Pada 2015, pertama kalinya AS menjatuhkan sanksi terhadap pemerintahan Venezuela di bawah kepemimpinan Presiden Venezuela Nicholas Maduro setelah pelanggaran HAM di Venezuela yang memakan sebanyak 27.875 korban jiwa (Algarra, 2017). AS melakukan pemblokiran aset dan pembatasan visa kepada individu dan pihak yang terlibat dalam situasi di Venezuela.
Semua aset milik Maduro yang masuk ke dalam yurisdiksi AS dibekukan. AS juga melarang warga negara AS untuk melakukan hubungan bisnis dengan pihak yang dijatuhkan sanksi. Memasuki tahun 2019, sudah lebih dari 100 entitas dan individu di Venezuela yang telah dikenakan sanksi oleh AS, di dalamnya termasuk Bank Sentral Venezuela, perusahaan minyak Petroleos de Venezuela SA dan Bank Pembangunan Venezuela. AS telah memberlakukan sanksi berupa embargo ekonomi total terhadap rezim Maduro termasuk negara-negara yang mendukungnya yaitu China dan Rusia.
Sanksi AS tersebut beberapa kali mendapatkan kritik dari PBB dan pihak-pihak yang mendukung pemerintahan Maduro. Mantan Presiden Chilli, Michelle Bachelet mengkritik jika sanksi tersebut bersifat luas dan akan memberikan dampak besar bagi masyarakat rentan di Venezuela (Syahrianto, 2019).
Pada 2018, sanksi AS yang membatasi transaksi dan akses keuangan Venezuela telah menyebabkan penurunan sebesar 1.819,2 barel pada industri minyak Venezuela (Forrer, 2018). Hal tersebut juga berdampak pada sektor fiskal Venezuela yang melemah hingga 98.468 dolar AS. Melemahnya fiskal membuat pemerintah Venezuela menghabiskan cadangan devisa negara untuk membayar utang luar negeri. Pertumbuhan perdagangan Venezuela juga mengalami hambatan dan membuat hyperinflasi yang meningkat hingga 929.789,5% dan menjadi inflasi tertinggi sepanjang sejarah Venezuela (Congressional Research Service, 2019).
Walaupun pemerintah AS memberlakukan sanksi tersebut dengan tujuan kesejahteraan rakyat Venezuela dan untuk memulihkan demokrasi di Venezuela, tetapi sanksi tersebut malah membuat rakyat Venezuela semakin menderita. Dilansir dari BBC, salah satu contoh baru-baru ini adalah ketika warga Venezuela mengganti bahan bakar bensin dengan tabung gas karena langkanya bensin akibat sanksi AS.
Tercatat di tahun 2019, sebanyak 9,3 juta warga Venezuela mengalami krisis pangan. Jumlah pelantaran anak meningkat akibat keluarga yang cerai-berai karena krisis ekonomi. Hal yang paling mengejutkan adalah beberapa Ibu di Venezuela memilih untuk membuang bayinya setelah melahirkan akibat ketidaksanggupan untuk menghidupi bayinya.
Dampak-dampak kerugian yang didapatkan oleh rakyat Venezuela telah mempertanyakan efektivitas dari sanksi tersebut. Kemerosotan ekonomi di Venezuela yang semakin parah menunjukkan bahwa ketergantungan ekonomi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas atas sanksi yang diberlakukan. Pasalnya, Venezuela sangat bergantung pada produksi dan komoditas ekspor minyak, sedangkan sanksi tersebut membuat Venezuela kekurangan modal akibat pembatasan akses keuangan dan transaksi.
Ikuti tulisan menarik Meita Ayu lainnya di sini.