x

Proses menuju vaksinasi massal COVID-19 masih panjang sehingga pemerintah perlu melaksanakan upaya pencegahan kembali

Iklan

CISDI ID

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 September 2020

Kamis, 26 November 2020 18:03 WIB

Dengan atau Tanpa Vaksin, Upaya Pencegahan Covid-19 Tetap Diperlukan

Wacana vaksinasi massal pada Desember 2020 muncul setelah sebelumnya mengalami berbagai koreksi. Presiden Joko Widodo bahkan menyampaikan mekanisme distribusi vaksin hingga ke banyak daerah harus segera dilakukan begitu vaksin tersedia. Meski begitu, upaya pencegahan wabah dan penguatan puskesmas tetap perlu dilaksanakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Proses menuju vaksinasi massal COVID-19 masih panjang sehingga penguatan upaya pencegahan masih sangat dibutuhkan. (Sumber gambar: Reuters)

Wacana vaksinasi massal pada Desember 2020 muncul setelah sebelumnya mengalami berbagai koreksi. Presiden Joko Widodo bahkan menyampaikan mekanisme distribusi vaksin hingga ke banyak daerah harus segera dilakukan begitu vaksin tersedia. Semenjak terlontar pertama kali pada Agustus 2020, baik Presiden Joko Widodo maupun jajaran pejabat pemerintah lain kerap menyinggung perihal produksi massal vaksin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meski begitu, perlu dipahami vaksin bukanlah barang infrastruktur yang bisa segera dipastikan kesiapannya. Dari beragam jenis vaksin yang hendak digunakan, seperti Sinovac Biotech, Sinopharm, Cansino Biologics, dan AstraZeneca PLC, hanya Sinovac yang lulus uji klinis tahap tiga dengan berbagai catatan sebelum produksi massal.

Sementara itu, WHO hingga hari ini belum menetapkan satu vaksin pun yang terbukti berkhasiat mengatasi Covid-19. WHO bahkan menyebut dari delapan calon vaksin dengan perkembangan tercepat, hasil uji klinis tahap ketiga baru akan keluar paling cepat pada awal 2021.

Jalan Panjang

Proses produksi dan distribusi vaksin membutuhkan jalan panjang. Prof. Wiku Adisasmito menguraikan tiga tahap produksi  vaksin. Tahapan pertama adalah riset dasar atau tahapan eksplorasi dalam laboratorium untuk memahami virus dan kandungan sel di dalamnya. Tahapan kedua adalah tahapan pra-klinis ketika kandidat vaksin diujikan pada hewan untuk mengetahui keamanannya terhadap manusia. Sementara itu, tahapan ketiga terbagi dalam tiga tahapan klinis.

Tahapan klinis pertama melibatkan sekitar 100 orang untuk menguji keamanan vaksin terhadap manusia. Lalu, tahapan klinis kedua melibatkan 100 hingga 500 orang untuk menguji jumlah dosis, metode pemberian vaksin, dan kemungkinan efek samping jangka pendek. Pada tahapan klinis ketiga dilibatkan 1.000 hingga 5.000 orang untuk memastikan keamanan dan kemanjuran vaksin dalam kelompok yang lebih luas. Setelah seluruh proses berjalan baik, BPOM memiliki otoritas untuk memberikan izin edar sebelum vaksin diproduksi massal. 

Kabar terakhir menyebut kandidat vaksin Sinovac telah melalui uji klinis fase ketiga. Lantas, apakah ia bisa segera diproduksi massal? Jawabannya belum! BPOM sendiri hingga hari ini sedang melaksanakan inspeksi langsung ke perusahaan penyedia kandidat vaksin tersebut. Sementara, untuk memproduksi vaksin pada periode pandemi, BPOM harus mengeluarkan izin yang kerap disebut otorisasi penggunaan darurat. 

Hal ini diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2020. Tepatnya, Pasal 3A ayat 1 menerangkan persetujuan penggunaan darurat berlaku selama periode kedaruratan kesehatan masyarakat. Per 23 November 2020, BPOM memang menyebut aspek keamanan vaksin Sinovac terbilang baik pasca terselenggaranya uji klinis tahap tiga. Kendati demikian, mereka masih perlu menunggu proses analisis sebelum izin otorisasi penggunaan darurat diberikan.

Petunjuk WHO

WHO mengestimasi vaksin siap pakai paling cepat tersedia pada pertengahan 2021. Namun, WHO menekankan bahwa penemuan vaksin tidak mampu menghentikan pandemi dengan instan. Situasi ini disebabkan oleh beberapa faktor yang meliputi seberapa cepat vaksin mendapatkan izin edar, diproduksi massal, didistribusikan, dan siapa saja yang diprioritaskan untuk mendapatkan vaksinasi. 

Sepertinya, pantas menempatkan indikator-indikator tersebut dalam proses peredaran vaksin yang tengah direncanakan. Sebab, kendati Presiden dan Menteri Kesehatan telah berulang kali menyebut perihal distribusi vaksin ke setiap daerah, tidak satu informasi pun yang menampilkan jumlah vaksin yang akan diproduksi, begitu juga informasi besaran harga ketika vaksin telah diproduksi. Padahal, hal ini penting, dikarenakan jumlah produksi vaksin bisa saja tidak sesuai dengan jumlah penduduk, sehingga ada kemungkinan tidak semua warga negara bisa menerima vaksin.

Oleh sebab itu, ada baiknya pemerintah fokus pada program penguatan disiplin masyarakat dan pencegahan penyebaran virus ataupun penguatan puskesmas kembali. Di sisi lain, pemerintah juga wajib meningkatkan jumlah tes, rasio lacak kasus, dan memperbaiki kualitas perawatan. Vaksinasi hanya satu dari sekian cara penanganan wabah. Pemerintah bertanggung jawab membenahi komunikasi publik perihal tersebut untuk mencegah raibnya kewaspadaan masyarakat.

 

Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah think tank yang mendorong penerapan kebijakan kesehatan berbasis bukti ilmiah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya, setara, dan sejahtera dengan paradigma sehat. CISDI melaksanakan advokasi, riset, dan manajemen program untuk mewujudkan tata kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan, adekuat, dan merata.

 

Penulis

Amru Sebayang

Ikuti tulisan menarik CISDI ID lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler