x

Iklan

عبد اليزيد

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Oktober 2020

Minggu, 20 Desember 2020 19:22 WIB

Tradisi Lisan Basiacuang Pada Masyarakat Melayu Kampar Provinsi Riau

Dalam masyarakat Melayu Kampar Provinsi Riau, tradisi tulis maupun tradisi lisan sangat penting. Tradisi tulis menghasilkan naskah-naskah dalam masyarakat Melayu, sedangkan tradisi lisan merupakan hasil ekspresi masyarakat seperti tukang cerita, pemantra, ungkapan dan petatah petitih, ataupun basiacuang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tradisi Lisan Basiacuang Pada Masyarakat Melayu Kampar Provinsi Riau

Oleh : Abdullah Yazid

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam masyarakat Melayu Kampar Provinsi Riau, tradisi tulis maupun tradisi lisan sangat penting. Tradisi tulis menghasilkan naskah-naskah dalam masyarakat Melayu, sedangkan tradisi lisan merupakan hasil ekspresi masyarakat seperti tukang cerita, pemantra, ungkapan dan petatah petitih, ataupun basiacuang.

Basiacuang yang sebagai salah satu bentuk tradisi lisan kebudayaan masyarakat suku Melayu Kampar ini berbentuk pertunjukkan untuk menyampaikan maksud dan tujuan secara terselubung, simbolik  pada saat penyelenggaraan upacara adat, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan Masyarakat adat Kampar.

Upacara adat yang memakai basiacuang yaitu pada saat acara pernikahan dan pemberian gelar datuk. Tuturan ini Dipakai oleh Ninik Mamak, Datuk, dan Golongan orang-orang Adat Melayu Kampar.

Pada hakikatnya, bahasa yang digunakan Dalam kegiatan basiacuang dipahami sebagai ungkapan pesan yang dinyatakan dalam bentuk perumpamaan, petatah-petitih, pantun, dan kiasan adat yang dituturkan seorang penutur. Tuturan itu memberikan nilai keindahan dalam kegiatan basiacuang tersebut.

Adapun contoh dalam acara pernikahan maka akan ditemukan acara adat yang memakai tuturan paling lengkap, yaitu saat lamaran ketika pihak keluarga laki-laki, dengan menghadirkan seorang penutur, berhadapan dengan pihak keluarga perempuan. Demikian pula, pihak keluarga perempuan pun menghadirkan seorang penutur basiacuang untuk mewakili mereka berkomunikasi dengan pihak keluarga laki-laki.

Dengan demikian, penutur basiacuang menjadi juru bicara yang mewakili pihak keluarga laki-laki maupun pihak keluarga perempuan. Kalimat-kalimat maupun ungkapan dalam basiacuang menjadi pesan tersendiri bagi penutur dan pendengarnya karena berfungsi sosial dan mempunyai makna filosofi bagi kehidupan Masyarakat Melayu Kampar.

 

Namun dalam masyarakat Melayu Kampar saat ini, terjadi penurunan dalam nilai-nilai budaya lokal khususnya yang terdapat dalam tradisi basiacuang ini. Misalnya, Lamanya tuturan basiacuang yang pada awalnya enam jam menjadi setengah jam, dan sudah tidak utuh lagi. Diantara penyebabnya adalah kurangnya minat generasi muda menjadi penutur basiacuang karena dibutuhkan waktu belajar yang cukup lama sekitar 5 sampai dengan 10 tahun, dan profesi sebagai penutur basiacuang tidak bernilai komersil. Untuk itulah, saat sekarang ini diperlukan suatu bentuk pola pewarisan yang paling tepat untuk menjadi penutur Basiacuang bagi generasi muda, agar makna dan nilai tradisi penutur tersebut tidak akan hilang dalam masyarakat komunitas adat Melayu Kampar.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik عبد اليزيد lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB