. (Daniel Dhakidae, yang ikut menyiapkan buku ini saat pra cetak mengatakan bahwa dalam buku ini catatan harian terakhir yang termuat adalah pada tanggal 8 Desember 1969.)

Salah satu buku bergenre catatan harian yang terkenal adalah karya Ane Frank. Sayang saya belum berkesempatan membacanya. Memang sangat jarang buku bergenre catatan harian. Apalagi di Indonesia. Buku ini adalah buku genre catatan harian yang saya baca. Selain dari catatan harian Soe Hok Gie, saya juga telah membaca catatan harian Mochtar Lubis yang dijuduli “Nirbaya: Catatan Harian Mochtar Lubis dalam Penjara Orde Baru.” Jika dalam catatan harian Mochtar Lubis saya mendapat kesan bahwa catatan-catatan di penjara itu akan diterbitkan, maka dalam catatan harian SHG saya tak menemukan niatan itu sedikitpun. SHG begitu lugas dan tanpa sensor menuliskan apa yang ada di pikirannya. Dia tak segan-segan menyampaikan kebenciannya kepada tokoh-tokoh yang tak disukainya. Ia begitu vulgar mengungkapkan perasaannya tentang berbagai hal.

Tentang isi catatan harian ini sudah sangat banyak diulas oleh Daniel Dhakidae dalam pengantarnya. Selain membahas proses pengumpulan catatan harian, menyiapkan edisi pra cetak dan kemudian pencetakannya oleh LP3ES, Daniel Dhakidae mengulas isi catatan harian SGH dari sisi munculnya manusia-manusia baru di Indonesia pada jaman itu. Daniel Dhakidae juga menunjukkan kecedekiawanan SHG serta tragedi yang dialami oleh SHG dalam hidupnya.

Satu hal yang tidak terbahas dalam tulisan Daniel Dhakhidae adalah peran dunia internasional dalam perjuangan SHG. Harsja Bachtiar dan Arief Budiman juga kurang menyoroti peran tokoh-tokoh internasional dalam perjuangan SHG. Tiga pesohor yang memberikan pengantar di buku ini sangat banyak mengungkap peran SHG dalam perjuangan kemanusiaan, khususnya dalam penumbangan rezim orde lama yang dianggapnya sudah usang. Tetapi kurang membahas sejauh mana kontak-kontaknya dengan tokoh internasional dan pertemuan-pertemuan SHG dengan banyak tokoh dan organisasi saat ia berada di Amerika dan kunjungan singkatnya ke Australia memberi andil dalam perjuangannya.

Memang harus diakui bahwa SHG tidak banyak menulis tentang kontaknya dengan tokoh-tokoh di luar Indonesia sebelum tahun 1968. Baru saat ia kuliah di Amerikalah ia menulis dalam catatan hariannya tentang pertemuannya dengan banyak tokoh perjuangan kemanusiaan. Saat kuliah di Amerika, selain belajar di kampus, SHG bertemu dengan banyak tokoh/organisasi yang memperjuangkan kesamaan hak dan anti penindasan. Ia bertemu dengan tokoh-tokoh hitam yang memperjuangkan posisi sosial dan politik orang hitam. Ia bertemu dengan kelompok-kelompok anti perang Vietnam, menghadiri ceramah pastor Art Mellovile yang diusir dari Guatemala dan sebagainya. Terbukti bahwa saat di Amerika SHG menjalin komunikasi dengan tokoh/organisasi yang memperjuangkan kemanusiaan. Apakah kehadiran SHG dalam diskusi-diskusi itu memberi pengaruh kepada para pejuang tersebut? Kita belum tahu.

Saat SHG berkunjung ke Australia ia mendapatkan kesulitan di immigrasi. Ia dicurigai sebagai tokoh anti perang dan dianggap sebagai orang komunis. Perlakuan immigrasi yang tidak nyaman di hari natal tahun 1968 itu berakhir dengan diijinkannya SHG masuk Australia. Tetapi namanya harus dicatat dan beberapa barangnya ditahan. Di Australia ia bertemu dengan Franses Newell seorang demonstran (Quaker) yang ditangkap. Apakah dalam kunjungan ini SHG memberi pengaruh kepada tokoh-tokoh pejuang kemanusiaan di Australia? Kita belum tahu.

Adalah menarik untuk menganalisis sejauh mana gagasan-gagasan perjuangannya dipengaruhi oleh perjumpaannya dengan para tokoh internasional, selain dari keluarganya, buku bacaannya dan teman-teman kuliahnya semasa di UI. Juga menarik untuk mengetahui sejauh mana SHG memberi pengaruh kepada perjuangan kemanusiaan dunia saat ia di Amerika dan di Australia.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler