x

Iklan

Hendi Kusuma S Soetomo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 September 2021

Jumat, 12 November 2021 16:45 WIB

Risma

Risma merupakan perempuan desa yang cantik dan lugu, ia tidak mengerti apa itu dunia politik. Namun pemilu daerah tahun 1957-1958 membuat dia harus jadi simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan bergabung jadi anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bulan makin meninggi, cahayanya tertutup awan hitam. Dua baris perempuan berdiri dipinggir hutan dijaga gerombolan lelaki tegap berpakaian hitam. 
 
Dor...!
Terdengar keras bunyi letusan pistol di udara,  semakin membuat suasana malam itu mencekam hingga membuat takut dua baris perempuan itu.
 
"Kalian mau nurut atau saya tembak satu persatu." ancaman lelaki mengarahkan pistol ke arah perempuan-perempuan itu. 
 
Semua diam tertunduk tidak ada yang berani menatap wajah si lelaki. Mereka hanya melihat bayangan lelaki itu dari pantulan cahaya obor. Setelah mengancam, lelaki itu kembali ke arah gerombolannya.
 
"Risma...." terdengar suara pelan dari baris belakang.
 
Risma yang ketakutan dan tertunduk melirik ke samping kirinya. 
 
"Yeni, ternyata kau juga diancam mereka." kata risma pelan,  yeni menganggukan kepala pertanda mereka bernasib sama.
 
 
"Aku takut kita dibunuh lalu di kubur di tengah hutan,  seperti yang diceritakan banyak warga desa". kata yeni.
 
"Tidak yen, mereka sudah berjanji,  jika kita ikuti kemauan mereka kita akan selamat, ayah dan ibuku dan kedua orang tuamu  juga akan dibebaskan."jawab risma
 
"Tapi, kita akan....." kata Yeni
 
Kalimat yeni tiba-tiba terhenti, ia mendengar langkah suara sepatu booth menuju mereka. Ternyata lelaki yang menembakan pistol ke langit tadi datang lagi lalu menatap tajam wajah-wajah perempuan itu satu persatu.
 
"Dasar Gerwani,.". bentak lelaki itu memegang dagu seorang perempuan lalu meludah ke tanah. 
 
Risma cemas dan ketakutan,  hanya menundukan kepala, ia termenung  kemudian teringat kembali kenangan 7 tahun lalu, waktu dimana sebelum peristiwa ini terjadi. 
 
*****
 
Tahun 1957, ketika itu usia risma baru 14 tahun, ia masih lugu dan senang bermain bersama yeni. Yeni memang anak yang sedikit  cerewet, lucu, dan mudah bersahabat dengan siapapun.  Mereka berdua sebenarnya masih sepupu, ayah risma ialah kakak kandung dari Ibu yeni. 
 
Sehari-hari risma membersihkan rumah dan membantu ibunya di dapur, setiap pagi ia mempersiapkan bekal makan siang ayahnya sebelum berangkat ke kebun kopi. Terkadang ia dan ibunya ikut membantu di kebun kopi. 
 
Satu hari risma melihat ada keramaian di sebuah rumah besar, rumah itu merupakan rumah salah satu tokoh masyarakat di desa. Dirumah itu terlihat muda-mudi sedang mempersiapkan acara rapat pertemuan nanti malam, remaja lelaki memotong hewan ayam sedangkan remaja perempuan mempersiapkan bumbu dapur dan memasak nasi. 
 
 
"Risma ayo ikut, bantu kami memasak untuk acara rapat nanti malam." ucap Yeni bersama remaja perempuan lainnya memanggil risma.
 
Risma pun turun dari tingkat dua rumahnya dan mendatangi yeni. Lalu mereka menuju ke arah rumah besar itu.
 
"Ini  ada acara apa yen?" tanya risma sambil memarut kelapa
 
"Kata ibuku nanti malam akan ada rapat tentang pemilihan umum daerah di desa kita,." jawab yeni 
 
Risma diam mendengar jawaban yeni, ia tidak mengerti apa itu pemilu daerah. Namun ia melihat sekeliling rumah besar itu banyak sekali gambar palu arit lambang Partai Komunis Indonesia (PKI) tertempel di dinding.
 
Risma tidak mengerti politik, ia hanya tamatan Sekolah Rakyat dan tidak melanjutkan ke jenjang SMP yang berada jauh di kota, dibutuhkan dua hari perjalanan menggunakan kereta pedati untuk ke kota. 
 
"Nanti malam kau datang ya, semua warga desa diundang, katanya akan ada pemuda dari kota yang hadir." ujar Yeni
 
"Tapi aku harus pamit pada ayahku." jawab risma
 
"Ayahmu pasti telah diundang, jadi kau bisa ikut bersama ayah mu." ucap Yeni
 
"Lagi pula sayang sekali jika kau datang tidak datang, karena akan ada.....akan ada....akan ada?"
 
"akan ada apa?" tanya risma penasaran. 
 
"Akan ada banyak laki-laki tampan dari kota yang datang, hahahaha," canda Yeni membuat semua remaja perempuan tertawa.  
 
*****
 
Matahari telah tengelam di barat, cahaya jingga mulai berpadu gelap malam, suara beduk memanggil warga desa untuk menjalankan ibadah sholat maghrib. 
 
Setelah ibadah Isya, keluarga risma bersiap menghadiri undangan rapat. Ayah risma juga salah satu tokoh dihormati dan memiliki banyak kerabat di desa. 
 
"Apakah kita harus datang rapat ke rumah itu pak ?" tanya Ibu risma ke suaminya.
 
"Dia kerabatku, aku harus mendukungnya, Lagi pula aku ingin tahu, seperti apa janji mereka pada buruh perkebunan dan pertanian seperti kita. " ucap ayah risma.
 
"Cepat panggil risma bu,  kita sudah harus berangkat." kata ayah risma pada istrinya.
 
"Risma...risma... kau sudah siap nak." panggil ibu
 
"Sudah Bu." sahut risma keluar dari kamar dengan baju kebaya.
 
Setelah semua siap keluarga itu langsung berjalan menuju ke rumah besar tempat acara pertemuan. Jaraknya tidak terlalu jauh hanya 500 meter,  mereka bertiga membawa obor sebagai alat penerang jalan.  Setelah sampai ayah risma langsung duduk bersama tokoh masyarakat dan pejabat desa di ruang tamu, sedangkan risma dan ibunya menuju dapur membantu persiapan makan malam. 
 
Setelah semua tamu undangan hadir tuan rumah mulai mengucapkan salam dan memberikan kata-kata sambutan:
 
"Terima kasih pada bapak/ibu, saudara-saudaraku dan adik-adik muda mudi yang telah hadir malam ini. 
 
Seperti yang kita ketahui dari radio serta pengumuman selebaran pemerintah daerah sebentar lagi akan diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) daerah tahun 1957-1958. 
 
Pemilu daerah ini bertujuan mencari wakil-wakil rakyat di daerah. Oleh karena itu, saya sebagai tuan rumah sekaligus pengurus baru Partai PKI yang baru terbentuk di desa kita mengajak saudara untuk mendukung perjuangan kami.  
 
PKI sebagai partai politik yang bersih anti korupsi siap memperjuangkan kesejahteraan buruh perkebunan, pertanian dan memberantas kemiskinan di desa kita. Tepuk tangan untuk kita semua." tepuk tangan pun bergemuruh di ruang tamu. 
 
Risma yang mendengar bunyi tepuk tangan itu kemudian mengintip dari tirai pintu dapur, pandangannya pada tuan rumah yang memberikan sambutan di depan. Ia juga melihat gambar besar lambang palu arit betuliskan PKI di ruang tamu yang juga terdapat foto tokoh PKI DN Aidit dan Mao Tsung.
 
Tuan rumah kembali melanjutkan pidatonya:
 
"Saudara-saudaraku, sisa-sisa mental imperialisme penjajah masih ada dan terus berupaya merusak tatanan sosial dan ekonomi kita. Kebijakan pemerintah haruslah berpihak pada rakyat, upah buruh dan pegawai sipil sangat minim dan harus kita tambahkan. Kedua, kader-kader politisi partai lain banyak terlibat kasus korupsi, mereka mencuri uang rakyat di waktu rakyat kesulitan. Pemimpin partai PKI kita berjanji berjanji jika ada kader partai PKI yang terlibat kasus korupsi maka akan dipecat.  
 
Oleh sebab itu untuk melakukan perubahan nasib negara ke depan kita memilih parpol yang memiliki visi-misi jelas dalam penyelenggaram negara, harus memilih parpol yang memiliki kader-kader yang berkualitas dan tidak terlibat kasus korupsi. 
 
PKI merupakan partai bersih, berpihak pada nasib buruh, tani,  pegawai negeri, dan perempuan, karenanya malam ini saya memohon dukungan bapak/ibu, saudara-saudara, adik-adik untuk mendukung dan memilih partai PKI di pemilu daerah 1957-1958. Kita harapkan perjuangan ini dapat membuat negara menuju adil dan makmur,  damai sentosa, rakyat sejahtera. 
 
Demikian pidato ini saya sampaikan, semoga acara rapat kita malam ini bisa membawah berkah bagi kita semua." tutup tuan rumah disambut tepuk tangan tamu undangan rapat. 
 
Lalu seluruh tamu undangan diminta berdiri oleh tuan rumah. Kemudian memanggil beberapa lelaki, anak muda,  dan perempuan untuk meresmikan anggota baru organisasi sayap partai PKI yakni Barisan Tani Indonesia (BTI)  dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Simpatisan dan anggota baru lalu menyanyikan lagu mars dan hymne partai PKI sebagai penutup rapat malam itu. 
 
Acara kemudian dilanjutkan makan malam,  risma dan perempuan desa lainnya telah siap mengeluarkan makanan satu persatu dari tirai dapur dan disajikan pada tamu undangan.  Selesai berdoa semua yang hadir mulai makan malam. 
 
"Kau serius ingin maju sebagai wakil rakyat?" tanya ayah risma pada tuan rumah. 
 
"Iya, aku serius, aku ingin membangun dan mensejahterakan desa kita. Karena itu aku masuk politik dan memilih jadi kader PKI." jawab tuan rumah pada ayah risma.
 
"Kau yakin akan menang" tanya ayah risma kembali. 
 
"Menang atau kalah aku tidak tahu, aku hanya berjuang. Asal kau tahu,  saat ini partai PKI dicintai rakyat karena memperjuangkan nasib-nasib masyarakat bawah. Jadi aku mohon dukunganmu." jawab tuan rumah
 
"Pasti, aku pasti mendukungmu,  lagi pula kau masih kerabat dari ayahku." ucap ayah risma. 
 
Usai makan malam, risma, yeni dan muda-mudi di desa membuat acara api unggun, mereka bernyanyi dan menari bersama-sama.  
 
Sejak malam itu keluarga risma jadi simpatisan partai PKI, ayahnya bergabung jadi anggota BTI  sedangkan risma serta dan ibunya bergabung jadi anggota Gerwani.
 
Tahun 1957-1958 merupakan tahun politik,  tahun dimana pemilu daerah diselenggarakan untuk memilih wakil-wakil rakyat. Ketika itu partai PKI muncul sebagai partai pemenang dan memiliki banyak kursi di parlemen daerah. 
 
Tapi siapa sangka di kemudian hari  partai PKI akan terlibat kudeta dan penghianatan negara lewat peristiwa Gerakan 30 September PKI (G30SPKI). 
 
******
 
Tahun 1965  suasana politik kian memanas, para elit partai politik saling sikut memperebutkan kekuasaan dan mempengaruhi kebijakan demi keuntungan pribadi dan kelompok masing-masing. 
 
Puncaknya ialah terjadinya peristiwa penghianatan Gerakan 30 September PKI (G30SPKI). Dimana tujuh perwira Angkatan Darat diculik, disiksa,  dibunuh dan dikubur di Lubang Buaya. PKI Dalang dari peristiwa itu, PKI jadi penghianat karena ingin melakukan kudeta.
 
"Tidak mungkin, apa benar PKI di Jakarta ingin melakukan kudeta dan penghianatan, "ucap ayah risma membaca  koran bekas kiriman pakaian dari kota.  
 
Ibu risma terkejut mendengar suara suaminya, lalu pekerjaan di dapur ia tinggalkan. 
 
"Ada apa pak, apa yang tak mungkin?."
 
"PKI telah dituduh berkhianat,  7 perwira angkatan darat telah di culik dan dibunuh." terang ayah risma
 
"Benarkah itu pak",  Ibu risma seakan tidak percaya. 
 
"Begitulah keterangan yang aku baca, sekarang situasi di Jakarta sedang memanas. Demonstrasi mahasiswa terjadi setiap hari, mereka menuntut Presiden membubarkan partai PKI." ucap ayah risma. 
 
Istrinya sangat cemas dan ketakutan,
 
"Apakah ini pertanda buruk pak?, aku takut terjadi apa-apa dengan keluarga kita,  terutama anak kita risma." cemas ibu risma. 
 
Melihat ketakutan sang istri, ayah risma mencoba menenangkan hatinya. 
 
"Sudahlah bu,  jangan takut semoga tidak terjadi apa-apa dengan keluarga kita." katanya lembut. 
 
 
Hari-hari berlalu,  kabar tentang tuntutan mahasiswa dan masyarakat memdesak untuk membubarkan PKI semakin kuat. Terjadi krisis kepercayaan terhadap Pemerintah. 
 
Lalu pada bulan maret tahun 1966, pemerintah memutuskan membubarkan partai PKI.
 
Terjadi keributan dimana-mana jutaan kader PKI ditangkap dan diamankan. 
 
Hingga akhirnya Ayah dan Ibu Risma juga ikut diamankan karena dianggap sebagai kader partai PKI dan anggota BTI serta Gerwani. 
 
*****
 
Cahaya obor terus menerangi malam, nyamuk hutan dan rumput liar membuat tapak kaki hingga betis risma gatal.  Tapi ia masih berdiri di pinggir hutan merasa cemas dan takut. 
 
Risma lalu sadar dari lamunan masa lalunya dan menyadari mengapa malam mereka dikumpulkan di pinggir hutan. Mereka adalah simpatisan PKI dan anggota Gerwani. 
 
Risma lalu melihat kearah Yeni masih tertunduk ketakutan. 
 
"Yeni,..." panggil risma pelan.
 
Yeni pun menoleh ke arah risma.
 
"Ayah dan ibu ku dari kemarin belum pulang. Pemimpinan gerombolan itu berkata jika orang tua ku ingin hidup,  aku harus menuruti kemauan mereka."
 
"Orangtua ku juga, lelaki itu mengatakan hal yang sama padaku." ucap Yeni
 
Lalu gerombolan lelaki itu mendatangi baris perempuan pertama, satu persatu perempuan desa diajak masuk ke balik pepohonan. 
 
Perempuan desa hanya terlihat pasrah karena takut ancaman dari pria yang memegang pistol.
 
Setelah 1 jam berlalu,  perempuan-perempuan desa keluar dari balik pepohonan. Wajah mereka terlihat lesuh dan basah oleh hujan air mata.
 
Tiba saatnya perempuan baris kedua, 
 
"Ayo ikut!" kata lelaki mengajak risma untuk masuk ke balik pepohonan. 
 
Risma pun mengikuti lelaki  itu masuk ke balik pohon, ia di suruh duduk dibawah pohon.  "Diam jangan melawan!" ancam lelaki itu berusaha memperkosa risma.
 
Tapi risma melawan, merasa kehormatannya terancam ia  menendang kemaluan lelaki itu lalu lari menuju perkampungan. 
 
"Bangsat,  ada yang kabur!," teriak lelaki yang hendak memperkosa risma tadi. 
 
Mendengar teriak kawannya,  semua lelaki itu langsung mengejar risma.
 
Risma terus berlari menembus gelap dan dingin malam, ia tidak peduli kain pakaiannya robek kena ranting pohon. 
 
Gerombalan laki-laki itu terus mengejar risma tapi jaraknya sudah terlalu jauh. 
 
Lalu pimpinan rombongan itu mengeluarkan pistol dan menembak ke arah risma
 
Dor!
 
Sebutir peluru keluar dari mulut pistol dan mengenai punggung risma, ia terjatuh ke tanah. Tapi ia bangkit dan kembali berlari hingga darah mulai keluar dari mulutnya. 
 
"Aku harus beritahu penduduk desa," bathin risma. 
 
Risma terus berlari hingga sampai ke tepi desa dan akhirnya tubuhnya terjatuh. 
 
Gerombolan lelaki itu menemukan tubuh risma. Si  pemimpin gerombolan mencoba menembakan peluru yang kedua ke arah tubuh risma.  tetapi sebelum itu terjadi terdengar suara keras kentungan dan terlihat cahaya obor dari arah desa.
 
"Warga desa datang, ayo cepat kabur, sebelum tipu muslihat kita diketahui. " kata pemimpin gerombalan laki-laki berbaju hitam itu. Mereka berpencar lalu masuk ke dalam hutan meninggalkan tubuh risma. 
 
 
Risma terkapar di tanah, napasnya berat, mulutnya keluar darah, pandangan matanya kian pudar. 
 
"Risma!" teriak yeni yang menemukan risma lalu memeluk tubuhnya yang berlumur darah. 
 
Lewat pandangan redup risma melihat wajah yeni, "Yen, kita bukan penghianat, kita hanya permainan mereka. " ucap risma menghembuskan napas terakhir. 
 
Yeni dan seluruh perempuan desa menangis melihat risma tewas. Kemudian membawa jenazahnya pulang bersama warga desa. 
 
 
TAMAT
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Ikuti tulisan menarik Hendi Kusuma S Soetomo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu