x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Senin, 7 Juni 2021 15:38 WIB

Kisah Taman Bacaan: Kok Bisa Tetap Eksis dan Tumbuh di Era Digital?

Taman bacaan di era digital kian jadi "jalan sunyi" yang tidak terperhatikan. Gimana nasib taman bacaan sekarang? Mampukah mereka bertahan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gimana caranya taman bacaan tetap bertahan di era digital?

 

Ini kisah taman bacaan. Tahun 2017, saat TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak, Bogor, didirikan. Hanya ada 14 anak yang mau membaca di taman bacaan. Setelah berjalan 3-6 bulan pun saya terus berpikir. Apa iya daerah ini (Desa Sukaluyu), anak-anaknya mau diajak membaca seminggu 3 kali? Maklum, sebelumnya mereka tidak punya akses bacaan. Anak-anak kampung yang tidak punya kebiasaan membaca buku.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Bingung juga, mau gimana ini taman bacaan?

Sepi dan garing juga. Dugaan saya kian tepat, berkiprah di taman bacaan itu memang “jalan sunyi”. Jarang dipedulikan orang, tidak ada uangnya, dan baca buku itu memang dihindari banyak orang. Wajar, kalo akhirnya frustrasi dan serba salah. Sifatnya sosial dan diajak baca kok masih tidak mau. Apa yang salah dengan taman bacaan?

 

Benar banget. Terlalu banyak tantangan dan ujian di taman bacaan. Pantas banyak pegiat literasi yang gampang frustrasi. Nyatanya, tidak sedikit TBM yang “mati suri”. Dibilang ada tapi tidak ada. Dibilang tidak ada tapi ada. Tapi saya tekadkan, apapun keadaaanya. Tetap istiqomah di TBM. Tetap datang seminggu sekali dari Jakarta ke Kaki Gunung Salak Bogor. Untuk menemani anak-anak yang membaca. Berapapun jumlah anaknya? Intinya, saya urus apa yang harus saya urus di taman bacaan.

 

Alhasil, proses memang tidak pernah mengkhianati hasil. Itu benar banget. Perlahan, anak-anak yang membaca di TBM Lentera Pustaka terus bertambah. Jadi 38 anak (2018), naik jadi 60 anak (2019), lalu 101 anak (2020), dan kini 168 anak (Juni 2021). Bahkan sejak 2019, TBM pun punya program GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) dengan 9 ibu warga belajar, ada KElas PRAsekolah (KEPRA) sejak Feb. 2021. Ada pula 16 YAtim Binaan (YABI), 7 lansia JOMpo Binaan (JOMBI), lalu sejak April 2021 bikin Koperasi LENTERA sebagai “perlawanan terhadap praktik rentenir”. Bahkan  tiap minggu, minimal ada kiriman donasi buku dari 3 orang baik. Dan punya program “literasi digital” dengan 5 komputer hibah plus program RAjin menaBUng (RABU) setiap anak pembaca aktif. Maka di taman bacaan, resep terbaik adalah istiqomah.

 

Media seperti NET TV, CNN TV, DAAI TV, TV Parlemen, Jawa Pos, Media Indonesia, Majalah Kartini, dan Liputan6.com sudah meliput ke TBM Lentera Pustaka dan bisa dicek jejak digital-nya. Dan insya Allah, minggu ini pun akan resmi berdiri “YAYASAN LENTERA PUSTAKA INDONESIA” yang siap berkiptah lebih luas lagi, untuk 6 kecakapan literasi dasar (baca-tulis, numerasi, finansial, digital, sains, budaya-kewargaan). Tentu atas dukungan CSR korporasi sebagai sponsor dan orang-orang baik yang sudah ada selama ini, para wali baca dan relawan.

 

TBM Lentera Pustaka terus berkiprah dan bertumbuh hingga kini. Dari 1 desa kini meluas dampaknya hingga 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya). Akhirnya, siapapun yang ada di TBM Lentera Pustaka kini senang dan bersyukur. Bagi yang tidak peduli, pun melongo kebingungan. Kok bisa?, dalam hatinya.

 

Ada pelajaran penting di taman bacaan. “Jangan mudah menyerah dalam berkiprah dan jangan terlalu mudah bilang tidak bisa atau tidak mau. Asal mau pasti bisa”. Taman Bacaan itu baik, maka jalankanlah. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler