x

Iklan

JAJA SUHARJA

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 Desember 2020

Senin, 14 Desember 2020 18:09 WIB

Membaca Karya Nukila Akmal, dari Cala Ibi Sampai Cerita-cerita di Dalam Laluba

Mengenang bukanlah selalu pada orang yang sudah tidak ada namun juga mengingat pada apa yang tekstual dalam sebuah karya (sastra) dan NUKILA AMAL adalah 'promadona' bagi pembaca dan 'perenung' sebuah karya sastra yang mungkin agak 'serius'. Kenapa harus ada catatan 'agak serius' ? Karena dalam terminologi pembelajaran Bahasa dan sastra di kelas-kelas 'dasar' atau sekolah menengah , guru bahasa dan sastra indonesia mungkin telah secara kaku dan ambigu memberikan interpretasi atas sebuah karya sastra bernama 'cerpen' (cerita pendek) yang karenanya NUKILA AMAL memberikan catatan dalam 'Laluba' (atau yang sangat pendek). Bahwa cerpen adalah sebuah karya sastra dengan ukuran 'kependekan' dan penokohan yang sedikit dan berisi cerita (narasi) dari pembukaan, perkenalan masalah, konflik, tegangan dan akhiran (ending) 'happy' atau 'tragedi'. Begitulah 'definisi cerpen' yang terlanjur melekat dalam benak peserta didik pelajaran bahasa dan sastra indonesia.Karenanya cerpen atau novenya Nukila Amal itu seakan 'dijadikan' pembeda bahwa sebuah karya sastra bernama 'cerpen' atau 'novel' tidaklah seperti batasan definisi dalam teks pembelajaran bahasa dan sastra di indonesia itu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saya mengenang secara indah atas eksistensi sebuah karya sastra novel karya Nukila Amal adalah ketika menyelesaikan pembacaan Cala Ibi di sebuah kepadatan lalu-lintas 'Sukabumi-Bogor'. Dalam angkot berwarna biru itu saya menyelesaikan bacaan novel Cala Ibi. Sangat indah kenangannya.

Teman saya Levi Tuzaidi telah memberikan kesan khusus pada Cala Ibi sebagai novel yang ditulis sesukanya oleh Nukila Amal. Itu adalah ekspresi umum seorang pembaca frustatif. Sehingga kita memang memakluminya.

Saya tahu bahwa Levi Tuzaidi bukanlah pembaca pemula. Ratusan koleksi bukunya adalah 50 porsen buku sastra. Dan saya yang menguras isi perpustakaan Levi Tuzaidi, terutama karya Remy Sylado. Salah satu pengarang favorit kami juga. Tapi untuk Nukila Amal saya yakin, Levi Tuzaidi menyerah menyelesaikan bacaannya. Kutaksir ia hanya suka membacanya sampai di halaman awal novel Cala Ibi. Tidaklah sampai sepuluh halaman saya kira Levi Tuzaidi bisa membacanya dengan sabar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah Cala Ibi saya membaca cerpen-cerpen Nukila amal di koran Koran Tempo dan Kompas. Dan beberapa yang saya baca itu ternyata tidaklah ada di bukunya Laluba. Padahal itulah cerpen Nukila Amal yang bisa diikuti oleh pembaca sastra pada umumnya. Sementara cerpen-cerpen dalam kumpulan Laluba, nyaris semuanya termasuk karya sastra yang susah untuk dimengerti.

Penulis termasuk orang yang ingin meresepsi satu0dua buah cerpen dalam Laluba.

Ada satu cerpen yang tidak masuk dalam definisi cerpen secara teoritis diatas. Bulan dalam Genangan. di Dalam cerpen itu, tidak ada penokohan khusus bernama manusia. Hanya ada dua pasang tapak sepatu yang melintasi sebuah kubangan air dan gambar bulan menjadi lokus penceritaan di cerpen itu. Tapi saya menjamin pada cerpen itu pembaca akan tahu bahwa itu juga sebagai cerpen yang bukan dalam batasan teori pembelajaran bahasa dan sastra indonesia.

Hemat penulis cerpen Bulan dalam Genangan itu sebagai teknik menulis karya sastra yang luar biasa. Ia mendekonstruksi sebuah lukisan menjadi imajinasi liar seorang Nukila Amal. Ia bebas menterjemahkan apa yang terlukis dalam galeri lukisan sebagai bahan cerita.

Ada seratus orang yang melihat lukisan Genangan dalam galeri yang sama. Jika seratus pengarang hendak menulisnya menjadi sebuah cerita pendek bisa berisi cerpen dengan cerita yang berbeda dengan apa yang Nukila Amal buat. Itu yang hendak Nukila Amal bagikan pengetahuan menulisnya pada pembaca sastra indonesia.

Pada cerpen Rehat 2 lebih indah lagi penulisnya mengenangnya sebagai pesan yang tersembunyi. Dan konon itu menjadi penilaian khusus bahwa semakin karya sastra mampu menyembunyikan maksudnya, semkain tingginya mutu karya sastra dimaksud. Pada cerpen Rehat2, anak muda dalam cerpen itu adalah sejarah dalam konteks waktu bernama sekarang dan masa depan. Sedangkan orang tua yang dimaksud dalam cerpen itu adalah masa lalu. Ini yang penulis lihat dalam cerpen tersebut.

Sebagai pembaca karya Nukila Amal, hemat penulis tak akan ada lagi karya novel dari Nukila Amal. Ia akan stagnan menulis cerpen atau puisi. Sehingga Cala Ibi adalah novel pertama seklaigus terakhirnya. (Pamarayan-Serang-Banten,14 Desember 2020).

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik JAJA SUHARJA lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler