x

Iklan

Diaz Elprana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Jumat, 12 November 2021 16:58 WIB

Permainan Yang Berujung Maut (Part 1)


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Permainan Yang Berujung Maut

Part 1

Profesor Heru merupakan orang yang begitu terbuka denganku meski kami tidak sedarah maupun seagama. Selama berkerja dengannya sebagai juru tulis, aku sering diperlakukan begitu manusiawi dan terhormat dalam setiap kondisi. Itulah mengapa aku begitu nyaman berkerja dengannya, walaupun terkadang harus menemaninya menangani kasus yang berbahaya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa kasus berbahaya yang pernah kami temui, sebenarnya adalah kasus yang selalu seru dan menarik bagiku untuk kutulis. Salah satunya kunamakan Permainan Yang Berujung Maut.

Rumah Prof. Heru berada di sebuah komplek yang rumahnya masih terbatas. Belum banyak orang yang tinggal di komplek tersebut. Salah satu rumah yang sudah ditempati berada disebelah rumah Prof. Heru. Rumah tersebut tidak begitu besar, tapi memberikan kesan minimalis.

Rumah itu sebenarnya tidak dijual, melainkan hanya dikontrakan. Ketika awal mengenal Prof. Heru, rumah tersebut dalam proses dibangun, namun sekarang rumah tersebut sudah jadi dan dihuni oleh beberapa mahasiswa yang mengontrak selama setahun. Aku tidak begitu mengenal mereka, yang kutahu mereka mahasiswa kedokteran di salah satu universitas negeri di Jakarta.

Suatu malam, rumah tersebut cukup ramai kedatangan beberapa orang. Aku melihatnya ketika sedang bersantai di depan rumah Profesor Heru sambil membaca buku. Biasanya setiap sore aku hanya melihat 4-5 motor di garasi rumah tersebut. Tetapi hari itu, ada 8 motor dan 1 mobil parkir didepan rumah itu.

Dari waktu Magrib hingga malam hari, aku terus mendengar kebisingan dari rumah sebelah. Suara tawa dan musik yang keras benar-benar mengangguku saat itu. Aku sempat mengadu kepada Profesor, hanya saja dia membela tetangganya tersebut. Dia hanya berkata, “Biarkanlah. Mereka masih muda.”

Aku agak jengkel dengan jawabannya, karena ruang kamarku menempel dengan dinding rumah sebelah. Sehingga ketika di kamar, aku bisa mendengar kebisingan dari rumah mereka, meskipun tidak begitu jelas.

Biasanya aku terpaksa masuk kamar lebih malam karena membantu Profesor Heru menangani kasus. Tetapi, karena seminggu ini belum ada kasus yang datang, aku sudah masuk kamar lebih cepat. Sekitar pukul 10 malam, aku sudah membawa laptop dan tasku ke kamar tidur.

Pada awalnya aku berniat ingin melanjutkan membaca buku, namun kebisingan dari rumah sebelah membuat aku terpaksa harus menyicil untuk menyelesaikan skripsiku.

10 menit masih fokus, 20 menit masih fokus, ketika sudah setengah jam, aku mulai merasa tidak nyaman dengan keberisikan dari rumah sebelah. Aku berniat untuk memberitahu Profesor Heru, sayangnya dia sudah masuk kamarnya. Aku kembali ke kamarku, dengan sengaja, aku mengetuk dinding yang menempel dengan rumah sebelah dengan keras. 3 kali aku ketuk tapi suaranya masih sama saja.

Tidak lama kemudian, keberisikan di rumah sebelah mulai mereda dan lama-kelamaan menjadi sunyi. Aku menuju tempat tidur lalu mulai berbaring. Kupejamkan mataku tetapi tiba-tiba sebuah suara keras mengagetkanku. Bukan suara tawa ataupun suara musik, aku terbangun mendengar suara tubuh seseorang seperti menghantam dinding. Suara itu terdengar beberapa kali. Awalnya aku sempat berprangka bahwa itu hanya kejadian biasa saja seperti kelakukan seekor tikus, tapi tiba-tiba terdengar jeritan seseorang dari rumah sebelah. Aku segera terbangun berlari dan melihat pintu kamar Prof. Heru sudah terbuka. Ia berlari cepat menuju pintu keluar

Aku mengikutinya.

Profesor Heru memanggil beberapa satpam di pos yang berada di depan rumahnya. Ia berjalan cepat ke rumah tersebut. Rumah tersebut kini hanya tersisa 5 motor dan 1 mobil. Profesor Heru memanggil sekumpulan anak yang sedang duduk santai di balkon atas. Ia memanggil dengan tegas sambil melotot tajam, “Turun… buka pintunya!”

Melihat seseorang tiba-tiba bertindak seperti itu, pemuda-pemuda tersebut turun dan segera membuka pintu. Seorang dari mereka bertanya,”Ada apa ini?”

Tanpa jawaban, Profesor Heru segera mendorong sekumpulan orang tersebut lalu berjalan ke suatu pintu kamar yang terletak di posisi kiri rumah itu. Ia membukanya.

“Sialan. Apa-apaan ini!” katanya.

Kami semua mengikutinya lalu melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Profesor Heru masuk ke kamar tersebut dan aku mengikutinya.

Didalamnya, seorang pemuda menatap kami dalam posisi duduk tergeletak di dinding.  Sepertinya pemuda itu sudah mati. Matanya menatap ke arah kami dengan tatapan yang sudah kosong dan seperti putus asa. Mulutnya juga tertutup lakban dan tangannya terikat.

“Siapa yang bertanggung jawab atas ini semua?” tanya Profesor Heru dengan keras ke arah sekumpulan pemuda tersebut sambil menunjuk pemuda yang malang itu.

“Saya tidak tahu apa-apa soal ini, Pak.” jawab seorang dari mereka dengan cemas..

“Lalu mengapa dia bisa terikat seperti ini?” tanya Prof. Heru dengan cepat.

“Kami baru saja bermain Putaran Roda Tanpa Mata. Dan Daniel sudah kalah tiga kali.”

“Permainan apa itu?” tanyaku. “Apa hubungannya dengan dia diikat seperti ini?”

“Itu permainan yang biasa kami mainkan ketika berkumpul. Setiap orang akan ditutup matanya kecuali 1 orang yaitu, moderator. Moderator bertugas memimpin permainan dan menunjuk siapa yang akan memutar roda. Setelah ditunjuk pemutarnya, roda akan diputarkan oleh si pemutar. Moderator akan memberikan waktu kepada forum untuk berdiskusi siapakah yang memutarkan roda tersebut tanpa ada satupun yang membuka mata.”

“Siapapun yang ketahuan pemutarnya hingga tiga kali, dialah yang kalah.” kata seseorang yang lain melanjutkan.

“Daniel kalah tiga kali. Hukuman yang dia dapat adalah diikat dan ditutup mulutnya selama 1 jam.” jawab seseorang yang lain.

“Apakah karena kekalahan tersebut Kalian juga membunuhnya?” tanya Prof. Heru.

“Tidak.” jawab si perempuan.

“Tidak, Pak.” Begitu juga jawaban yang lain. “Hukuman kami tidak sampai membunuh. Kami juga tidak tahu mengapa bisa seperti ini.”

“Kalian serius?”

“Serius, Pak. Kami benar-benar tidak tahu.”

Di dalam kamar, Prof. Heru memerhatikan setiap penjuru yang ada di ruang tersebut. Kamar itu hanya berisi sebuah lemari dan beberapa kasur di lantai, persis seperti tempat tidur anak kosan. Tidak ada jendela dan tidak ada kamar mandi, hanya ada satu pintu, itupun hanya pintu masuk.

“Kalian berlima dalam posisi berat. Seandainya Kalian tidak ada yang mengaku, Kalian semua akan dipenjara.” kata Prof. Heru dengan nada mengancam.

“Yah, Pak, saya benar-benar tidak tahu soal ini.” jawab pemuda pertama.

“Iya, Pak. Tidak ada diantara Kami yang melakukannya.” kata pemuda kedua.

“Kami semua mengikat Daniel bersamaan kok, Pak.” kata perempuan pertama.

“Dan juga kami meninggalkannya bersamaan.” jawab perempuan kedua.

“Setelah itu kami semua naik ke atas lagi sampai akhirnya Bapak datang.” kata pemuda terakhir.

“Apakah sebelumnya ada teman-teman Kalian yang sudah pulang duluan?”

“Ada. Tapi mereka pulang sekitar jam 8.”

“Satu orang saja?”

“3 orang.”

“Apakah korban sempat ada masalah dengan ketiga orang tersebut sebelum pulang?”

“Tidak ada, Pak. Mereka pulang karena biasanya selalu pulang lebih cepat. Setelah kami syukuran dengan makan-makan, mereka langsung pulang dengan alasan sudah di telpon orang tua.”

“Oh, Begitu.” Prof. Heru tampak sedang memikirkan beberapa pertanyaan lagi yang bisa membantunya. “Lalu kenapa Kalian belum pulang sampai semalam ini?”

“Kami semua memang tinggal disini selama ini.”

“Termasuk Daniel?”

“Tidak. Daniel hanya berniat menginap hari ini.”

“Wah, ini bahaya…” jawab Prof. Heru.

“Kenapa, Profesor?” tanyaku.

“Malam ini tidak boleh ada yang meninggalkan rumah ini!” dengan tegas ia menantap sinis. “Saya tidak peduli sudah jam satu, jam dua, bahkan Subuh, kasus ini harus terbongkar malam ini.”

Ia melanjutkan.

“Saya belum tahu siapa pelakunya.” Prof Heru melihat sekawanan tersebut, “Ini adalah pembunuhan yang sudah direncanakan.” Ia menunjuk kelima orang tersebut, “Dan pembunuhnya ada diantara Kalian.”

Ikuti tulisan menarik Diaz Elprana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu