x

Iklan

Salsadila

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Maret 2021

Sabtu, 20 Maret 2021 07:12 WIB

Jilbab Keanggunan Muslimah

artikel ini merupakan tugas komunikasi dakwah

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jilbāb (Arab: جلباب ) adalah busana muslim terusan panjang menutupi seluruh badan kecualitangan, kaki dan wajah yang biasa dikenakan oleh para wanita muslim. Penggunaan jenispakaian ini terkait dengan tuntunan syariat Islam untuk menggunakan pakaian yangmenutup aurat atau dikenal dengan istilah hijab. Sementara kerudung sendiri di dalamAl-Qur'an disebut dengan istilah khumur, sebagaimana terdapat pada Qur’an surat An Nuur ayat 31: “Hendaklah mereka menutupkan khumur (kerudung-nya) ke dadanya.”

Secara etimologis jilbab berasal dari bahasa arab jalaba yang berarti menghimpun atau membawa. Istilah jilbab digunakan pada negeri-negeri berpenduduk muslim lain sebagai jenis pakaian dengan penamaan berbeda-beda. Di Iran disebut chador, di India dan Pakistan disebut pardeh, di Libya milayat, di Irak abaya, di Turki charshaf, dan tudung di Malaysia, sementara di negara Arab-Afrika disebut hijab.

Di Indonesia, penggunaan kata jilbab digunakan secara luas sebagai busana kerudung yang menutupi sebagaian kepala perempuan (rambut dan leher) yang dirangkai dengan baju yang menutupi tubuh kecuali telapak tangan dan kaki. Kata ini masuk dalam lema Kamus Besar Bahasa Indonesia pada tahun 1990 bersamaan dengan mulai populernya penggunaan jilbab di kalangan muslimah perkotaan. Dalam kosakata bahasa Indonesia menurut KBBI daring, jilbab adalah kerudung lebar yang dipakai perempuan muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai ke dada. Secara umum mereka yang menutupi bagian itu disebut orang yang berjilbab.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada tahun 1983 perdebatan tentang penggunaan jilbab disekolah antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Noegroho Notosoesanto yang kemudian direspon oleh MUI, masih menggunakan kata kerudung. Noegroho menyatakan bahwa pelajar yang karena suatu alasan merasa harus memakai kerudung, pemerintah akan membantunya pindah ke sekolah yang seragamnya memakai kerudung. Sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga mengadakan pertemuan khusus dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan menegaskan bahwa seragam harus sama bagi semua orang berkaiatan dengan peraturannya, karena bila tidak sama berarti bukan seragam.

Di Indonesia pada Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan ke-7 tahun 1984 belum ada lema kata jilbab, lema yang digunakan adalah kata yang belum populer di Indonesia (saat itu) yaitu hijab yang merujuk pada kain penutup aurat bagi perempuan muslim. 

Fatwa berjilbab bagi para penganutnya : Menurut Muhammad Nashiruddin Al-Albany Rahimahullah kriteria jilbab yang benar harus menutup seluruh badan, kecuali wajah dan dua telapak, jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas.

Pendapat yang sama sebagaimana dituturkan Ikrimah Rahimahullah, jilbab itu menutup bagian leher dan mengulur ke bawah menutupi tubuhnya, sementara bagian di atasnya ditutup dengan khimâr (kerudung) yang juga diwajibkan, sesuai dengan salah satu ayat Qur’an surat An-Nur 24:31, yang berbunyi: “ Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita” Pendapat ini dianut juga oleh Qardhawi Rahimahullah sebagaimana dicantumkan pada kumpulan fatwa kontemporernya.

Setiap perempuan muslimah yang sudah baligh diwajibkan untuk menutup seluruh auratnya. Kesadaran akan kewajiban menutup aurat inipun sudah berkembang, dengan munculnya fenomena busana dan fashion muslimah yang beraneka ragam. Saat ini berkembang nama hijab atau jilbab, busana muslimah yang sesuai tentu saja harus sesuai kaidah dan syariat . Sehingga tidak ada alasan bagi muslimah untuk tidak mengenakan penutup aurat ini secara syar’i. Namun demikian, ternyata ada sebagian kaum muslimah yang belum mengetahui makna hijab atau jilbab itu sendiri. Lantas, apa sebenarnya pengertian hijab atau jilbab ini?

 

Dalam Syarh Muslim, Imam An Nawawi Rahimahullah menyebutkan sebelas pendapat mengenai maknajilbab. Penjelasan an Nawawi ini lantas dikutip oleh al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Bari.

Pendapat pertama, An Nadhr bin Syumail menyebutkan bahwa jilbab adalah kain yang lebih pendek dan lebih lebar dari pada khimar (kerudung). Inilah pendapat yang dipilih oleh Zamakhsyari. Dalam al Kasysyaf Zamakhsyari mengatakan bahwa jilbab adalah kain longgar yang lebih besar dari pada khimar namun lebih kecil jika dibandingkan dengan rida’ (kain atasan yang pakai oleh laki-laki yang sedang dalam kondisi ihram) yang dililitkan oleh seorang perempuan untuk menutupi kepalanya lalu sisanya dijulurkan untuk menutupi dada.

 

Pendapat kedua, jilbab adalah miqna’ah atau tutup kepala yang digunakan seorang perempuan untuk menutupi kepalanya. Inilah pendapat yang dipilih oleh Said bin Jubair.

 

Pendapat ketiga, jilbab adalah kain longgar yang lebih kecil jika dibandingkan dengan rida yang digunakan untuk menutupi dada dan punggung. Inilah pendapat yang dipilih oleh as Sindi dalam Hasyiyah Ibnu Majah. As Sindi mengatakan, “Jilbab adalah kain yang digunakan oleh seorang perempuan untuk menutupi kepala, dada dan punggung ketika keluar rumah”. Pendapat ini dipilih oleh al Aini dalam Syarah al Bukhari. Beliau mengatakan, “Jilbab adalah khimar atau kerudung longgar seperti milhafah yang dipakai oleh perempuan untuk menutupi kepala dan dada”.

 

 

Pendapat keempat, jilbab adalah mala-ah [semisal jas hujan yang menutupi dari kepala sampai kaki. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Rajab. Beliau mengatakan, “Jilbab adalah mala-ah yang menutupi seluruh badan yang dipakai setelah memakai pakaian rumahkan. Orang awam [di zaman beliau, ent] menyebutnya izar. Itulah makna jilbab yang Allah maksudkan dalam firman-Nya, “Mereka menjulurkan jilbab mereka”. Pendapat ini juga dipilih oleh al Baghawi dalam tafsirnya dan al Albani.

 

Pendapat kelima, jilbab adalah milhafah. Inilah pendapat yang dipilih oleh al Jauhari sebagaimana nukilan Ibnu Katsir.

 

Pendapat keenam, jilbab adalah izar [lihat pendapat keempat]. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Arabi sebagaimana yang disebutkan dalam hasyiyah al ‘Adawi al Maliki.

 

Pendapat ketujuh, jilbab itu sama dengan khimar alias kerudung. Adanya pendapat semacam ini disebutkan oleh an Nawawi, Ibnu Hajar dll.

 

Pendapat kedelapan, jilbab adalah rida’ yang dikenakan setelah mengenakan khimar atau kerudung. Demikian pendapat Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, al Hasan al Bashri, Said bin Jubair, Ibrahim an Nakhai, Atha al Khurasani dll. Demikian yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.

 

Pendapat kesembilan, jilbab adalah segala kain yang dikenakan oleh seorang perempuan setelah mengenakan pakaian rumahan. Demikian perkataan Abu Hayyan dalam al Bahr.

 

Pendapat kesepuluh, jilbab adalah kain atau yang lainnya yang dipakai oleh seorang perempuan untuk menutupi tubuhnya. Al Baqa’i dalam tafsirnya menukil perkataan Hamzah al Karmani yang menukil perkataan al Khalil. Al Khalik mengatakan, “Semua pakaian yang digunakan oleh perempuan untuk menutupi badannya baik pakaian dalam, pakaian luar ataupun pakaian tambahan adalah jilbab”.

 

11. Pendapat kesebelas, jilbab adalah qamis (long dress). Pendapat ini menurut al Mula ‘Ali al Qari dalam Syarh al Misykah adalah pendapat al Abari. Pendapat ini juga disebutkan oleh al Baqa’i dalam tafsirnya. Konsekuensi dari adanya perbedaan pendapat Al Baqa’I menyebutkan konsekuensi dari berbagai pendapat di atas dengan mengatakan, “Jika yang dimaksud dengan jilbab adalah qamis [long dress] perintah Allah untuk idna’ jilbab maknanya adalah memakai long dress hingga menutupi kedua tangan dan kedua kaki. Jika yang dimaksud dengan jilbab adalah penutup kepala maka makna idna’ jilbab adalah menutupi wajah dan leher dengan kain penutup kepala tersebut.”

 

             Jilbab yang dimaksud disini adalah kain yang menutupi pakaian rumahan maka makna idna’ jilbab adalah memanjangkan dan melonggarkan kain tersebut sehingga menutupi seluruh badan plus kain rumahan yang telah dikenakan terlebih dahulu. al Mula ‘Ali al Qari mengatakan bahwa sebagian pendapat dalam masalah ini mirip-mirip dengan pendapat yang lain.

Pendapat yang lebih kuat, semua kain yang dipergunakan oleh perempuan untuk menutupi kepala, leher dan punggung (sehingga panjangnya adalah sampai pantat) adalah jilbab karena dua pertimbangan:

، ولذلك كان عمر يضرب الإماء بالدرة إذا غطت رأسها وقعنته

Pertama, Umar Radhiyallahu ‘Anhu memukuli budak-budak perempuan yang memakai penutup kepala.

ولأناللهعز وجل قال )} يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جلابيبهن .الأحزاب:59{ فمن هنا للتبعيض قاله الزمخشري و أبو حيان

Kedua, karena Allah Subahanahu Wa Ta’ala berfirman (yang artinya), “Mereka menjulurkan sebagian jilbab mereka”.(Al Ahzab: 59) Min dalam ayat di atas bermakna sebagian. az Zamakhsyari menyebutkan bahwa ‘sebagian’ di sini mengandung dua kemungkinan makna. Yakni, pertama, perempuan berjilbab dengan sebagian jilbab mereka dengan pengertian wanita merdeka tidaklah hanya mengenakan long dress dan kerudung sebagaimana budak perempuan yang melakukan berbagai pekerjaan rumah. Wanita merdeka hendaknya memakai dua jilbab Kemudian yang kedua, perempuan menjulurkan sebagian dan sisa kain jilbabnya pada wajah sehingga wajah tertutup kain. Dengan ini wanita merdeka nampak berbeda dengan budak perempuan.

. قلت : والراجح هو الاحتمال الأول ، لأن الوجه ليس بعورة على الصحيح واللهأعلم

Jika kita berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat maka kemungkinan makna yang paling mendekati untuk pengertian ‘sebagian’ di sini adalah kemungkinan makna yang pertama.

. وأما من قال أن الوجه عورة . فلها أن تظهر أسافل ثيابها

Sedangkan yang berpendapat bahwa wajah wanita adalah aurat maka seorang wanita ketika keluar rumah boleh menampakkan bagian atau ujung bawah dari pakaian rumahan yang dia kenakan.

قال ابن كثير : قال ابن مسعود: كالرداء والثياب. يعني: على ما كان يتعاناه نساء العرب، من المِقْنعة التي تُجَلِّل ثيابها، وما يبدو من أسافل الثياب فلا حرج عليها فيه؛ لأن هذا لا يمكن إخفاؤه

Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan bahwa menurut Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu yang dimaksud dengan ’kecuali yang nampak’ rida’ (baca: kain penutup kepala yang lebar) dan pakaian rumahan. Maksudnya sebagaimana kebiasaan wanita arab masa silam yang memakai kain penutup kepala yang lebar menutupi pakaian rumahan yang telah terlebih dahulu dikenakan. Dalam kondisi demikian, terlihatnya ujung bawah pakaian rumahan tidaklah mengapa karena hal tersebut tidak mungkin disembunyikan. Semisal dengan ujung bawah pakaian rumahan adalah izar (kain yang menutupi tubuh bagian bawah) dan pakaian perempuan yang lain yang tidak mungkin disembunyikan.

Wallahu A'lam

 

*Mahasiswi Semester 4 Prodi KPI

STIBA Ar Raayah Sukabumi

 

https://kalam.sindonews.com/read/201492/72/mengenal-11-pendapat-tentang-jilbab-1603116640

diakses pada Kamis, 11 Maret pukul 03.00 WIB

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jilbab

diakses pada Kamis, 11 Maret pukul 03.45 WIB 

Ikuti tulisan menarik Salsadila lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler