‘ku menahan lidahmu
yang mungkin akan ungkapkan
bagaimana laut mengalir ke perahu
berbaring di payudara
bantu aku lukiskan rupa kota tanpa jiwa
di terbitnya matahari nusa yang suram
gambarlah merah sebagai kegelapan
cangkang manusia berjalan
telah dijual di bursa komoditi
hati mereka.
tanpa jiwa, kelaparan
korban di ranjang kematian
begitulah caranya hari-hari kekasih diukur
pecah hening duduk diam di malam hari
bulan adalah unsur asing
ketakutanmu di bibir bayang
membiar mereka melihatmu lelap di lautan badai
melukis mereka bermain dengan senjata,
menembaki manusia keras kepala yang lebih rendah
hanya untuk bersenang-senang
menjarah menjual tanah
harta pindah ke bank Bermuda
mereka menjarah kota dalam kehancuran
jutaan rakyat jelata kurus kerempeng
menyanyikan pujian tanpa intonasi nada
bekatul harian beruntung bisa makan
hidup tidak pernah mengajak pulang
ketika hatimu sebagai diaspora
—bangun, masa depan di stasiun kereta
berlomba sebelum tinggalkan kita
dan melihat diri kita sendiri di belakang
menyimpan kenangan
dari pikiran mimpi hidup di hati
menjadi kenangan berjuang
bertahan dengan menggenggam tinju
Bandung, 11 Oktober 2022
Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.