x

Tukang Becak sedang istirahat. Foto: Tulus Wijanarko

Iklan

MAMA IDHA

IDHA KARYATI,S.Pd
Bergabung Sejak: 25 November 2021

Sabtu, 10 September 2022 17:20 WIB

Dunia Malam


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

HAWA panas menyelimuti kota Tuban. Sekalipun malam hari,
anginpun tidak mampu menembus kulit untuk memberi kesejukan di
badan. Lebih panas lagi suasana hati pak Bani. Sejak pagi hari hingga
isya’ belum ada seorangpun yang memanfaatkan jasanya sebagai
tukang becak.
Yah ………..sejak lulus SMP swasta di Tuban, pak Bani mengambil
keputusan sebagai tukang becak yang mangkal di perempatan pabrik
kapur Tuban. Ibarat dalam kemiliteran, pangkat pak Bani sebagai
tukang becak mungkin sudah setara menjadi jendralnya tukang becak
diperempatan pabrik kapur karena lamanya berprofesi sebagai tukang
becak. Menikah dengan Supinah dan memiliki dua orang anak
perempuan Sundari yang bekerja di Surabaya sebagai sales promotion
girls di mall Tunjungan Plaza dan Mintarti masih kelas 5 SD. Sejak lulus
SMK swasta di Tuban, Sundari mengadu nasib untuk membantu
ekonomi keluarga. Sudah tiga tahun Sundari bekerja di Surabaya.
Jangankan pulang ke Tuban, telpon atau kirim suratpun tidak pernah,
sehingga pak Bani dan bu Supinah hanya memendam rindu yang
dalam. Guratan wajah tua dan rambut dua warna yang menandai
bahwa pak Bani sudah lanjut usia.
Sudah dua tahun wabah Covid-19 membuat cemas hati pak Bani
karena Sundari tidak pernah tahu betapa besar kerinduan hati
orangtuanya untuk bertemu. Ingin mencari anaknya ke Surabaya tapi
tidak tahu di mana Sundari bertempat tinggal. Sudah lama kehilangan
jejak dan pak Bani hanya bisa berharap bisa bertemu lagi. Angan hanya
sebatas angan, karena semua mimpinya belum menjadi kenyataan.
Semakin gelisah dan putus asa, penghasilan pak Bani sudah banyak
menurun, selain kekuatan badannya tidak segagah dulu, juga karena
penumpang lebih memilih aplikasi grab motor dibanding naik becak.
Suara kumandang takbir sudah menggema di mana-mana,
namun belum ada juga penumpang yang menghampiri becaknya.
Setiap ada bus berhenti di pabrik kapur, semua penumpang sudah
dijemput oleh keluarganya. Mungkin kalau perempuan sudah meleleh
airmata merenungi nasib yang seperti pak Bani. Sedih karena besuk
pagi adalah hari raya Idul Fitri, namun istri dan anak bungsunya belum
dibelikan baju baru karena tidak ada uang yang kerasan di dompet.
Jangankan beli baju, untuk beli sembako saja masih kurang. Hari-hari
yang semakin sulit mencari duit. Barang serba mahal, banyak
kelangkaan minyak, cabe, bawang merah juga super mahalnya. Bu
Supinah juga belum menyiapkan jajanan lebaran. Hal ini membuat hati
pak Bani semakin sesak. Sesak bukan karena menghisap rokok, tetapi
sesak menanggung beban hidup yang sangat berat.
Ambyar lamunan dan kesedihan pak Bani, setelah bus Jaya
Utama jurusan Surabaya - Semarang berhenti didepannya. Seorang
perempuan langsung naik becaknya pak Bani dan berkata “Bektiharjo
ya pak.”
“Oh iya mbak” jawab pak Bani senang dan langsung memutar
arah becak dan mengayuh ke arah selatan menuju desa Bektiharjo.
Dalam dinginnya malam, jalanan hanya disinari oleh lampu kota yang
kekuning-kuningan. Sambil terengah-engah berrnafas, pak Bani tetap
mengayuh becaknya. Dilihat dari keremangan kuning lampu, gadis yang
di becaknya tertidur pulas. Pak Bani juga bingung turun mana gadis ini.
Membawa dua travel bag, satu koper dan tas kecil dipundaknya.
Perhiasan ditanggannya ikut memantulkan sedikit kilauan dikeremangan
malam. Suara gema ta’bir bertalu-talu mengemakan kebesaran ALLAH.
Namun hati pak Bani tidak ada damai, justru di hari menjelang Idul Firi
pak Bani mengeluarkan tali tampar yang berada di kotak belakang
penumpang. Tali yang biasa digunakan untuk mengikat sayur dari pasar
yang menjadi pelanggan sebelum covid.
Tidak berapa lama, becak dikayuh pelan, dan tiba-tiba tali
dikalungkan dileher gadis penumpang. Aduhhh…..a…duh…. semakin
lirih suara gadis dan diam dalam hening. Pak Bani sedikit bingung, Ya
Allah…. Aku sudah membunuh penumpang, harus kubawa kemana
jenasah gadis ini. Dengan sekuat tenaga, jenazah gadis diturunkan dari
becak, digendong dan diletakkan pinggir pemandian. Segera pak Bani
pulang membawa semua bawaan gadis penumpangnya.
Sesampai di rumah bu Supinah bertanya,
“Ini tasnya siapa pak?”
“Aku menemukan tas di jalan Bu.” Jawab pak Bani datar. Benar
ini bapak menemukan di jalan?
Bapak tidak mencuri kan Pak? tanya bu Supinah ketakutan. Aku
sudah bilang tidak ya tidak bu, jawab pak Bani gagak keras, Ya sudah
kita simpan saja dulu, besuk kita lihat isinya apa saja. Semalam pak
Bani tidak bisa tidur, dihantui rasa takut dan penyesalan telah
membunuh penumpang yang tidak berdosa.
Setelah sholat subuh pak Bani membangunkan istrinya untuk
melihat isi tas yang semalam dibawa pulang. Gemetar tangan pak Bani
membuka dompet yang dikeluarkan dari tas kecil. Ada identitas
penumpang bernama Sundari, alamatnya sama dengan alamat rumah
pak Bani. Kabur mata pak Bani setelah tahu bahwa penumpang yang
dibunuhnya semalam adalah anaknya sendiri. Anak yang selama ini
dirindukan, anak yang belum pulang selama masa Covid.
PakkkkkkK, bapak kenapa?
Isak bu Supinah menggerak-gerakkan badan pak Bani yang
pingsan. Mintarti anak bungsu segera mendekat setelah mendengar
teriakan ibunya, mencoba membantu mengoleskan minyak kayu putih
agar pak Bani segera siuman. Setelah siuman, pak Bani memeluk
istrinya.
“Bu, aku pembunuh Bu.”
Aku pembunuh Bu. Aku gelap mata karena hatiku sedih di
rumah belum ada persediaan makanan untuk menyambut idul fitri.
Aku pembunuh penumpang dan penumpang itu adalah anak kita
buuuu.
“Pakkkkkkk, Bu Supinah tak kuat mendengar cerita dan langsung
pingsan. Tetangga segera berdatangan ikut memberi pertolongan bu
Supinah. Tak lama kemudian anggota Polsek Semanding mencari pak
Bani dan menginterograsi dengan ditemukannya jenasah gadis dekat
pemandian. Pak Bani mengakui semua kesalahannya sehingga proses
hukum bisa segera dijalankan. Dunia semakin hitam buat pak Bani,
hitam karena kehilangan anak gadisnya, bahkan anak gadisnya
kehilangan nyawa ditangannya sendiri. Kini pak Bani mendekam di
terali besi.
Hanya hitam dan penyesalan. Kata Sundari.
“Maafkan Bapak ya nak.”

Ikuti tulisan menarik MAMA IDHA lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB