x

Ilustrasi Anas. Annie Spratt dari Pixabay

Iklan

Alifia Maharani

Pelajar SMA dan Penulis.
Bergabung Sejak: 22 November 2021

Jumat, 26 November 2021 21:26 WIB

Suatu Hari di Sibolangit

Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada seluruh korban kecelakaan pesawat Garuda Indonesia di Desa Buah Nabar Kecamatan Sibolangit, saya mendedikasikan tulisan ini kepada mereka yang gugur dalam kecelakaan tersebut. Mari kita panjatkan doa dulu kepada mereka sebelum membaca cerita ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

    Tangan gadis kecil itu menggandeng riang tangan adik laki-lakinya yang berumur dua tahun lebih muda darinya.

    "Ayah datang! Ayah datang! Ayah dimana, bunda? Mengapa dia tidak datang juga?" tanya gadis kecil bernama Nadia tersebut. Sementara di tangannya tampak Nino, sang adik yang sama berharapnya dengan sang kakak.

    Kanna yang mendengar pertanyaan anak sulungnya hanya menangis sendu sambil mengusap perutnya yang besar lantaran tengah hamil sembilan bulan, mungkin kurang lebih seminggu lagi akan melahirkan sang jabang bayi yang nantinya akan lahir tanpa mendengar suara adzan dari Hanan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

***

    Kanna, seorang gadis berbibir merah bak delima dan berpipi merah seakan memakai perona pipi. Cocok sekali dengan namanya, Kanna Aisyah Al-Humaira. Nama tengahnya berasal dari Istri Nabi Muhammad, Aisyah binti Abu Bakar. Sedangkan nama terakhirnya adalah julukan dari Siti Aisyah sendiri, Al-Humaira, yang artinya kemerah-merahan, seperti pipinya. Kanna adalah gadis ceria yang bebas, tetapi tak pernah jauh dari agama. Mungkin karena sang ayah adalah seorang pemuka agama di Desa Buah Nabar yang terkenal tegas dalam menegakkan agamanya. 

    Muhammad Hanan Al-Khawarizmi, seorang laki-laki perantauan dari Palembang berkulit putih dengan mata sipit yang tajam. Mengingatkan para gadis yang melihatnya dengan sosok Kim Soo Hyun atau Song Joong Ki, atau artis Korea lainnya. Hanan adalah laki-laki yang sangat taat beragama, bahkan seorang ketua remaja masjid setempat. Benar-benar sebuah paket lengkap : rupawan, cerdas, dan taat beragama. Siapakah kaum hawa yang tidak tertarik dengannya? Bahkan yang tidak seagama mengakui segala paket lengkap tersebut.

    Keduanya bertemu di Medan saat sama-sama menjalani pendidikan menengah atas di sekolah swasta di sana. Kanna yang merupakan anggota RoHis (Rohani Islam), menaruh hatinya pada Hanan yang merupakan ketua organisasi tersebut. Namun Hanan seakan tak pernah melihatnya, maka Kanna juga merasa bahwa dia tidak memiliki perasaan apapun kepadanya. Semuanya diluar dugaan ketika mereka sama-sama sudah bekerja, rupanya Hanan tiba-tiba datang dan melamar Kanna tepat di depan keluarga gadis itu. Maka tak butuh waktu sebulan, pernikahan antar keduanya dilaksanakan dengan Kanna yang berumur 24 dan Hannan yang berumur 25.

    Pernikahan keduanya menjadi semakin lengkap dengan dianugerahinya anak setahun setelah pernikahan mereka. Bayi perempuan lucu yang berpipi merah seperti Kanna yang lantas mereka beri nama Nadia Shafiyyah Al-Humaira. Nama tengahnya berasal dari nama istri Rasulullah, Shafiyyah binti Huyay yang berasal dari kalangan Yahudi. Nadia tumbuh menjadi gadis yang ceria dan sama manisnya dengan Kanna, sang ibunda.

    Dua tahun setelah Nadia lahir, Kanna kembali melahirkan anak yang kini mirip dengan Hanan. Bayi laki-laki tampan itu bernama Muhammad Nino Saifullah dengan harapan anak itu mewarisi keberanian Khalifah Khalid bin Walid, seorang panglima perang yang diberi gelar Saifullah, yang berarti pedang Allah. 

    Keluarga mereka bisa dibilang sangatlah harmonis. Setiap harinya mereka diramaikan dengan teriakan ceria Nadia dan Nino yang bermain-main di sekitar rumah mereka dan suara Kanna yang kewalahan mengurus anak-anaknya. Sesekali sang ibunda datang dan membantu Kanna mengurus cucu-cucunya yang lucu-lucu. Begitu malam tiba, Nadia dan Nino akan berlomba-lomba memeluk Hanan yang pulang dari kantor. Sebelum tidur, mereka akan bersama-sama menghapal ayat-ayat suci Al-Quran yang kini sudah dihapal dengan baik oleh kedua anak kecil tersebut.

    Semuanya berubah setelah Hanan bercerita bahwa perusahaannya di Medan bangkrut, tetapi sebelum kantornya benar-benar ditutup, Hanan sudah diterima di sebuah perusahaan di Jakarta. Jauhnya tempat kerja tersebut membuat Hanan hanya bisa kembali ke Sibolangit saat waktu lebaran atau libur kerja. Sisanya dia harus kembali ke ibu kota, meninggalkan istri dan anak-anaknya.

    Kanna yang mengetahui hal itu hanya mengangguk dan mengerti keadaan Hanan. Di sisi lain bisa saja dia mengganti sang suami menjadi tenaga kerja di luar negeri yang didengarnya dari tetangga memiliki gaji yang tak sedikit, tetapi kendati memikirkan dua anaknya yang masih kecil dan membutuhkan kasih sayangnya, hal itu diurungkannya karena tak ingin berpisah dari anaknya. Biarlah nanti saat sang anak tumbuh dewasa, baru dia bisa pergi meninggalkan keduanya.

    Hanan akhirnya berangkat ke Jakarta dengan diiringi tangisan istri dan kedua anaknya. Sehari sebelum berangkat, Nadia mengajak serta ayahnya untuk tidur bersamanya di kamar. Sementara Nino menangis terus dan berusaha menutup semua pintu agar ayahnya tidak pergi. Namun tekad Hanan sudah bulat, dia akan pergi demi menghidupi keluarganya.

    Kanna dan kedua anaknya tak dapat menahan tangis saat Hanan berjalan di koridor Bandara Polonia meninggalkan mereka. Kini tinggallah dia sendiri bersama kedua anak-anaknya di Sibolangit. Beruntung sejak pertama pergi, Hanan sering memberi kabar, bahkan pernah membelikan baju muslim baru untuk Nadia yang berulang tahun ketujuh.

    Hanan akhirnya pulang pada saat lebaran idul Fitri. Untung kantor tempatnya bekerja memberinya waktu cuti yang cukup lama mengingat Hanan bukan berasal dari Jabodetabek. Di sanalah dia kembali bertemu keluarganya sambil membawa oleh-oleh berupa cokelat, susu aneka rasa, camilan, baju, dan berbagai buah tangan lainnya yang semuanya dibagikan kepada keluarga dan orang-orang di kampung.

    Hanan kembali ke Jakarta setelah berliburan dengan keluarganya selama sebulan penuh. Rasa kehilangan dan sepi kembali dirasakan oleh Kanna dan anak-anaknya. Apalagi saat itu Hanan meninggalkannya saat dia tengah hamil. Ya, beberapa hari sebelum berangkat Hanan mengajaknya untuk mengetes apakah dia hamil atau tidak. Rupanya benar, dia hamil.

    Sembari menunggu kedatangan Hanan, Kanna membuka yayasan kecil-kecilan untuk anak-anak, muallaf, dan para orang kurang mampu untuk belajar agama. Semua itu dilakukan tanpa pamrih dan sebagai kejutan untuk Hanan jika nantinya sang suami pulang. Pasti suaminya akan bangga saat melihatnya berbagi ilmu dengan orang-orang.

   Hingga pada suatu hari yang bersejarah dalam hidup Kanna. Saat itu Hanan mengatakan bahwa dia sebentar lagi akan pulang. Dia yang mendengar semua itu tentu saja gembira dan dengan riang diumumkannya semua itu kepada anak-anaknya. Nadia dan Nino yang mendengar semua itu juga sama senangnya. Kanna yang bahagia segera membeli bahan-bahan makanan untuk memasak gulai kambing dan roti prata, makanan kesukaan Hanan. Pasti suaminya akan senang saat dia disambut dengan makanan favoritnya.

    Namun semua itu lantas berubah menjadi kesedihan saat Pak Aru, kepala desa mengumumkan bahwa pesawat yang ditumpangi Hanan jatuh tepat di perkebunan warga yang berada di desanya. Kanna yang mendengar hal itu langsung pingsan tepat di depan kedua anaknya yang tidak tahu apapun tentang apa yang menimpa ayah mereka.

    Jenazah Hanan tak dapat dikenali lantaran sudah hangus dan hancur. Jenazahnya akhirnya dikuburkan dengan mayat-mayat lain yang sama-sama tak dapat diidentifikasi di sebuah tempat bernama Monumen Membramo. Tak ada siapapun yang dapat disalahkan atas kejadian ini. ATC? Rasanya begitu jahat jika menyalahkan mereka. Cuaca? Siapa yang mengira.

***

    Kanna menatap kedua anaknya yang terus mencari-cari sang ayah yang sudah menghadap Sang Maha Kuasa. Melihat ibunya yang hanya diam, Nadia dan Nino dengan sedih masuk ke kamar masing-masing dan terlelap.

    "Besok kita ke Monumen Membramo, ya. Kita jenguk ayah," bisik Kanna sambil menyeka air matanya, lalu mengelus rambut anak-anaknya.

    Keesokan harinya, ketiga orang berbeda usia itu berjalan menuju sebuah makam tak bernama yang hanya bertuliskan KORBAN KECELAKAAN PESAWAT. Entah mengapa, Kanna merasa bahwa itu adalah tempat peristirahatan terakhir Hanan, suaminya.

    "Mengapa ayah dikubur?" tanya Nino polos.

    Kanna hanya menghela napas sambil mengarahkan kedua anaknya untuk menabur bunga di makam tersebut. Nadia yang sebenarnya tahu apa yang terjadi hanya menatap sang ibunda, lalu berbisik kepada Nino. Tak lama kemudian, Nino menangis dan bertanya kepada Kanna.

    "Ayah sudah tidak ada ya?"

    Kanna terdiam, lalu mengangguk.

   "Ayah sudah menghadap Allah. Allah sayang sama ayah, makanya dipanggil duluan," bisik Kanna sambil memeluk kedua anaknya. Kini Nadia dan Nino sudah tahu apa yang terjadi, tangis keduanya pecah, atau lebih tepatnya ketiganya di sepanjang tanah pemakaman tersebut.

    Tiba-tiba saja, Kanna berteriak sambil memegang perutnya. Dia hendak melahirkan, kedua anak yang tak mengerti apa-apa lantas berteriak-teriak, berharap ada seseorang yang mendengar mereka. Beruntung, seorang dokter yang berada di sekitar pemakaman mendengar teriakan tersebut dan membawa Kanna ke rumah sakit.

    Di rumah sakit, Nadia dan Nino hanya berpelukan sambil menangis ditemani oleh nenek dan kakek mereka. Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruang bersalin sambil tersenyum dan berkata bahwa Kanna telah melahirkan sepasang anak kembar dengan kondisi sehat dan selamat.

    Lalu mereka masuk ke ruang rawat tempat Kanna tertidur. Sementara di sebelahnya, terdapat sepasang anak kembar, laki-laki dan perempuan.

    "Tadi ada Mas Hanan, dia bilang dia gak tega ngebiarin aku melahirkan sendiri," bisik Kanna.

    

Ikuti tulisan menarik Alifia Maharani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB