x

Iklan

Winda Sopiyanti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Mei 2022

Selasa, 31 Mei 2022 06:09 WIB

Toeri Postkolonialisme: Kilas Balik Kolonialisme terhadap Kaum Terjajah

Apa itu teori Postkolonialisme? teori ini dapat didefinisikan sebagai teori kritis. Yang mana teori ini mencoba mengungkapkan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kolonialisme. Bukan hanya akibat yang negatif tapi juga akibat positif yang membawa indonesia menjadi negara berkembang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada 76 tahun yang lalu proklamator bangsa yakni Ir. Soekarno mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
WhatsApp Image 2022-05-29 at 18.15.39.jpeg
 
Cover
Foto Pribadi
Pembacaan teks proklamasi menjadi salah satu peristiwa penting bagi bangsa Indonesia, dan menjadi awal baru untuk negeri kita tercinta. Dengan itu, maka bangsa Indonesia telah terbebas dari penjajahan bangsa asing, namun dampak penjajahan terhadap terjajah tidak dapat terlupakan begitu saja. Untuk itu, kita perlu tau mengenai teori Postkolonialisme.
 
Apa itu teori postkolonialisme? Teori ini dapat didefinisikan sebagai teori kritis. Teori ini mencoba mengungkapkan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kolonialisme. Bukan hanya akibat yang negatif tapi juga akibat positif yang membawa indonesia menjadi negara berkembang seperti saat ini. Teori kolonialisme menganalisis serta menelusuri aspek-aspek tersembunyi atau sengaja disembunyikan sehingga dapat diketahui bagaimana kekuasaan itu bekerja. Teori ini dikenalkan bukan untuk menanamkan dendam bagi para penulis atau pembaca, namun berupaya untuk membongkar segala aktivitas kolonial yang terjadi di negara-negara yang terkena dampak kolonialisme.
 
Penjajah menggunakan berbagai taktik dan upaya untuk mengelabui bangsa terjajah. Salah satunya yakni pemerintah Hindia Belanda yang mendirikan Balai Pustaka. Kilas balik kolonial terhadap kaum terjajah melalui Balai Pustaka dapat kita tengok hingga saat ini. Balai Pustaka pada awalnya hadir sebagai motivasi bagi minat baca rakyat pribumi yang berpendidikan. Salah satu tujuan lainnya yakni dimaksudkan sebagai upaya agar pemerintah dapat menjadi pimpinan dalam hal penyeleksian bacaan-bacaan bagi rakyat pribumi. Dengan demikian, rakyat pribumi dapat terhindar dari pengaruh Ideologi Gerakan Nasional dan pengaruh bacaan-bacaan dari penerbit swasta yang dianggap membahayakan dan dapat merusak ketenteraman. Sayang sekali, penerbit swasta tersebut tidak dikenalkan dengan baik dalam sejarah indonesia. Di samping itu, Balai Pustaka juga memberikan peluang kepada para pengarang untuk ikut berpartisipasi aktif dalam berkarya. Pada awalnya, Balai Pustaka mendapat respon yang negatif tetapi lambat laun rakyat pribumi percaya maksud baik adanya Balai Pustaka dan Balai Pustaka dijadikan contoh bagi penerbit-penerbit lainnya.
 
Hal tersebut menjadi penyebab timbulnya rasa ketergantungan para pengarang pada Balai Pustaka karena pengarang baru merasa bangga dan puas apabila tulisannya berhasil diterbitkan oleh Balai Pustaka. Kondisi inilah yang kemudian memberi kesempatan dan keleluasaan bagi pemerintah kolonial untuk “memaksakan” ideologinya ke dalam tulisan-tulisan para pengarang yang karyanya hendak diterbitkan oleh Balai Pustaka. Seorang pengarang sering terpaksa harus “membelenggu” kreativitasnya karena ia sangat menginginkan agar karyanya dapat diterbitkan oleh Balai Pustaka. Dengan demikian, Pengarang tersebut harus mengorbankan idealisme, sosial dan budayanya. Dalam karya-karya Balai Pustaka lembaga milik pemerintah kolonial Belanda ini, hampir tidak mungkin memuat mengenai citra buruk orang-orang Belanda yang dapat menimbulkan sikap antipati masyarakat terhadap kelompok sosial tersebut.
 
Betapa lihai kaum penjajah mempermainkan rakyat pribumi sebagai kaum terjajah. Mental pengarang pribumi dipermainkan di sini. Kilas balik ini menyadarkan kita bahwa bukan hanya hal-hal negatif saja yang ditinggalkan oleh kaum kolonial terhadap kaum terjajah. Hal positif yang dapat kita nikmati dari uraian di atas pada perkembangan kajian sastra di masa modern saat ini yakni sumbangsih kosa kata bahasa Indonesia yang cukup besar. Pemerintah kolonial Belanda pada Balai Pustaka selalu bersikap hati-hati karena ingin mencoba bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya. Selain itu, pada masa modern saat ini para pengarang dapat dengan bebas menulis tanpa adanya rasa terbelenggu. Menulis menjadi kegiatan yang amat dicintai karena seorang pengarang dapat menulis apapun yang ada di pikirannya dengan bebas.

Ikuti tulisan menarik Winda Sopiyanti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB