x

Iklan

Wike Arista

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 Juli 2022

Sabtu, 16 Juli 2022 05:38 WIB

Analisis Pesan Moral Pada Film Imperfect

Tentang Mencintai Diri Sendiri dan Tetap Bersyukur Film yang disutradarai Ernest Prakasa ini mengisahkan tentang perilaku body shaming yang marak terjadi di masyarakat. Film yang dikategorikan untuk remaja berusia 13 tahun ke atas ini dikemas dengan unsur komedi mengenai realita kehidupan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Film mempunyai kapasitas dalam mempengaruhi atau membentuk suatu pandangan di masyarakat melalui pesan yang dimuat dalam media tersebut. Hal ini disebabkan karena film merupakan potret dari realitas yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan kemudian diproyeksikannya dan diceritakan serta dikemas menjadi sebuah cerita yang bermakna dan menarik. Jika ditarik kesimpulannya, posisi media film bisa dijadikan sebagai lembaga pendidikan nonformal dalam memberikan pengaruh serta pembentukan budaya kehidupan masyarakat sehari-hari melalui cerita yang ditampilkan. Sehingga film dapat dijadikan sebagai saluran bebas ekspresi yang tidak terikat pada suatu ideologi dalam menggambarkan suatu realitas atau dimensi kehidupan di masyarakat.

Dewasa ini, seringkali kita temui pada film. Baik film asing maupun film Indonesia yang menyinggung isu mengenai body shaming. Body shaming merupakan perbuatan menghina bentuk fisik maupun penampilan seseorang. Acap kali isu body shaming pada dialog sebuah film dimaksudkan dengan tujuan memberi kesan komedi pada film tersebut. Namun pada kenyataannya, hal yang dianggap sepele ini dapat menyebabkan seseorang menyimpan kata-kata tersebut pada memorinya dan mengasumsikannya bahwa body shaming atau mengkritik penampilan orang lain adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang wajar untuk dilakukan. Biasanya body shaming berkaitan dengan kondisi bentuk tubuh (seperti gemuk, kurus, tinggi, pendek) ataupun ciri fisik seseorang (seperti warna kulit, bentuk mata, rambut, dsb). Kasus body shaming terjadi di semua kalangan usia, khususnya kaum perempuan.

Nyatanya, apabila seseorang secara terus- menerus mendapatkan terpaan body shaming dari orang sekitarnya maka dapat mengganggu psikis serta fisiknya dan itu dapat berdampak negatif. Seseorang yang mendapatkan terpaan body shaming akan mengalami depresi bahkan memiliki kecenderungan untuk bunuh diri dan melakukan tindakan kriminal. Selain itu korban akan mengalami krisis percaya diri dalam dirinya sehingga menimbulkan kebencian yang berlebih terhadap dirinya sendiri karena dianggap tidak dapat memenuhi standar masyarakat. Film Imperfect merupakan film panjang atau layar lebar nasional yang bertemakan isu body shaming dan bagaimana cara untuk mencintai diri sendiri yang dikemas dalam sebuah film bergenre komedi. Film ini diadaptasi dari novel berjudul Imperfect karya Meira Anastasia. Novel Imperfect termasuk ke dalam salah satu buku best seller novel nasional di Gramedia tahun 2018. Karena kepopulerannya, Imperfect akhirnya dirilis menjadi film layar lebar pada tanggal 19 Desember 2019. Selama penayangan di bioskop, film Imperfect berhasil mendapatkan 2.662.356 juta penonton dalam kurun waktu 55 hari penayangan yang diumumkan melalui postingan akun Instagram Imperfect yakni imperfect_theseries. Selain itu, film ini sukses meraih penghargaan dalam kategori penulisan skenario adaptasi di ajang pemberian penghargaan Piala Maya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Film Imperfect merupakan film yang sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari terutama untuk kalangan wanita. Film yang rilis di bulan Desember tahun 2019 ini bercerita tentang seorang bernama Rara yang sejak lahir fisiknya tidak memenuhi standar wanita cantik pada umumnya. Ibunya, selalu menyuruh Rara untuk menjaga pola makannya, tapi Rara tidak peduli. Ia tetap hobi makan. Rara akhirnya mendapat berbagai komentar negatif tentang tubuhnya yang biasa disebut dengan body shaming. Rara terlahir sangat berbeda dengan adiknya Lulu. Rara mengikuti gen sang ayah yang memiliki kulit hitam, rambut keriting dan berbadan gemuk. Di sisi lain, ia memiliki saudara yang cantik bernama Lulu.  Lulu memiliki penampilan fisik seperti sang mama: kulit putih, wajah blasteran, dan berambut lurus. Sejak kecil, Rara sudah sering dibanding-bandingkan dengan sang adik. Akan tetapi, Rara merasa cuek karena ia sudah punya pacar, yakni Dika yang mau menerima Rara apa adanya.

Walaupun tidak memiliki tubuh ideal, Rara memiliki kekasih yang sangat menyayanginya, bernama Dika. Dika tidak pernah menuntut Rara menjadi cantik karena Dika mencintai Rara apa adanya. Di kantor, Rara memiliki sahabat yang bernama Fey yang selalu mendukung dan juga menerimanya. Sampai suatu hari, tiba saatnya Rara harus menggantikan atasannya di kantor, pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Ia meminta Rara untuk memperbaiki penampilan demi mendapatkan jabatan yang diinginkannya. Sebab menurut pemilik perusahaan itu, penampilan Rara harus dapat merepresentasikan perusahaan dengan baik. Rara pun berusaha keras untuk mengubah penampilannya sebaik mungkin. Di sisi lain, Dika merasa takut jika Rara berubah penampilannya. Dika takut, Rara akan beralih menjadi sosok yang tak Dika kenal. Perjuangan Rara pun membuahkan hasil, penampilan fisik Rara berubah drastis. Selain jabatan, ia mendapat perhatian, dan orang-orang yang meremehkannya berbalik mendekatinya. Meskipun Rara berhasil mendapat hal-hal yang ia dambakan, orang-orang yang dulu dekat dengannya justru merasakan perbedaan dari sosok Rara. Perlahan, satu per satu dari mereka menjauh karena merasa Rara sudah berubah. Pola pikir, gaya hidup, hubungan personal dengan orang-orang sekitar Rara ikut terpengaruh. Lama kelamaan Rara sadar, setelah menjadi cantik, justru ia merasa ‘kehilangan’. Ternyata menjadi cantik itu belum tentu sebuah jawaban untuk menemukan kebahagiaan. Timbangan itu menunjukkan angka, bukan nilai. Film ini membuka mata banyak orang betapa body shamming sangat menyakitkan terutama bagi si korban. Satu kalimat yang mengejek kondisi fisik seseorang bukan hanya mempengaruhi fisik itu sendiri, tetapi juga mental orang yang mendapat ejekan tersebut. Dampaknya bagi korban juga berdampak besar yakni menimbulkan trauma, rasa tidak nyaman, bahkan depresi. 

Melalui film ini kita belajar tentang rasa syukur. Bukan hanya bersyukur dengan keadaan fisik yang kita miliki, tetapi juga bersyukur saat di sekitar kita ada orang-orang yang mau menerima kita apa adanya. Seperti tagline dari film ini “Ubah Insecure menjadi Bersyukur”. Kutipan itu benar-benar menjadi mantra bagi perempuan supaya mereka mau menerima bagaimana pun kondisi fisiknya sebagai pemberian Tuhan yang tak ternilai. Dari segi akting, totalitas Jessica Mila sangat baik karena dia rela mengubah bentuk tubuhnya menjadi lebih berisi untuk memerankan sosok Rara yang bertubuh tambun. Tentunya, pengorbanan seorang Jessica Mila ini juga membuahkan hasil karena berhasil mengirimkan pesan moral agar kita lebih mencintai diri sendiri.  Karakter Rara dalam film Imperfect ini juga terlihat berkembang dari yang sebelumnya insecure dengan fisiknya menjadi lebih bahagia ketika berhasil menerima kondisi fisik apa adanya. Kebahagiaan tidak ditentukan oleh orang lain, tetapi diri kita sendiri dengan menerima dan menikmati bagaimanapun kondisi kita. Itulah titik awal kebahagiaan. Semoga film ini bisa membuat kita mampu bertoleransi terhadap perbedaan serta mengingat bahwa menjadi "tidak sempurna" bukan berarti tidak bahagia. Di dunia ini tidak ada yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Tuhan.

Ikuti tulisan menarik Wike Arista lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler