x

Iklan

Samudera Berlari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 November 2021

Senin, 20 Desember 2021 08:08 WIB

Sungkup

Lilitan demi lilitan muncul, hingga akhirnya bermuara pada leher dan jantungnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Didalam segerombolan manusia ini, ada dua yang tidak hadir. Saya dan satu lagi perempuan bernama Jum. Namanya hanya Jum. Jika ditanya apa pula makna dari tiga huruf yang letaknya saja jauh-jauhan itu, ia tiada mampu menjawab. Hanya Jum, tidak ada maknanya.

Oh, jangan salah kira bahwa saya mampu menulis ini dengan meraba-raba sebab saya sebut saya tidak hadir. Saya hadir, fisik saja, telinganya tidak. Pikirannya apalagi, sudah pergi jauh menelusup entah kemana, jauh dari hingar bingar gerombolan ini.

Namun, sejauh apapun pikiran saya pergi, sedalam apapun sumbat telinga saya, kata-kata itu tetap membombardir saya. Mereka memaksa, membuat telinga saya bernanah dan pikiran saya menjadi pesakitan. Padahal bukan saya yang sedang mereka coba bunuh.

Gerombolan ini sedang mencoba membunuh Jum. Tidak ada belati di tangan orang-orang, tidak ada senapan, tombak, racun, atau sejenisnya. Mereka datang dengan tangan bersih, nampak suci tanpa ada noda sedikitpun. Pakaian mereka bersih, wajah-wajah berseri, dan mereka akan begitu nampak rendah hati jika seseorang menyebut mereka sebagai "orang-orang suci"

Saya tidak sebersih itu. Pikiran saya sekarang menjadi pesakitan dan telinga saya mulai bernanah. 

"Dari mukanya saja sudah terlihat kalau dia perempuan pendendam."

"Ah, aku sangka dia hanya gemar bergelayut di antara lengan-lengan lelaki."

"Banyak kali diamnya, mungkin karena takut rahasia joroknya terbongkar semua."

"Jum, dari namanya saja sudah tidak karuan. Nama adalah doa, sedang dia dinamai begitu saja. Dia tidak didoakan sejak lahir."

"Halah, palingan Si Jum itu hanya cari belas kasihan saja. Cari perhatian, sok bertingkah paling menyedihkan."

"Hahaha Jum sangka hanya dirinya yang paling menderita. Lihat tingkahnya! Seakan tiada manusia di bumi ini yang lebih sengsara darinya."

"Belakangan Jum mengurung diri. Semakin bermasalah pula anak itu."

"Heh, jangan begitu. Kita hendaknya berpikir lebih positif dan terbuka, bahwa Jum barangkali anak baik-baik, walaupun segala tingkahnya tidak begitu."

"Jum diam saja, seakan memang semua omongan itu betul adanya."

"Perempuan gila. Perempuan penuh dengki. Perempuan hina."

"HAHA mati juga Si Jum itu. Bertambah pula dosanya sebab bunuh diri itu haram."

"Memang perempuan laknat. Tidak bersyukur, malah pilih mati."

Saya rasanya begitu sesak disini. Saya ingin pergi, saya ingin pergi, saya ingin pergi. Di tangan saya ada sepotong berita, ada nama Jum dengan tinta merah, sepotong foto yang memperlihatkan gurat di leher, juga sepenggal kalimat bahwa Jum bunuh diri dengan mencekik lehernya sendiri.

Mereka berhasil membunuh Jum melalui kata-kata yang keluar dari mulut mereka lantas melilit perlahan di setiap nadi Jum. Lilitan demi lilitan muncul, hingga akhirnya bermuara pada leher dan jantungnya.

Jum tidak bunuh diri, ia telah dibunuh. Itu yang sedang saya yakini. Sekarang, setelah Jum telah pergi mencari kedamaiannya sendiri, saya mulai merasakan banyak tatapan mata untuk saya. Gerombolan ini menatap saya yang sedari tadi hanya diam sambil menutup telinga yang bernanah. Kemudian, suara bisik-bisik memenuhi ruangan, penuh, penuh, hingga saya kesulitan bernapas.

Ini hal yang biasa terjadi. Jika hidup di tengah masyarakat, omongan buruk sangka tidak akan pernah padam. Pasti ada satu dua yang hidup, berputar-putar. 

Tutup lah telinga kau. Jika tidak bisa, tutup lah hati kau. Jika tidak bisa, jangan pernah berpikir untuk menutup hidup kau. 

Ikuti tulisan menarik Samudera Berlari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB