Jatuh Tempo

Selasa, 30 November 2021 13:30 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
DARK
Iklan

“Pak Dundun, ini sudah ketiga kalinya kami meminta itikad baik Bapak untuk bisa segera melunasi pnjaman yang sudah melewati batas jatuh tempo. Jika dalam 3 hari ini, Bapak tidak memberikan tanggapan, kami akan kirim orang untuk ke rumah Bapak!!!” Dundun sedikit menjauhkan telepon genggamnya dari telinga kanannya. Suara wanita itu tidak lagi halus seperti saat awal dia menawarkan pinjaman kepada Dundun.

“Pak Dundun, ini sudah ketiga kalinya kami meminta itikad baik Bapak untuk bisa segera melunasi pnjaman yang sudah melewati batas jatuh tempo. Jika dalam 3 hari ini, Bapak tidak memberikan tanggapan, kami akan kirim orang untuk ke rumah Bapak!!!”

Dundun sedikit menjauhkan telepon genggamnya dari telinga kanannya. Suara wanita itu tidak lagi halus seperti saat awal dia menawarkan pinjaman kepada Dundun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kala itu ketika pertama kali menerima telepon dari wanita yang sebut saja namanya Mawar, Dundun merasa suara Mawar sama seperti suara Lia, mantan kekasihnya yang dulu. Kini ketika Mawar membentaknya melalui telepon, bagi Dundun, suaranya terasa lebih mirip Santi, istrinya saat ini yang dia nikahi bukan karena rasa cinta, tapi terpaksa karena dijodohkan.

“Anaknya alim dan dari keluarga berada. Insyaallah bisa buat kamu lebih baik Dun,” ujar Ayahnya saat merajuk Dundun untuk mau segera menikah di usianya yang saat itu di awal 30 tahun.

Sejatinya Ayah Dundun mau menjodohkan anaknya dengan anak temannya bukan karena kepentingan Dundun, tapi kepentingan dirinya sendiri yang jengah melihat anaknya keluyuran tak karuan bahkan tak berpenghasilan hingga diusia yang seharusnya bisa memberikan nafkah bagi orangtuanya.

Santi, bagi Ayah Dundun tampak seperti wanita muda yang tidak banyak cakap, ditambah Ayah Santi yang merupakan teman lamanya itu adalah pengusaha sukses yang telah mewariskan sebagian bisnisnya kepada putri pertamanya. Bayangan Ayah Dundun waktu itu, Dundun akan sibuk membantu Santi untuk mengurusi bisnis yang sudah beranak pinak hampir di seluruh penjuru Jawa.

Tapi Ayah Dundun tak tahu kalau menantunya terlampau otoriter. Dundun diperlakukan bak budak oleh istrinya sendiri. Dundun tak dihargai, dihina lahir batin.

Santi tidak berselingkuh. Dibalik kerudungnya dia adalah seorang feminis. Dia ingin membalikkan lirik lagu “Wanita dijajah pria sejak dulu”. Cita-cita Santi adalah meneruskan karier Kartini. Ia yakin, wanita bisa berdaya tanpa termenye-menye dengan pria.

 “Yakin kau ingin bercerai denganku? Kamu mau hidup dari mana?”

“Kau tidak akan pernah mendapat istri yang baik selama kau tidak punya penghasilan. Tak ada yang sudi menikahi seorang pria yang tak punya modal apapun,”

Ucapan Santi ada benarnya. Sungguh Dundun ingin menceraikan istrinya, tapi ia sadar untuk menikahi  wanita lain, Dundun harus punya pekerjaan yang membanggakan. Ia tak ingin lagi diremehkan. Maka sebisa mungkin ia bertahan di dalam biduk rumah tangga yang sangat tidak jelas arahnya. Setidaknya ia ingin bercerai dalam keadaan yang lebih terhormat.

“Dengan uang aku bisa menikahi wanita yang aku inginkan,” ucap Dundun pada refleksi wajahnya sendiri dari kaca kamar mandi.

Entah siapa yang mengamini doanya, karena setelah ia keluar dari kamar mandi, telepon genggamnya berbunyi.

Berawal dari telepon itulah, Dundun mengenal Mawar yang kemudian mentransfer sejumlah 10 juta ke rekening Dundun seminggu kemudian.

---------------------------------

Dundun memutar otak untuk bisa menggunakan uang pinjaman sebagai pembuktian bahwa dia bisa berdaya tanpa bergantung pada seorang istri. Maka Dundun memutuskan untuk membuka usaha franchise yang menurutnya cukup ternama.

Seminggu setelah ia membuka gerai Boba, Dundun merasa frustasi, pelanggan yang memesan minumannya di sepanjang waktu itu hanya 3 orang. Dundun membuang bobanya setiap hari karena tidak laku. Modalnya menipis. Dundun menyadari bahwa ternyata tidak mudah memulai bisnis.

Tepat dihari ke 14 Dundun memulai bisnisnya, Mawar meneleponnya.

“Pak Dundun, kapan bisa melunasi pinjamannya? Kami mengingatkan bahwa seminggu lagi masa jatuh tempo pinjaman,” ucap wanita itu.

“Loh, jatuh temponya singkat sekali. Apa tidak bisa diperpanjang?” tanya Dundun.

“Pak Dundun ini bagaimana, kan sudah jelas di perjanjian yang sudah Bapak setujui. Jika tidak bisa melunasi minggu depan, bunga yang kami kenakan akan bertambah setiap harinya dan Pak Dundun sudah menyetujui skema itu,” jelas wanita dengan suara meninggi.

Dundun menutup teleponnya. Entah apa yang membuat Dundun menyetujui pinjaman tanpa membaca dengan teliti isi perjanjiannya. Ia mengamati gerainya. Dundun membayangkan bahwa dengan franchise, jalan bisnisnya lebih mudah, tapi nyatanya dia dihadapkan pada kerugian.

---------------------------------

Tanggal 10 Oktober 2021.

“Jika dalam 3 hari ini, Bapak tidak memberikan tanggapan, kami akan kirim orang untuk ke rumah Bapak!!!”

Jantung Dundun berdegup kencang. Meski ia sering mendapat perlakuan tidak hormat dari istrinya, paling tidak istrinya tidak pernah meminta uang padanya.

Sekarang Dundun dibentak oleh wanita yang bahkan Dundun tidak tahu wajahnya.

Dundun merana. Entah dosa apa yang Dundun lakukan. Baginya hidup terlampau tidak adil untuknya.

---------------------------------

Tanggal 13 Oktober 2021.

Terlihat 3 orang asing berdiri di depan gerai Dundun.

Awalnya Dundun mengira 3 orang itu adalah pelanggan,. Nyatanya ketika salah satunya mendekat, Dundun bergidik.

“Lunasi hutang anda atau kami tidak segan-segan menyita barang-barang dari rumah anda!!” bisik tegas pria berambut cepak.

“Bang, beri saya waktu seminggu ini,” bujuk Dundun.

“Selama ini kami sudah memberi kesempatan. Sekarang atau…”

 “Bang, saat ini saya cuman ada 500 ribu, tolong jangan kemari lagi. Saya yang akan ke kantor kalian untuk membayar pinjaman,” ujar Dundun menyerahkan sedikit uang yang tersisa.

 “Kami tunggu anda di kantor paling lambat minggu depan,” ucap si pria cepak.

Sepeninggal pria-pria berwajah garang itu Dundun terpaku di depan gerainya. Dundun mengeluarkan telepon genggamnya, mengambil gambar seluruh perlengkapan yang ada di gerainya. Dengan cekatan Dundun mengetik dari ponselnya

DIJUAL ALAT-ALAT GERAI MINUMAN BOBA

---------------------------------

Dundun masih menunggak, namun entah efek dari banyaknya pinjaman online yang diringkus polisi, Dundun merasa kantor pinjaman akhir-akhir ini bersikap lunak bahkan memberikan diskon bunga.

Demi melunasi hutang, Dundun mencoba peruntungan dengan menjadi seorang trader bermodal hasil penjualan gerainya. Dundun terinspirasinya dari jargon ”modal sedikit untung banyak tinggal rebahan saja”.

“Ah kenapa jadi merah semua, katanya saham ini bakal naik? Gimana sih?” kesal Dundun memaki layar telepon genggamnya.

“Ah aku tunggu saja. Barangkali besok hijau,” ungkap Dundun yakin.

---------------------------------

“Dun, temanku ini pasti bisa membantumu untuk membuat uangmu lebih banyak,”

Dundun menatap wajah Aldo lekat-lekat.

“Berikan aku 10 juta dan aku akan memberikannya kepada temanku. Dalam waktu seminggu temanku akan membuat uangmu menjadi 100 juta. Kemarin dia memberikan tawaran agar aku bisa menempatkan sejumlah uang untuk diinvestasikan. Tapi karena aku akan menikah, uangku masih aku pergunakan untuk kepentingan pernikahan.  Bagaimana Dun, apa kau tertarik?

Dundun berpikir keras. Aldo adalah teman kuliah yang saat ini menjadi pegawai pemerintahan. Dundun merasa ini adalah jalan Tuhan untuk membantunya keluar dari masalah.  Dundun merasa yakin kali ini dia akan meraup untung besar. Dibayangkannya keuntungan dari hasil  investasi akan ia gunakan untuk melunasi hutang pinjaman dan jika perlu biaya perceraiannya dengan Santi serta jika masih lebih dia akan menambah modal untuk investasi.

“ Aku akan mengirim dana padamu besok,” ucap Dundun penuh keyakinan.

 ---------------------------------

“Minggu depan saya janji akan melunasi pinjaman beserta bunganya. Tapi tolong tambahkan 10 juta lagi,”

“Bukankah selama ini saya berusaha melunasi pinjaman sedikit demi sedikit?” lanjut Dundun meyakinkan.

Suasana telepon hening sejenak.

“Baik Pak Dundun. Hari ini kami akan transfer ke rekening Bapak. Jika sampai Bapak tidak membayar minggu depan. Bapak tahu risikonya,” jelas suara wanita dari balik telepon.

---------------------------------

Mawar mematikan layar komputer tepat di jam 18.00 WIB. Sejak pagi tadi Mawar maju mundur untuk menemui pimpinan tempat ia bekerja. Namun kali ini Mawar merasa waktunya sudah tepat untuk mengungkapkan keinginannya kepada pimpinannya.

“Kamu yakin dengan keputusanmu Mawar?” tanya Pak Ibra

“Saya akan menikah Pak. Saya akan ikut mas Aldo ke Semarang,” jelas Mawar.

“Baiklah kalau kamu sudah yakin. Saya tidak bisa memaksa untuk kamu bekerja terus pada kami. Kalau begitu sebagai persiapan, alihkan semua pekerjaanmu kepada Hendra. Dan salam saya untuk Aldo,” tegas Pak Ibra.

Mawar meninggalkan ruangan Pak Ibra dengan perasaan lega. Hatinya jauh lebih tenang ketimbang harus terus menerus bekerja di tempat yang penuh dengan sistem renternir.

---------------------------------

Sebulan sebelum Mawar mengajukan surat pengunduran diri

“Mas, apakah mas bersungguh-sungguh ingin meminang aku?”

“Iya Dek. Mas benar-benar serius. Mas sungguh ingin berbagi hari-hari bersamamu sampai kita tua,” rajuk kekasih Mawar.

“Kalau mas begitu ingin menikahiku, berikan aku modal untuk memulai usaha. Aku ingin mengarungi hidup baru dengan membuka usaha. Mas tau kan aku begitu tersiksa jika terus menerus bekerja di perusahaan yang sekarang.  Mereka semua adalah lintah darat. Aku selalu menangis selepas memaki customer yang sudah harus membayar sejumlah pinjaman dengan bunga yang diluar akal. Dosa mas…,” tanpa terasa air mata Mawar mengalir.

“Menjadi wirausahawan sepertinya lebih berkah. Bisakah mas menyanggupi permintaanku?,” tanya Mawar penuh harap.

Aldo begitu mencintai Mawar dan rela melakukan apapun demi tambatan hatinya. Aldo dengan spontan menganggukkan kepalanya. Hatinya bertindak lebih dulu daripada pikirannya.

Sepulang dari rumah Mawar, barulah Aldo berpikir, dari mana ia bisa memberikan modal untuk Mawar di saat gaji  pekerjaannya sebagai Pegawai Honorer juga pas-pasan.

Ditengah kebimbangannya, ia menggulirkan tangannya melihat postingan Instagram. Ada satu postingan yang menarik perhatiannya.

Agaknya Aldo merasa teman lamanya membutuhkan uang. Aldo tahu betul perangai teman kuliahnya itu tidak pernah serius kala melakoni sebuah pekerjaan. Menurutnya sifat temannya itu labil dan kurang sabaran.

Kali ini pikiran Aldo bertindak lebih cepat dari hatinya. Sebuah akal licik menutup mata hatinya.

---------------------------------

Wah aku lihat story IG mu sekarang tentang saham. Bisa nih aku ikutan?

Sebuah pesan DM masuk melalui IG Dundun.

Ah, aku masih banyak ruginya kok.

Balas Dundun.

Dundun mencari tahu lebih jauh tentang kehidupan teman lamanya itu. Dari foto-foto yang diposting terlihat temannya begitu berwibawa dalam balutan seragam seorang pegawai negeri.

Dundun berangan-angan, barangkali jika ia serius dengan pendidikannya, nasib hidupnya akan sama baiknya dengan temannya.

Mampirlah  ke rumah jika kau singgah kemari. Aku masih di rumah yang dulu.

Dundun memberikan tawarannya. Rasanya sudah lama sekali tidak ada teman yang mengunjungi rumahnya. Dundun menyadari semakin tua, dia merasa tak berteman dengan siapapun. Menurutnya jika seseorang masih banyak teman, pastilah orang itu orang yang sukses, tidak seperti dirinya yang tidak punya apa-apa untuk dibanggakan.

Oke. Kapan-kapan  aku mampir ke rumahmu.

Dundun tersenyum senang, sementara di tempat lain, teman lama Dundun tertawa terbahak-bahak.

---------------------------------

“Temanku ini namanya Ibra. Pengusaha sukses. Dia punya banyak usaha. Salah satunya perusahaan sekuritas. Pengalamannya sudah 10 tahun. Dulu aku pernah menginvestasikan sejumlah dana, tidak banyak waktu itu. Hanya 5 juta, tapi seminggu kemudian dia memberiku uang 30 juta,” cerita Aldo kepada Dundun..

 “Dun, aku tahu tidak mudah untuk menjadi pebisnis. Ehm, bagaimana jika kau memulai langkah awalmu sebagai investor. Dun, temanku ini pasti bisa membantumu untuk membuat uangmu lebih banyak,”

Dundun menatap wajah Aldo lekat-lekat.

“Berikan aku 10 juta dan aku akan memberikannya kepada temanku. Dalam waktu seminggu temanku akan membuat uangmu menjadi 100 juta. Kemarin dia memberikan tawaran agar aku bisa menempatkan sejumlah uang untuk diinvestasikan. Tapi karena aku akan menikah, uangku masih aku pergunakan untuk kepentingan pernikahan.  Bagaimana Dun, apa kau tertarik?

 “Aku akan mengirim dana padamu besok,” ucap Dundun penuh keyakinan.

Tak lama setelah kepulangan Aldo, Dundun bergegas mencari nomor kontak perusahaan pinjaman online.

“Minggu depan saya janji akan melunasi pinjaman beserta bunganya. Tapi tolong tambahkan 10 juta lagi,”

---------------------------------

“Dek, ini uang untuk usaha modal sesuai janjiku padamu. Pergunakan ini sebaik-baiknya.”

Mawar begitu sumringah menerima amplop yang berisikan satu bendel uang seratus ribuan.

“Mas ini banyak sekali. Tentu, aku akan membuka usahaku dengan uang ini.  Aku janji. Ya sudah, sekarang kita harus segera ke tempat katering. Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk pernikahan kita,” ucap Mawar sambil menggandeng tangan calon suaminya.

---------------------------------

Sudah 2 minggu Dundun menunggu kabar dari Aldo. Dundun sudah berkali-kali mengirim pesan lewat DM IG namun tak kunjung berbalas. Bodohnya, Dundun tak punya kontak telepon dengan Aldo.

Selang 3 hari, Dundun dilanda kepanikan, IG Aldo tiba-tiba menghilang.

Kepanikannya bertambah ketika di depan rumahnya sudah menunggu 3 orang berambut cepak. Orang-orang itu kembali menyambangi rumah Dundun.

Sembari berlindung di balik kelambu, Dundun menerima sebuah panggilan telepon yang sayangnya bukan dari Aldo, seseorang yang diharapkannya.

“Pak Dundun, kami sudah mengirim orang ke rumah Bapak. Bapak bayar sekarang atau kami tidak segan-segan bertindak kasar!” Sungguh Dundun lebih menyukai bentakan suara Mawar ketimbang suara garang Hendra.

Dundun tak bisa berbuat apa-apa.

Dundun tak punya apa-apa.

Hanya nyawa.

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
oky ardiani

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Suara Malaikat

Senin, 6 Desember 2021 06:38 WIB
img-content

Jatuh Tempo

Selasa, 30 November 2021 13:30 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

Lihat semua