x

Iklan

Ranang Aji SP

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 15 Juli 2020 08:33 WIB

Mengenal Komprador, Siapakah Mereka Ini?

Komprador, antara laian, dikenal menjadi kelas sosial menengah yang berbeda dengan masyarakat lain. Kaum Marxian-Maois menyebut mereka sebagai kelas komprador borjuis. Komprador menyerupai penyematan identitas seseorang yang dianggap tak memiliki kesetiaan terhadap negeri atau bangsanya. Komprador dimaknai semacam penjual bangsa demi keuntungan pribadi –atau secara spesifik dan radikal dimaknai sebagai penghianat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Beberapa waktu lalu, di sebuah media sosial –dalam salah satu akun seseorang, dia menuliskan satu kalimat pendek berbunyi “Para komprador memenuhi negeri ini’. Tak banyak komentar menyertainya, kecuali beberapa tanda suka. Salah satu komentarnya mempertanyakan apa makna komprador itu. Tetapi bagi saya menjadi menarik, karena kalimat itu bagi saya menyuarakan sebuah kemasgulan tertentu. Saya memaknainya sebagai rasa marah dan putus asa akan situasi dan kondisi bangsanya. Penulis status itu seolah tengah melihat ada semacam ketidakadilan dan hilangnya rasa patriotisme pada bangsanya. Lalu apa itu komprador?

Bila kita menilik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kita bisa menemukan kata komprador. Komprador memiliki kelas kata, sebagai kata benda (nomina). Arti pertama berbunyi : pengantara bangsa pribumi yang dipakai oleh perusahaan atau perwakilan asing (di Tiongkok) dalam hubungannya dengan orang-orang pribumi; arti kedua berati perantara.

Secara etimologis, komprador muncul pada awal abad ke-17 di Cina yang berasal dari Portugis, compradore yang berarti pembeli yang diturunkan dari bahasa Latin comparare yang berarti penyedia. Komprador di masa itu merujuk pada orang-orang pribumi (Cina, India dan Asia Tenggara) yang melayani para pedagang Eropa untuk mengurusi pelbagai kepentingan rumah tangganya, seperti jual beli, keuangan dari para pedagang itu. Namun pada perkembangan berikutnya, makna komprador menjadi bergeser dan bersifat ideologis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Indonesia, misalnya, meskipun komprador tertampung dalam KBBI dan berarti perantara, namun kata ini tak pernah dipergunakan dalam konteks yang umum. Baik dalam konteks pergaulan perdagangan atau hal lain dalam masyarakat. Biasanya yang digunakan adalah calo atau broker.

Kata atau istilah ini, hampir tak dikenal oleh masyarakat awam. Ada alasan mengapa kata ini sunyi dan seolah tersembunyi di antara kata-kata populer lain yang ada di dalam kamus kita.

Pertama, secara historis, komprador, seperti makna petama dalam KBBI adalah lebih merujuk pada konteks perbincangan kegitan jasa ekonomi, di mana orang pribumi yang terlibat atau diminta menjadi perantara pedagang Eropa di Tiongkok di masa lalu. Ketika perdagangan menjadi urusan yang lebih kompleks dengan melibatkan kepentingan politik dagang dan kepentingan ideologis secara global, para komprador kemudian dianggap sebagai entitas khusus secara politik dan ideologis.

Komprador, selanjutnya dikenal menjadi kelas sosial menengah yang berbeda dengan masyarakat lain. Kaum Marxian-Maois menyebut mereka sebagai kelas komprador borjuis. Pada tahun 1920-an di Tiongkok, komprador dimaknai sebagai para anjing penjilat yang lebih suka menjual bangsanya kepada orang asing demi keuntungan pribadinya. Sejak itu komprador tidak lagi sakadar bermakna perantara semata yang tanpa beban ideologis.

Tulisan Mao Zedong (Mao Tse-Tung) berjudul Analysis of The Classes in Chinese Society (1926), misalnya menyebutkan sebagai berikut:
“Bagaimana kondisi kelas sosial di Cina?

Kelas tuan tanah dan kelas komprador. Di Tiongkok yang terbelakang secara ekonomi dan semi-kolonial, kelas tuan tanah dan kelas komprador sepenuhnya merupakan pelengkap dari borjuasi internasional, tergantung pada imperialisme untuk kelangsungan hidup mereka.

Kelas-kelas ini mewakili hubungan produksi yang paling terbelakang dan paling reaksioner di Tiongkok dan menghambat perkembangan kekuatan produktifnya. Keberadaan mereka sama sekali tidak sesuai dengan tujuan revolusi Cina. Tuan tanah besar dan kelas komprador khususnya selalu berpihak pada imperialisme dan merupakan kelompok konter-revolusioner yang ekstrem. Perwakilan politik mereka adalah Étatistes (Partai Pemuda Cina) dan sayap kanan Kuomintang.”

Samir Amin, seorang Marxian dari garis Maois (Wafat 13 Agustus 2018), salah satu kontributor dalam pemikiran teori sistem dunia, juga menempatkan kata komprador untuk menujuk kelas sosial atau borjuis lokal yang bertindak sebagai pengokoh kekuatan global (kapitalisme global). Dari tulisannya, para komprador disebutkan mendapatkan keuntungan atas eksploitasi negara-negara dominan yang mengontrol negara dunia ketiga. Sementara negara-negara miskin hanya bergerak di sektor agraris dan miskin, kelas borjuis komprador berkembang dengan cara tergantung, tunduk pada modal asing dan kaya raya.

Di Indonesia pun, pada masa revolusi, di bawah Presiden Soekarno, ketika petarungan politis- ideologis masih kuat, wacana politik diwarnai dengan istilah-istilah yang dipergunakan sebagai kecaman terhadap perilaku politisi yang dianggap kontra-revolusioner atau sebaliknya. Jika kita perhatikan, maka istilah komprador adalah diksi yang seringkali dipilih. Persis ketika wacana-wacana agitatif dan propagandais diserukan Mao Zedong.

Komprador menjadi diksi penting untuk menempatkan posisi seseorang pada subordinasi dari level kehormatan sebagai seorang anak bangsa. Kaum revolusioner yang saat itu dominan seperti terwakilkan oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) mempergunakan diksi tersebut untuk menyerang kaum reaksioner dari kelompok Manikebu (misalnya). Istilah atau frasa yang lebih komplet dipergunakan adalah ‘kaum borjuis komprador’.

Komprador menyerupai penyematan identitas seseorang yang dianggap tak memiliki kesetiaan terhadap negeri atau bangsanya. Komprador dimaknai semacam penjual bangsa demi keuntungan pribadi –atau secara spesifik dan radikal dimaknai sebagai penghianat. Yaitu orang-orang yang memilih menjadi kaki tangan asing demi keuntungan peribadi, ketimbang memberikan keuntungan pada bangsa dan negaranya. Mereka memuluskan langkah tujuan atau kepentingan asing menguasai pasar melalui kebijakan dan regulasi.

Dua alasan itu cukup jelas, bila kata atau istilah komprador menjadi makna yang jauh dipahami oleh masyarakat awam di masa kini karena bersifat ideologis. Komprador memiliki makna yang tidak populer dalam konteks kebutuhan bahasa dalam kata yang bersifat umum.

Komprador adalah diksi khusus dan bersifat disambunguasi, atau kata yang membutuhkan definisi. Dengan itu, nilai kebutuhannya, tentu saja tidak mendesak untuk dipergunakan pada kondisi saat ini yang jauh dari pertarungan ideologis, seperti masa Mao Zedong dan Soekarno. Tapi, tentu saja masih penting untuk dipahami sebagai sejarah kata dan konteks wacana. Seperti halnya penulis status di atas –yang barangkali dia menulis dengan tujuan menempatkanya dalam konteks wacana. Mungkin demikian.[]

Ikuti tulisan menarik Ranang Aji SP lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler