x

DPR

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 20 September 2021 11:45 WIB

Terima Kasih Kader, Rakyat Jadi Tahu Uang Miliaran itu

Terima kasih kepada si kader yang polos. Andai tidak ada dia, rakyat pun belum tahu bahwa menjadi anggota dewan itu penghasilannya miliaran. Bagaimana rakyat? Masih mau terus menjual atau menggadaikan suaranya untuk seseorang agar menjadi anggota dewan yang penghasilannya miliaran, tapi modalnya recehan? Hasil pekerjaan terus dipertanyakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sekarang semakin benderang bahwa selama ini, rakyat dan suaranya hanya dimanfaatkan untuk meraih kursi, kemudian setelahnya mengeruk uang rakyat, dengan kerja yang banyak disebut berbagai pihak dengan ongkang-ongkang kaki. Sebab setiap bulan mereka dapat uang puluhan juta, dalam setahun uang pun bertambah miliaran, tapi kerja yang katanya untuk rakyat boleh disebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Sejatinya, tanpa harus dibongkar oleh salah seorang anggotanya, berbagai pihak pun tahu menyoal gaji, tunjangan, dan uang kemewahan yang diterima anggota dewan yang terhormat itu, hasil kongkalikong antara siapa, kalau bukan akal-akalan para partai politik yang mengusungnya.

Menjadi anggota dewan pun tetap masih ada tanggungjawab setor ke partai, karenanya, selain bicara uang gaji, tunjangan, dan uang kemewahan, mereka pun masih mengincar celah-celah lahan yang dapat dikorupsi, hingga duet mereka dengan pemerintah yang juga kepanjangan tangan dari partai politik, juga bahu-membahu melemahkan KPK dengan produk dan kebijakan Undang-Undang untuk melindungi diri mereka sendiri. Luar biasa.

Bersikap setelah dibuka

Setelah kejadian buka-bukaan ihwal gaji anggota DPR yang bisa jadi tujuannya hanya sekadar pamer, sekadar cerita, atau sekadar gaya-gayaan. Selain dalam hal ini juga membuka aib kecerdasan intelektual dan emosional yang bersangkutan karena dianggap berbagai pihak memang tak cerdas tapi bisa menjadi anggota dewan, publik yang menduga akan ada pihak kebakaran jenggot dari aksi si anggota dewan ini, dugaan itu pun terbukti.

Ternyata, atas aksi yang dianggap tak simpatik dan tak empatik itu, padahal rakyat sedang dan terus dirindung derita, tapi ada yang pamer penghasilan dari uang rakyat sampai miliaran, Fraksi PDIP Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya memanggil kadernya yang sok-sokan itu.

Si kader diminta untuk menemui Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR dan Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPR untuk diskusi terkait pernyataan yang viral dan dianggap publik menyudutkan DPR. Berita ini pun juga viral di media massa.

Sebelumnya, si kader blak-blakan bicara soal besaran gaji anggota DPR dalam kanal salah satu Youtuber di tanah air.  Politikus berlatar penyanyi kondang ini mengaku menerima gaji di awal bulan sebesar Rp 16 juta. Menerima tunjangan sebesar Rp 59 juta yang diterima lima hari setelah mendapat gaji pokok. Selain itu, si kader juga menyebutkan anggota DPR mendapatkan dana aspirasi Rp 450 juta yang diterima lima kali setahun. Lebih dari itu, masih ada pula dana kunjungan daerah pemilihan atau dana reses sebesar Rp 140 juta.

Dalam diskusi, ternyata pihak Fraksi PDI Perjuangan mengatakan pernyataan itu benar. Namun sebagai politikus, pihak Fraksi menyebut seharusnya si kader tak menyampaikan pernyataan yang bisa memicu kegaduhan, serta mengungkapkan bahwa dari sisi politisi ai kader harus menekan pernyataan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan.

Pihak Fraksi pun menekankan agar si kader tetap kritis dan menjalankan fungsi anggota Dewan sebaik-baiknya dan meminta si kader tak mengubah karakter kritis tersebut. Fraksi juga meyakinkan bahwa tindakannya bukan teguran, tetapi hanya diskusi. Si kader perlu memperbaiki komunikasi publik untuk mencegah mispersepsi.

Untung ada si kader yang polos

Bila saja tak ada si kader yang polos, hingga saat ini, berbagai pihak dan rakyat pun masih bertanya-tanya tentang gerangan jenis gula apa di balik kata dewan yang terhormat itu. Sebab, selama ini semut-semut anggota partai terus berupaya mengerubuti dan duduk di dalamnya dengan berbagai cara. Memanfaatkan suara rakyat sebagai kendaraannya. Tetapi uang rakyat juga yang dijadikan garansi membayar hutang kepada pemodal (cukong) dan setoran ke partai yang mengusungnya setelah dapat kursi si rumah gula itu.

Untung saja, si kader yang polos ini benar-benar dari kalangan rakyat yang bisa jadi memang belum mumpuni dalam skenario dan sandiwara taktik, intrik, politik, dan lekat dengan dunia glamour keartisan dengan gaya hidup hedon, jadi saat bicara di kanal YouTube, tetap dengan perasaan sebagai artis. Bukan politisi yang seharusnya menjaga marwah partai yang mengusungnya dan dewan terhormat yang seharusnya menyoal uang bancakan tak bocor ke publik.

Nasi sudah menjadi bubur. Kini, rakyat tahu, duduk menjadi anggota dewan yang hanya dengan modal suara rakyat dengan berbagai sandiwaranya dan seharusnya bekerja amanah untuk rakyat tapi malah bekerja untuk kepentngan diri dan partainya dan pemodalnya, lalu dalam setahun mengambil uang rakyat hingga miliaran.

Untung ada si polos, sehingga hal memiriskan hati rakyat yang selama ini ditutup rapat oleh dewan yang terhornat itu, akhirnya terbuka juga ke publik.

Apakah di tengah NKRI yang telah merdeka, tetapi rakyatnya masih di jajah oleh rakyat bangsa sendiri yang terus mengambil keuntungan pribadi, golongan, dan partai, dewan yang terhormat yang tajuknya mewakili rakyat, memang harus tetap ada?

Belum lagi bila bicara pemerintah. Di tengah penderitaan pandemi corona, PPKM berjilid, ada pihak yang terus naik pendapatannya di tengah rakyat terus terjajah, rakyat terus diatur-atur, tetapi siapa yang terus mengeruk keuntungan dari peraturan itu? Belum lagi bicara BPJS kesehatan, rakyat jelata akan terus menjadi korban dengan upaya yang hanya menguntungkan pihak tertentu, bila iuran benar-benar dibikin menjadi sat kelas, yaitu kelas standar. Mungkin, memang ada yang ingin membuat rakyat benar-benar marah.

Terima kasih kepada si kader yang polos. Andai tidak ada dia, rakyat pun belum tahu bahwa menjadi anggota dewan itu penghasilannya miliaran.

Bagaimana rakyat? Masih mau terus menjual atau menggadaikan suaranya untuk seseorang agar menjadi anggota dewan yang penghasilannya miliaran, tapi modalnya recehan? Hasil pekerjaan terus dipertanyakan.


Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu