Desing menggempur gendang telinga semburan jet panas yang meninggi mengakui aturan Doppler di landasan pacu bagi Bayu adalah musik cadas nan merdu.
Harmoni dengan desah kisaran baling-baling rotor helikopter Puma tunggangannya bersiap mengangkasa merobek tirai mega putih kelabu di langit biru.
Menilik deretan penera tempat angka dan ujung panah penanda wahana siaga mendaki angin membawa penumpang ke tempat yang dituju.
Melirik jam tangan segala cuaca wadah logam hitam legam lambang wira membenarkan untuk sebuah penantian maka detik-detik waktu memuai lambat berlalu.
Melepas dengus nafas lega mengusap titik keringat di pucuk hidung ketika akhirnya dari pintu ruang vvip keluar sosok yang ditunggu-tunggu.
Geni bergerak bagai kilat dikawal dua pengawal berotot kawat menuju capung besi yang menunggu siap terbang mengangkasa ke udara dalam cuaca cerah sore di hari Sabtu.
Gadis tinggi seratus delapan puluh sentimeter menjulang menenggelamkan dua pria yang mengamankan tidak acuh fedora beludru hitamnya terbang dihembus angin laju.
Meloncat sigap melalui pintu terbuka duduk tegak memasang sabuk pengaman dan penutup telinga berteriak menyapa Bayu yang mengangguk sambil lalu.
Pintu ditutup rapat dan wahana serupa capung di tepi sungai Cikapundung itu perlahan melayang vertikal tegak lurus meninggi berbalik meninggalkan tanah Pasundan ayu.
Meninggalkan semut-semut yang merayap menyusur garis aspal mengepulkan asap hitam karbon monoksida dan timbal hitam di dinding paru-paru.
Menuju barat ke ibukota rimba beton dunia gemerlap buah dada tambahan kosmetika impor adibusana dan juga lorong-lorong gelap menebarkan pesing amonia bau.
Dari kursi penumpang Geni menatap belakang kepala Bayu bertanya dalam sunyi hati "mengapa ia tak ingat akan diriku....."
BERSAMBUNG
Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.