x

Iklan

zarkasi katanya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Desember 2021

Selasa, 7 Desember 2021 08:38 WIB

Keheningan Malam

Di keheninganmalam ada sebuah rasa yang sangat perlu di ucapkan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

KEHENINGAN MALAM

BY: MUCHAMMAD ALI RIDHO FADLULLAH

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

       Suara kokokan ayam mulai terdengar disusul langit yang mulai dipenuhi warna jingga fajar, siulan lembut angin mulai terasa dengan embun yang masih menggantung  di dedaunan.

       Dengan keheningan menyelimuti pagi seorang bocah lelaki sedang berdiam diri menikmati semilir angin sembari dengan lamat-lamat melihat rumahnya. Kini hati dengan keyakinan mulai tertancap satu tujuan memberi sesuatu yang berharga untuk sesuatu yang akan selalu berharga, untuk dia. Satu kata tiga huruf yang akan akan selalu bermakna. IBU. Dengan sepenuh hati bocah itu menghadap ke langit berharap dimudahkan segala ke inginan nya.

       “bismillah” ucapnya dengan penuh harapan sembari mengusap wajah dengan ke pasrahan.

        Dengan hati yang tertancap keyalnan bocah itu mulai berlari membelah angin, melewati jalan setapak tanpa alas kaki, terus berlari tanpa memperdulikan rasa sakit dikaki. Hari ini, tujun ini harus segera selesai dimana hari ini adalah hari berharga untuknya dan untuk ibu nya.

***

 

       Ramainya pasar dengan penjual dan pembeli, suara-suara saling bersautan dengan penjual menawarkan barang serta pemeli menawar barang.

       Ditengah-tengah ramainya dengan santai bocah itu sedang celinguk-an mencari sesuatu yang dapat dikerjakan nya, entah pekerjaaan apa itu. Dengan sabar bocah itu terus mencari, berjalan menjelajahi pasar sembari melihat-lihat barang dagangan yang dipajang oleh para penjual. Rasa semangat tak kunjung padam terus menelusuri pasar hingga bertemu dengan ibu-ibu yang kesusahan membawa barang dagangan.

       “Saya bantu, bu!“tawar bocah itu dengan nada halus.

       “Boleh, nak!“jawab ibu itu dengan senyuman.

       “Permisi, bu!“sergah bojah itu yang mau mengangkat barang.

       “Ooh, ya, nak”senyuman itu yang semakin merekah.

       “Ini  mau di bawa kemana, bu?“tanya bocah itu yang sudah mengangkat barang, empat bungkus kantong plastik besar.

        “Ke sini, nak!“jawab ibu itu sembari berjalan ke tempat tujuan.

        Tanpa menungu lama bocah itu langsung mengekori ibu itu. Kedua tangan memaksa mengangkat barang sampai terlihat urat-urat tangan ditambah lagi setelah keluar pasar langsung disambut terik panas matahari yang mengundang air keringat yang menghiasi kepala dan butir-butiran air keringat yang membasahi pakaian terutama dibagian gerakan badan. Satu dua kali keringat dihapus, rasa nyeri mulai terasa di pergelangan tangan, keringat yang terus bercucuran dipancing dengan Langkah kaki yang memaksa mengejar yang dibumbui panas terik matahari.

        “Disini, bu?“tanya si bocah dengan nada tersengal-sengal kelelahan. Seraya meletakan barang dagangan.

       “Iya, nak!”jawab ibu sembari membuka isi dompet.”ini,nak!“ sergah ibu itu sembari memberi beberapa uang.

       “Makasih, bu!“ujar bocah itu dengan senyuman.

       “Namamu siapa nak?“

       “Nama saya, Dicky! “jawab Dicky dengan sopan.

       “Kenapa kamu kok jadi kuli angkat barang?“tanya ibu itu dengan heran.

        “Nggak pa-pa, bu“Dicky yang hanya memberi seolah senyuman tanpa ingin memberi alasan.”Masih ada yang bisa saya bantu?. Tawar Dicky dengan semangat.

        “Nggak ada, nak!“ujar ibu itu dengan senyuman.

        Dicky yang masih tersenyum. “Iya sudah kalua gitu bu, saya pamit dulu“Dicky langsung pergi, melanjutkan aktivitasnya di dalam pasar.

       Tidak peduli rasa pegal di badan Dicky terus mencari pekerjaaan, entah apa itu yang penting bisa di lakukan dan halal. Tujuannnya harus selesai hari ini, tidak peduli kalau perutnya kelapara, demi ibu yang selalu ada untuknya entah duka maupun suka.

       Setiap sisi sudut pasar di jejaki dan hapir setiap pekerjaan ringan dilalui, kuli angkat barang, angkat beras, angkat perabotan, bahkan jualan koran, itu pun karena  Dicky lelah. Perinsipnya selagi bisa kenapa enggak. Tubuh kecil bukan halangan untuk Dicky, tidak ada rasa bagi Dicky ‘Salah kah seorang bocah berusaha mencari uang untuk tujuan‘. Setiap jalan dan waktu Dicky selalu mengingat ibunya untuk memicu semangat tak lupa dengan seulas senyuman tanda syukur kepada sang kuasa yang telah memudahkan keinginan dan tujuannya. Senang, lega, dan bangga, kini uang sudah terkumpul banyak hampir seratus ribu dari pagi hingga menjelang sore tidak menyia-nyiakan waktu dan tenaga karena semua hanya untuk ibu.

                                                                   ***

          Malam yang tenang, ditemani suara kendaraan berlalu-lalalng. Dengan ikhlas rembulan menyinari langit sendirian. Warna hitam berpadu biru dengan sinar rembulan menciptakan langit yang nyaman untuk dipandang.

         Seulas senyuman, menandakan kegembiraan. Dicky dengan hati berbunga-bunga berjalan menuju tempat pulang. Kini semua ekspetasi menjadi realita, semua persiapan sudah disiapkan tinggal menungu aksi untuk kejutan. Senyuman itu tak kunjung padang enggan untuk tenggelam bersemangat untuk terbit. Langkah kaki dipercepat tak sabar untuk segera memberi kejutan. Dengan senang Dicky mencium kantong plastik yang dibawa, diciumnya dengan sepenuh hati, berharap ibunya menyukai hadiah darinya. Mata berbinar serta senyuman masih setia untuk merekah. Dengan rasa senang Dicky langsung berlari tak sabar memberi hadiah untuk ibunya.

***

          Rumah berdiri kokoh dikelilingi banyak pepohonan. Hanya sinar lampu seadanya penerang dikegelapan.

       Seorang perempuan paruh baya sedang tenang-tenangnya melipat-lipat pakaian diruang tengah tetapi sekali-kali memikirkan anak kesayangannya yang dari pagi tak kunjung pulang

       Tenang, nyaman seketika terganti dengan ke terkejutan lampu padam seketika, mengejutkan. Dengan tenang ibu Sari atau ibunya Dicky menyalakan lampu obor dari botol kaca, walau sebenarnya kesusahan mencari korek di dalam kegelapan. Di ketenangan malan di dalam rumah hanya di terangi sinar api kecil. Dari arak tak di duga seorang anak kacil dengan seulas senyuman membawa sepiring roti dengan sinar lilin di atasnya dengan perlahan ia berjalan sembari menyanyikan ultah untuk ibunya yang ke-55 tahun  dengan gembira dan tentram. Perlahan ibunya menoleh ke belakang dengan terkejut melihat apa yang dilakukan Dicky untuknya. Seulas senyuman yang di temani tetesan air mata terharu denga rasa bangga ibu Sari menghampiri Dicky.

        “Terima kasih nak!”Dengan nada terharu.

        “Sama-sama untuk ibuku tercinta”Seulas senyuman terukir di keduannya dan genangan air mata menyertai keduannya.”Semoga bahagia selalu untuk mu ibu dan semoga Panjang umur menemani hidup mu” Sergah Dicky sembari menyodorkan kue ke hadapan ibunya. Dengan senang hati ibunya memerima kue itu dan meniup lilin itu. Kemudian mereka memakan kue tersebut dengan rasa bahagia di malam itu.

        

 

 

 

       

    

 

Ikuti tulisan menarik zarkasi katanya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB