Mendedah Keadilan Sosial

Jumat, 15 Juli 2022 22:33 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Keadilan sosial merupakan hal yang sangat vital. Oleh karena itu, hal tersebut perlu diperjuangkan mati-matian.

Sila ke-5 pancasila berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Dalam kalimat tersebut terdapat kata keadilan sosial. Kata tersebut memiliki arti yang sangat dalam dan substansial. Dilansir dari jurnal yang dikeluarkan oleh UPN “Veteran” Yogyakarta, Ir. Soekarno mendefinisikan keadilan sosial sebagai berikut;

“Keadilan sosial ialah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan”.

Pengertian tersebut apabila disandingkan dengan sejarah dan tujuan adanya hari keadilan sosial se-dunia, maka muaranya akan sama yaitu “kesejahteraan” dalam segala aspek, seperti; ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lain sebagainya.

Apabila berbicara mengenai hal tersebut, tidak jauh dengan apa yang juga dibicarakan oleh Paulo Freire dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Kaum Tertindas”. Buku tersebut juga mengulas tentang penindasan. Paulo Freire  mengatakan dalam bukunya, bahwa humanisasi merupakan fitrah manusia, jadi seharusnya tidak ada yang namanya penindasan. Adanya penindasan dikarenakan adanya penindas dan yang tertindas. Humanisasi tidak hanya membebaskan kaum tertindas namun juga kaum penindas dari dehumanisasi (tidak berprikemanusiaan). Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan cara kaum tertindas mempunyai kesadaran (karena kaum penindas sulit untuk mempunyai kesadaran/akan mempertahankan status qou) untuk memperjuangkan humanisasi tanpa mempunyai pikiran apalagi tindakan untuk menjadi penindas-penindas kecil.

Dari beberapa referensi diatas maka akan muncul pertanyaan “sebenarnya untuk siapa  keadilan sosial ?” ketika pertanyaannya seperti itu, maka bisa dijawab secara spontan dengan jawaban “untuk manusia/masyarakat”. Dari jawaban tersebut akan muncul pertanyaan baru “manusia/masyarakat yang mana ? pertanyaan kedua, akan membuat kita sedikit berpikir.

Disini penulis akan mengulas beberapa hal. Berikut ulasannya;

Dalam film dokumenter (sexy killers)_film hasil penjelajahan 2 jurnalis terkemuka (Dandhy D. Laksono dan temannya)_sangat jelas bahwa ketidakseimbangan sosial itu terjadi. Penulis akan mengambil contoh bagaimana batu bara dan kelapa sawit sudah menjadi hasil alam yang menyejahterakan manusia dibelahan bumi tertentu dan juga menyengsarakan manusia dibelahan bumi yang lain. Sebenarnya ini bukan soal batu bara dan kelapa sawitnya, namun hal itu terjadi karena sistem yang dibuat dan dijalankan oleh manusia/masyarakat tertentu.

Penulis akan mengambil contoh, suatu masyarakat dengan santai menikmati weekend nya dengan menonton televisi dengan ditemani minuman segar yang diambil dari kulkas, dan ditambah lagi ruangan ber-AC yang membuatnya makin rileks dalam menjalani kehidupannya. Kesantaian dan ke-rileks-an itu, tidak kemudian juga dirasakan oleh masyarakat dibelahan dunia lainnya karena untuk menghidupi televisi, kulkas, dan AC tersebut membutuhkan batu bara yang ditambang dan diangkut. Kedua hal itu (ditambang dan diangkut) mengakibatkan permasalahan, seperti saat diangkut dengan kapal besar yang melintasi lautan/perairan, kapal pengangkut terkadang menurunkan jangkar seenaknya yang membuat terumbu karang rusak dan mengakibatkan ikan berkurang, nelayan terkena dampak dalam hal ini, terutama pada aspek perekonomiannya yang tidak menutup kemungkinan menjalar ke aspek-aspek yang lain, tidak jarang juga dampak yang terjadi sampai pada perenggutan nyawa manusia_akibat dari lubang besar, bekas penambangan. Itu contoh kecil dampak dari penambangan batu bara. Artinya masih ada lagi dampak negatif yang terjadi.

Disisi hasil alam yang lainnya, yaitu kelapa sawit. Kelapa sawit menjadi bahan pembuatan minyak goreng, salah satu komposisi sampo, sabun mandi, dan lain sebagainya. Bahkan kelapa sawit juga menjadi salah satu bahan untuk pembuatan beberapa bahan bakar. Dengan hal tersebut, manusia/masyarakat tertentu bisa sejahtera dengan menanam modal untuk kelapa sawit yang akhirnya bisa meraut hasil yang fantastis atau hanya menggunakan produk-produk praktis yang terbuat dari kelapa sawit untuk menyambung hidupnya, seperti; menggoreng tempe menggunakan minyak goreng, dan lain-lain. Namun, manusia/masyarakat tertentu akan mengalami kesengsaraan_sekali lagi bukan soal kelapa sawitnya, namun sistem pengelolaannya_. Banyak lahan petani yang diserobot dan bahkan ada yang dipenjarakan dengan dalih merusak/mencuri kelapa sawit_padahal itu lahannya sendiri yang tiba-tiba ditanami kelapa sawit oleh perusahaan_. Sekali lagi itu contoh kecil dari dampak adanya komoditas dunia yang bernama kelapa sawit.

Dari contoh diatas, lalu kembali lagi pada pertanyaan “manusia/masyarakat yang mana?”. Apakah sebenarnya keadilan sosial ini seperti kata “pahlawan”. Kata pahlawan dalam kajian filsafat yang dibawakan Fahrudin Faiz menyatakan bahwa “tidak ada pahlawan yang universal”, artinya pahlawan hanya dianggap oleh satu sisi saja, sedangkan sisi yang lain menganggap perusak, bedebah, dan lain sebagainya. Seperti contoh, Ir. Soerkarno dianggap pahlawan dari sisi masyarakat Indonesia, namun bagaimana dari sisi Belanda ? bisa dianggap bedebah.

Atau jangan-jangan keadilan sosial ini seperti kebenaran yang ketika tidak ada kesalahan maka kebenaran itu pun bisa-bisa tidak ada juga. Berarti untuk mencapai “keadilan sosial” harus harus ada “ketidakadilan sosial”, apakah seperti itu ? semoga tidak begitu.

Wallahu`alam

Bagikan Artikel Ini
img-content
MUHAMAD SAINI

Mahasiswa FKIP UNEJ, Ketua PMII FKIP UNEJ

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler