x

Iklan

Widya Amanda

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 November 2021

Selasa, 30 November 2021 08:52 WIB

Ucapaan Maafku

Sebuah cerita misteri, seorang gadis bersama sebuah mayat di dalam hutan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kobaran api yang berasal dari tumpukan-tumpukan daun kering yang sengaja dikumpulkan menjadi penerang di tengah hutan bersama gulitanya malam. Aku mengerjap, lantas berbalik dan melangkah cepat menjauh dari kobaran api tersebut dengan senter yang masih kugenggam pada tangan. Berlari sangat jauh melalui pohon-pohon di sekitar hingga peluh terasa membasahi dahi.

Aku menghentikan langkah dengan napas sedikit terengah. Namun, tak kurasakan lelah. Melihat tepat di hadapanku seseorang tengah terbaring. 

Kuarahkan cahaya senter pada genggamanku kepada wajah lelaki yang terkulai lemah dengan darah segar mengalir dari belakang kepala. Mata dan senterku terarah pada palu yang terletak asal di dekat lelaki ini. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Suara jangkrik mengisi sunyinya malam, diiringi gemerisik daun-daun dan ranting pohon yang saling bergesekan tertiup angin malam. Aku menelan saliva menyaksikan pemandangan ini. Tidak mungkin masih hidup, lelaki ini sudah dipastikan tak bernyawa lagi. 

Aku menggeleng pelan, sebelum berbalik dan melangkahkan kaki berlari keluar dari hutan. 
Aku harus mendatangi kantor polisi terdekat.

Memakan waktu yang cukup lama. Hingga tenagaku terkuras habis seketika. Namun, tak kuhiraukan hal itu. 

Aku sudah kembali ke dalam hutan bersama para polisi dan detektif, menunjukkan tempat aku menemukan lelaki terkulai lemah tak bernyawa dengan darah segar mengalir dari kepala di tengah hutan. 

Di tempat itu juga aku dimintai keterangan sementara yang lain sibuk dengat mayat itu dan menyisir ke sekeliling. Sesekali kuperhatikan lelaki tak bernyawa di sana sembari menjawab pertanyaan-pertanyaan detektif yang memintaiku keterangan. 

Kembali kutatap wajah petugas di hadapanku ini sebelum aku kembali membuka mulut untuk menyambung keterangan. “Aku mengenalnya.”

“Kau mengenalnya?” Detektif itu mengangkat pandangan dari buku catatan kecilnya. Menatap lamat kepadaku dengan kedua alis yang terangkat.

Aku mengangguk pelan, kembali mengalihkan pandangan ke arah mayat yang tengah diselidiki tengah malam begini. “Namanya Ares. Sejak pagi ia tidak ada kabar. Jadi, aku mencarinya ke sini sebab lokasi terakhir GPS ponselnya di sini. Dan yang kuceritakan padamu tadi adalah bagaimana aku akhirnya menemukannya.” Aku menjeda sejenak dan menghela pelan. “Hanya raga, tanpa nyawa.”

Detektif itu mengikuti arah pandangku. Memandangi seseorang yang sudah kehilangan nyawanya namun hanya dibiarkan terkulai disana. Untuk proses penyelidikan katanya. Padahal setahuku, seseorang yang sudah meninggal haruslah lekas dimakamkan. 

Dialihkannya perhatiannya kepada teman-teman detektif dan polisinya. “Kalian sudah panggil tim forensik?”

*
    
Setelah dilakukannya autopsi, jenazah Ares akhirnya dimakamkan. Sementara proses penyelidikan diminta untuk terus dilanjutkan. Ramai orang datang lengkap dengan pakaian hitam memadati upacara pemakaman. Isak tangis terdengar dimana-mana sampai raga Ares tak lagi terlihat. Masuk ke dalam liang lahat.

Dihadapanku, orang tuanya tak berhenti menangis, meratap menyentuh nisan batu persegi dimana nama anak semata wayang mereka tertulis disana. Aku menunduk, berlutut di samping makam Ares. Kupandangi pula nisan itu diiringi air mata yang mulai mengalir sempurna pada pipi. Sementara satu persatu para pelayat sudah berlalu pergi.

Orang tua Ares pun sudah mulai bangkit. Ayahnya membantu ibunya berdiri, kendati wanita itu masih tak rela meninggalkan makam putranya. Namun, suaminya tak henti membujuk hingga kedua orang itu pun turut melangkah pergi dengan tangis yang masih tersisa.

Kupandang ke sekeliling, pemakaman sudah tampak sepi. Lantas, netraku kembali mengarah pada nisan Ares sembari menghapus air mata dengan telapak tangan. Aku menghela. Tanganku terangkat menyentuh nama Ares di atas nisannya. Memiringkan kepala, aku mengulas senyum tipis. “Maaf, karena sudah membuat perpisahan dramatis ini.”

 

Berau, 24 November 2020

Ikuti tulisan menarik Widya Amanda lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler