x

Jokowi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 14 Desember 2020 12:44 WIB

Ini Alasan Mengapa Presiden Tak Ucapkan Belasungkawa

Terjawab sudah mengapa Presiden Jokowi tak mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya 6 anggota FPI yang ditambak oleh pihak kepolisian pada Senin, 7 Desember 2020 lalu, yang dianggap oleh berbagai pihak sebagai tragedi kemanusiaan ini, dan masuk kategori pelanggaran HAM berat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Terjawab sudah mengapa Presiden Jokowi tak mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya 6 anggota FPI yang ditambak oleh pihak kepolisian pada Senin, 7 Desember 2020 lalu. Peristiwa itu oleh berbagai pihak dianggap sebagai tragedi kemanusiaan dan masuk kategori pelanggaran HAM berat.

Sementara, saat peringatan hari HAM sedunia pada 10 Desember 2020, dalam pidatonya, Jokowi tidak menyinggung sama sekali insiden penembakan itu. Karenanya dalam pidato yang disiarkan akun Youtube Kemitraan Indonesia, puluhan ribu warganet memberikan jempol ke bawah alias dislike dan ribuan komentar juga menganggap isi pidatonya hanya seremonial.

Lalu apa pernyataan Presiden yang bukan belasungkawa itu? Seperti telah ditayangkan dalam video You Tube Sekretariat Presiden Minggu, (13/12/2020) Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor mengatakan, sebagai negara hukum, sudah seharusnya hukum harus ditegakkan dan dipatuhi untuk melindungi masyarakat, bangsa dan negara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Jadi, sudah merupakan kewajiban aparat penegak hukum untuk menegakkan hukum secara tegas dan adil," kata Presiden Jokowi.

"Dan ingat, aparat hukum itu dilindungi oleh hukum dalam menjalankan tugasnya," ujar Presiden.

Dengan demikian, baik secara tersurat maupun tersirat, semoga saya tak salah menafsirkan maksud pernyataan Bapak Presiden, bahwa ternyata 6 anggota FPI yang ditembak dianggap telah melanggar hukum, harus ditindak secara tegas dan ditembak karena melawan. Dan aparat yang menambak mati dilindungi hukum dalam menjalankan tugasnya.

Secara lebih tajam, mungkin 6 anggota FPI itu dianggap bukan bagian WNI yang taat hukum, bahkan membahayakan aparat, sehingga harus ditembak mati, meski tak pernah terdengar berita sebelumnya bahwa 6 WNI itu adalah bagian dari geng penjahat maupun geng teroris.

Mungkin, pernyataan Presiden yang menyebut tindakan aparat harus tegas dan adil, khusus kata tegas dan adil ini pun menjadi pertanyaan publik karena penembakan mati benar-benar menyisakan pertanyaan dan keheranan masyarakat Indonesia hingga saat ini.

Namun, yang pasti mengapa harapan agar Presiden mengucapkan belasungkawa, kini telah terjawab, minimal kita tahu bahwa 6 anggota FPI itu dianggap musuh dan membahayakan polisi maupun negara.

Adil, gejolak sosial, pilih kasih

Bila kini masyarakat jadi tahu sikap Presiden atas insiden ini, masyarakat pun jadi semakin bertanya-tanya. Pasalnya, hingga saat ini masyarakat masih memahami ada dua informasi yang saling bertentangan terkait meninggalnya 6 anggota laskar FPI ini oleh polisi.

Atas pernyataan Presiden tersebut, berbagai pihak jadi kawatir bila di tengah masyarakat gejolak sosial akan semakin tumbuh subur, sementara pimpinan FPI pun kini bahkan sudah ditahan oleh polisi atas sangkaan kesalahan kerumunan massa, di sisi lain warganet juga banyak yang berkomentar di media sosial, mengapa pihak yang juga membuat kerumunan massa termasuk dalam Pilkada masih lolos dari tangkapan polisi?

Bahkan atas sikap Presiden yang tak kunjung memberikan ucapan belasungkawa, saya baca di berita sampai ada warganet yang mengungkapkan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, itu tidak boleh pilih kasih. Tidak boleh hanya cukup memberikan belasungkawa kepada penyanyi yang kebetulan mendukungnya selama prosesi pilpres. Tetapi, terhadap enam orang pemuda FPI yang tak berlatar belakang penjahat atau teroris yang kelima di antaranya berusia 20-an tahun, presiden tidak mau peduli.

Tetapi Presiden justru mengatakan tidak boleh ada masyarakat yang semena-mena melanggar hukum, namun di sisi lain aparat hukum wajib menggunakan kewenangannya secara wajar dan terukur, saat menanggapi pertanyaan wartawan tentang pembunuhan empat orang sipil dalam kasus terorisme di Sigi, Sulteng, dan tewasnya enam orang anggota Front Pembela Islam (FPI) dalam bentrokan dengan polisi.

Sebab, versi polisi menyebutkan enam anggota FPI itu ditembak mati, karena berusaha menyerang petugas kepolisian yang membuntutinya. Namun versi FPI menyebutkan mereka diserang terlebih dahulu.

Tak pelak, insiden ini pun menimbulkan kritikan para pegiat HAM yang menyebut tindakan kepolisian sudah melewati batas. Namun sebagian lainnya dapat memahami langkah kepolisian tersebut.

Semoga, atas peristiwa-peristiwa yang terus terjadi di Indonesia, tingkat pelanggaran HAM tidak bertambah. Sementara pelanggaran-pelanggran HAM sebelumnya pun tak kunjung dituntaskan.

Selain itu, bagi pihak yang masih berharap Presiden Jokowi mengucapkan belasungkawa, kini sudah terjawab, bahwa ditembaknya 6 anggota FPI itu dianggap oleh Presiden bukan peristiwa kemanusiaan pada umumnya, namun ini peristiwa pelanggaran hukum dan harus ditindak tegas oleh aparat kepolisian, meski berbagai pihak memandang ini tidak adil dan melanggar HAM.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler