x

Iklan

sangpemikir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Oktober 2021

Kamis, 25 November 2021 11:15 WIB

Komunitas Bendung Lepen: Menyulap Selokan Dekil Menjadi Taman Ikan

Bendungan Micran Umbulharjo tergolong ikon baru dalam daftar destinasi wisata Kota Yogyakarta. Ujudnya hanya berupa sekumpulan kolam ikan, yang dipadu dengan saluran irigasi sepanjang 100 meter yang hanya berjarak 3 – 4 meter dari pintu rumah-rumah warga yang berderet memanjang. Serba bersih, apik dan tertata. Ditambah pula dengan keramahan para warganya, “Selokan Mrican” ini menjadi tempat kongkow yang murah tapi menyenangkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Warung kopi, es dan kudapan pun diusahakan sejumlah warga. Membenamkan kaki ke air seraya memberi makan  ikan dengan pelet buatan  pabrik menjadi prosesi  yang hampir selalu  dilakukan pengunjung. Selama 20 bulan dilanda pandemi, situs Irigasi Micran ini tak pernah sepi pengunjung. Ada ruang yang cukup lega bagi pengunjung untuk bermain-main seraya menjaga jarak. Memakai masker wajib dilakukan.

Terletak di Kecamatan Umbulharjo, kawasan Timur Yogyakarta, Bendungan Micran itu melintang pada Sungai Gajahwong. Bendungan itu dibangun pada zaman kolonial sebagai saluran pengairan untuk Jogya Timur dan menjulur sampai Kabupaten Bantul. Pada masa lalu, selokan air ini dipakai sebagai sarana irigasi persawahan meski tak seberapa luas.

Dalam perjalanannya, seiring pertambahan penduduk, rumah-rumah berdiri di sepanjang kiri dan kanan saluran irigasi tersebut. Semua menghadap ke arah saluran irigasi, Dengan perawatan yang seadanya ditambah meruahnya sampah dari Kali Gajahwong, kondisi irigasi itu pun semakin buruk. Kotor, dekil,  berbau. Bukan hanya sampah rumah tangga, saluran irigasi itu juga kebagian limbah pasar, limbah rumah tangga, peternakan, bahkan rumah sakit.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penduduk Mrican Giwangan yang bermukim di sepanjang mulut saluran irigasi harus menanggung gangguan segala limbah itu. Warga setempat pun  dulunya terbiasa membuang sampah di saluran irigasi tersebut.

Pemerintah Koya Yogyakarta tak tinggal diam. Pada tahun 2015, sebuah taman kecil dibangun tak jauh dari pintu air bendungan. Beberapa kolam digali dekat saluran irigasi. Ada anyaman besi pada pintu air untuk menyaring sampah mengalir ke saluran irigasi. Momentum itu dimanfaatkan warga Giwangan, Kerulahan Mrican, untuk  membangun kesepakatan setingkat RT untuk tak membuang sampah ke dalam saluran irigasi.

Namun, ternyata dampaknya tidak cukup menendang. Anak-anak muda Kapung Giwangan, Mrican, pun berembug untuk menangani pencemaran saluran irigasi itu sampai tuntas. Di bawah bendera Komunitas Bendung Lepen (Kali), Karang Taruna Mrican Youth pun terjun melakukan pembersihan selokan selebar 3 meter itu sejadi-jadinya.

Mula-mula, dari mulut pintu air dipasang kawat penyaring sampah. Ada empat pintu kawat yang dipasang di sepanjang 50 meter, dan ruang irigasi itu dibersihkan dari sampah-sampah yang telah mengendap bersama lumpur. ‘’Kami ingin membuat saluran air itu bersih dan bermanfaat untuk warga,’’ kata Andi Nur Wijayanto, salah satu pegiat Komunitas Bendung Lepen itu, dalam sebuah tayangan video di youtube.

Aksi pembersihan itu dilakukan sejak awal 2019 lalu. Secara bergiliran anak-anak muda itu terjung  ke selokan dan membenahi lingkungan kumuh itu. Hasilnnya, taman di mulut pintu irigasi itu lebih bersih dan menarik. Sejumlah mural yang indah dan lucu khas Jogya menghiasi sejumlah dinding. Pohon-pohon peneduh dipangkas, perdu ditata, rumput liar dicabut dan paving block dicat warna warni. Semua ikut gotong royong, tanpa berhitung siapa yang  akan meraih untung.

Ke dalam kolam dan saluran irigasi yang bersih itu dilepas ribuan bibit ikan mas, ikan gurame, nilai, tombro, disamping ada bibit wader, lele, udang kali, dan ikan patin yang masuk dari Sungai. Warga secara sukarela membongkar bagian rumah yang menjorong ke selokan tersebut.

Adaptasi warga berlanjut. Air limbah rumah tangga dialirkan ke arah belakang rumah, masuk ke got, disaring dibak kontrol,  baru dibuang ke Sungai Gajahwong. Limbah toilet masuk ke septik tank, dan tak ada lagi yang dibuang ke got.

Gebrakan ini mengundang perhatian warga Umbulharjo dan sekitarnya. Mereka mulai melongok ke Lembah Gajahwong itu, berselfie dan ramai-ramai  memajangnya di laman medsosnya. Viral. Dalam waktu singkat, Kampung Irigrasi Mrican ini dikenal secara luas. Semakin banyak orang datang.

Komunitas Bendung Lepen melanjutkan kerjanya. Selokan itu dibersihkan secara masif. Lumpur dan sampah  di dalamnya diangkat, dimasukkan ke karung-karung, dan atas bantuan Dinas Kebersihan, limbah itu dibuang ke tempat pembuangan sampah. Ruas irigasi yang dibersihkan pun bertambah menjadi lebih dari 100 meter panjangnya.

Lahan-lahan kosong, yang sempit sekalipun, dimanfaatkan menjadi taman,dengan warung-warung kopi di sejumlah titik.  Akses jalan pada  salah satu tepian saluran  irigasi diberi paving block warna warni. Tanggul irigasi disemen dengan penguatan batu kali. Tinggi muka air irigasi yang semula 40 cm menjadi satu meter dengan dasar pasir dan kerikil. Ribuan ikan warna-warni ada di dalamnya.

Memasuki pertengah 2019, Kampung Irigasi Mrican itu telah menjadi destinasi wisata warga Jogya, bahkan banyak yang dari luar kota. Panen ikannya dilakukan empat atau lima bulan sekali, dan bisa menghasilkan 9-10 ton ikan, berbagai jenis.

 Sebagian besar ikan dijual dan hasilnya untuk kas kesejahteraan warga. Pada akhir pekan, banyak pengunjung datang. Sebagian mereka mengajak anak-anak. Kampung Irigasi Mrican itu bukan saja tempat wisata atu hang-out, pun menjadi tujuan orang tua mengajak anak-anak bermain. Gratis.

Tak sampai di situ. Bila permukaan air cukup tinggi, genangan air  Bendungan Mrican itu bisa juga dimanfaatkan untuk wisata air. Ada beberapa unit perahu wisata yang menyusuri Kali Gajahwong seratus meter ke hulu lalu menghilir lagi. Ongkosnya Rp. 5 ribu per orang.

Untuk menikmati suasana bermain dengan ikan-ikan, pengunjung bisa membeli pelet ikan seharga Rp. 2 ribu sampai Rp. 5 ribu untuk melhat ikan-ikan berkerumun adu cepat berebut makanan. Tak ada kegiatan yang komersial. Komunitas Bendung Lepen  hanya mengutip biaya pemeliharaan dan operasional kegiatan dari margin harga pelet, tambang perahu serta penjualan ikan.

Aktivitas di Lembang Gajahwong itu lebih banyak didorong pada semangat untuk memanfaatkan sepenggal sumberdaya alam bagi warga kampung yang mau membuka warung kopi dan jajanan.

Di tengah pandemi Covid-19, dilakukan pembatasan pengunjung Bendung Lepen. Jam operasional yang dulunya jam 06 pagi sampai jam 10 malam dipersingkat sehingga jam 19 sudah tak menerima pengunjung. Di situ juga disediakan sarana untuk memenuhi syarat prokes, seperti tempat cuci di sepanjang tepian selokan.

Menjelang memasuki tahun keempat, Destinasi Selokan Micran itu masih menunjukkan kekuatan sebagai  situs yang layak ditengok.  Banyak Komunitas Gowes yang secara reguler menjadikannya tempat persinggahan. Sejumlah mahasiswa juga menemukan tempat hang out yang murah, dan bebas dari hiruk pikuk lalu lintas kota Yogyakarta. Ragam kopi dan jajanan yang tersedia semakin komplit.

Komunitas Bendung Lepen pun tak lelah merawat situs wisata rakyat itu. Semua anggota diberikan tugas sesuai dengan bidangnya, seperti pengelolaan ikan dan infrastruktur. Setiap harinya setelah Bendung Lepen sudah tutup, akan ada warga dan para anggota organisasi yang melaksanakan tugas bersih-bersih seperti menyapu dan membuang sampah.

Pembersihan selokan irigasi dilakukan setiap kali usai panen. Dilakukan pengerukan bagian bawah air untuk mencegah penumpukan lumpur. Kualitas airnya masih terjaga. Kondisi sekitar bendungan juga lebih bersih dan asri. Belakangan,warga di sisi hilir selokan juga tak mau kalah. Mereka ingin selokan yang melintas di kampungnya besih, sekalipun tak harus menjadi destinasi wisata.

Ikuti tulisan menarik sangpemikir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler