BPJS Ketenagakerjaan Percepat Inklusi untuk Menjaring Pekerja Informal

3 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
BPJSTK
Iklan

Perlindungan ketenagakerjaan menjadi prioritas strategis untuk memperkuat pondasi pembangunan nasional. Meski jumlah angkatan kerja Indonesia.

Jakarta, 21 Oktober 2025, Reporter: M. Hikmal Yazid

BPJS Ketenagakerjaan mempercepat program perluasan kepesertaan untuk menjangkau pekerja formal dan nonformal — dari buruh pabrik, petani, pekerja rumah tangga, hingga pengemudi dan kurir aplikasi — sebagai upaya memperkuat fondasi pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan. Data resmi menunjukkan masih tersisa celah besar antara jumlah angkatan kerja dan peserta aktif program jaminan ketenagakerjaan. 

Jurang antara kebutuhan dan perlindungan

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025, jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 153,05 juta orang, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) 4,76 persen. Angka ini menggambarkan besarnya tenaga kerja yang berpotensi memerlukan akses jaminan sosial ketenagakerjaan. 

Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan mencatat 39,7 juta peserta aktif hingga April 2025, angka yang menunjukkan masih ada celah besar antara total pekerja dan mereka yang sudah terlindungi secara formal. Ketimpangan ini menjadi alasan utama percepatan program inklusi. 

Klaim berjalan bukti fungsi program sekaligus tantangan administrasi

BPJS Ketenagakerjaan melaporkan pembayaran manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebesar Rp258,61 miliar untuk periode Januari–April 2025. Angka ini menunjukkan mekanisme manfaat sedang berjalan, namun BPJS juga mencatat tingkat penolakan pengajuan klaim JKP sekitar 17 persen sepanjang 2025 sampai April, yang mayoritas disebabkan dokumen pendukung tidak valid. Pernyataan terkait disampaikan oleh Pejabat Pelaksana Sementara (PPS) Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Abdur Rahman Irsyadi, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, 20 Mei 2025. 

“Secara nasional, sepanjang 2025 hingga April, tingkat penolakan klaim JKP mencapai 17 persen. Mayoritas penolakan disebabkan oleh dokumen pendukung PHK yang tidak valid atau tidak sesuai ketentuan,” kata Abdur Rahman Irsyadi saat RDP tersebut. 

Fokus pada pekerja platform dan kelompok rentan

Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan menegaskan perlunya perlindungan khusus bagi pekerja platform—pengemudi dan kurir online—karena tingginya risiko kecelakaan kerja dan ketidakpastian penghasilan. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan pentingnya memasukkan pekerja platform dalam skema jaminan sosial agar beban biaya akibat kecelakaan tidak mendorong keluarga ke jurang ekonomi. Pernyataan ini disampaikan oleh Menaker Yassierli dalam rangkaian kegiatan diskusi dan penyerahan simbolis manfaat pada Mei 2025 di Jakarta. 

Data Kemnaker dan BPJS yang dikutip pemerintah menunjukkan bahwa cakupan pekerja platform masih rendah; oleh sebab itu pemerintah mendorong skema pendaftaran yang lebih proaktif dan subsidi iuran terarah. 

Contoh kebijakan daerah: Balikpapan targetkan pekerja difabel

Langkah nyata perlindungan inklusif dilakukan beberapa pemda. Kota Balikpapan meluncurkan program bantuan iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk 10.000 pekerja difabel, dengan anggaran sekitar Rp1,9 miliar; setiap peserta akan menerima perlindungan JKK dan JKM dengan premi Rp16.800 per orang yang ditanggung pemda. Program ini mulai dipersiapkan pendataannya pada Desember 2024 dan pelaksanaannya direncanakan dimulai Januari 2025, menurut pernyataan Kepala Bappeda Litbang Balikpapan, Murni, dalam keterangan pers BPJS Ketenagakerjaan, 10 Desember 2024. Model pembiayaan APBD seperti ini dipandang sebagai salah satu solusi untuk menjaring kelompok rentan. 

Dampak ekonomi: perlindungan sebagai investasi sosial

Ahli ketenagakerjaan menilai bahwa investasi pada perlindungan pekerja meningkatkan ketahanan sosial-ekonomi: klaim yang dibayarkan mengurangi beban keluarga ketika terjadi PHK atau kecelakaan kerja, sehingga menahan penurunan konsumsi domestik dan menurunkan risiko kemiskinan yang timbul akibat kejadian tidak terduga. Dengan kata lain, memperluas kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan adalah investasi untuk produktivitas jangka panjang dan stabilitas pasar tenaga kerja. (Analisis berbasis data klaim dan partisipasi). Hambatan utama dan rekomendasi cepat

Hambatan: gap kepesertaan yang besar; rendahnya literasi perlindungan sosial; keterbatasan akses administratif dan dokumentasi untuk pekerja informal; serta tekanan pada anggaran daerah untuk program subsidi iuran.

  1. Pendataan wilayah (RT/RW/desa) — integrasi data lokal untuk menjaring pekerja musiman dan nonformal.

  2. Skema iuran fleksibel dan portabilitas — agar pekerja musiman dan gig economy mudah bertransisi antar pekerjaan tanpa kehilangan manfaat.

  3. Kolaborasi APBD–swasta–platform — skema gotong royong iuran, kanal pembayaran melalui perbankan, dan integrasi pendaftaran ke aplikasi platform. 

  4. Edukasi dan pendampingan administratif — mengurangi penolakan klaim akibat berkas tidak lengkap; pelatihan literasi jaminan sosial di tingkat komunitas dan koperasi.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler