x

DI TERBITKAN OLEH RICARDO RENALDI (MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PALANGKA)

Iklan

Ricardo Renaldi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Maret 2023

Senin, 13 Maret 2023 06:31 WIB

Mengenal Kebiasaan Menikah dengan Pariban dalam Adat Batak Toba


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pernikahan atau perkawinan dengan seorang pariban merupakan perjodohan dimana pernikahan antara pengantin wanita yang memiliki marga (boru) yang sama dengan marga (boru) ibu dari pengantin pria. Perkawinan pariban dalam adat Batak Toba adalah sah dan dapat dilakukan, karena sah menurut Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1.

Secara umum suku bangsa Batak mempunyai 6 (enam) sub-suku yaitu :

  • Batak Toba, Banyak ditemukan di Pulau Samosir dan sekitar danau Toba.
  • Batak Mandailing, Banyak ditemukan di sekitar Tapanuli Selatan.
  • Batak Angkola, Banyak ditemukan di Angkola dan Sipirok.
  • Batak Karo, Banyak ditemukan di Kabupaten Karo.
  • Batak Simalungun, banyak ditemukan di Kabupaten Simalungun.
  • Batak Pakpak, Banyak ditemukan di Kabupaten Dairi atau Pakpak.

Suku Batak sebagai salah satu etnis yang telah lama mendiami wilayah Indonesia, memiliki sistem kepercayaan yang dinamakan Sistem Kepercayaan Adat Batak. Sistem ini terkait dengan sistem garis keturunan ayah atau yang lebih dikenal dengan patrilineal yang memberikan tempat bagi seorang anak laki-laki lebih utama dibandingkan anak perempuan dalam sebuah keluarga. Ini budaya yang sudah mendarah daging bagi orang Batak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lahirnya anak laki-laki dalam kehidupan adat Batak memiliki peran penting dalam suatu keluarga. Para wanita selalu mendambakan agar mempunyai iboto (anak laki-laki) agar kebahagiaannya tidak luntur.

Ricardo Renaldi Sinaga mengungkapkan Sistem Hukum Adat dalam suku Batak khususnya Batak Toba, mengatur seluruh peristiwa kehidupan dalam masyarakat. Mulai peristiwa kelahiran, kekeluargaan, persaudaraan, menuntun jalan hidup, perkawinan, dan mengatur hingga peristiwa kematian yang memperoleh porsi pengaturan istimewa dalam adat Batak.

Hukum Perkawinan Adat Batak mengenal adat pariban, yakni ,mempelai Pria dan mempelai perempuan mempunyai hubungan keluarga sebagai saudara sepupu kandung berbeda marga. Pafriban banyak dibicarakan karena berhubungan dengan adat, silsilah, dan juga kepribadian dari orang Batak.

Masyarakat Batak Toba menganut sistem perkawinan eksogami, yaitu seorang Batak hanya boleh kawin dengan orang di luar marganya. Sistem perkawinan ini tidak boleh dilanggar. Jika seorang Batak melanggar dan melakukan perkawinan dengan yang semarga, orang yang melakukan perkawinan tersebut akan dihukum pemuka-pemuka adat.

Bentuk perkawinan yang terdapat pada masyarakat Batak Toba adalah bentuk perkawinan jujur, karena keluarga pihak laki-laki menyerahkan jujur kepada pihak keluarga perempuan. Di dalam bahasa Batak Toba jujur itu disebut sinamot, biasanya sinamot berupa uang tetapi ada juga berupa barang yang besar atau jumlahnya sesuai dengan kesepakatan para pihak

Pariban sebenarnya menjodohkan seorang anak laki-laki dan perempuan pada waktu di dalam kandungan tetapi sekarang kebanyakan orang Batak sudah tidak menjodohkan anak seperti itu, melainkan ketika anak mereka sudah dewasa, para orang tua batak menjodohkan anak mereka pada keluarga mereka sendiri. Namun pada zaman sekarang para orang tua sudah jarang menjodohkan anak-anaknya. Anak-Anak yang sudah dewasa ingin menikah dengan "pariban"-nya sendiri tanpa ada paksaan orang tua.

Contoh Pariban

Versi Pria 

  • Kamu memiliki marga Sinaga dan ibu kamu memiliki marga Ambarita (Boru Ambarita). Lalu kamu menemukan perempuan dengan marga Ambarita (Boru Ambarita). Tetapi dengan syarat Ibunya perempuan tersebut tidak marga Sinaga (Boru Sinaga). Agar kamu bisa menikahi perempuan tersebut. Itulah yang disebut "pariban" yang bisa kamu nikahkan

Versi Wanita  

  • Kamu memiliki marga Sinaga (Boru Sinaga) dan ibu kamu memiliki marga Ambarita (Boru Ambarita), Lalu kamu menemukan pria dengan marga Situmorang. Dan ibu pria tersebut memiliki marga Nababan (Boru Nababan). Itulah yang disebut pariban yang bisa kamu nikahkan, namun jika pria tersebut memiliki marga Ambarita, ia Tersebut tidak bisa kamu nikahkan.

 

Perkawinan suku Batak dikenal perkawinan yang tidak boleh dilaksanakan atau incest (semarga). Perkawinan incest dalam adat Batak bisa terjadi apabila pernikahan dilakukan oleh dua orang dengan marga yang sama (semarga), perkawinan dilakukan apabila seorang laki-laki memiliki marga yang sama dengan ibu dari seorang perempuan (martulang) dan perkawinan dilakukan oleh dua orang yang berbeda marga, namun diantara leluhur kedua marga tersebut berkerabat dari sumpah leluhur (marsipadan).

Pemaknaan perkawinan sedarah dilarang atau tidak diperbolehkan di Indonesia tidak hanya menjadi wilayah aturan hukum yang berlaku dalam Sistem Kepercayaan Adat Batak, melainkan pula secara jelas dan tegas dilarang juga.

Sebagaimana diungkapkan dalam Pasal 8 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa : Perkawinan dilarang antara dua orang yang : "Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antar saudara antara seseorang dengan saudara orang tua dan antara seseorang dengan saudara neneknya"

Perkawinan Pariban adalah perkawinan ideal di dalam kebudayaan adat BatakToba, di mana perkawinan tersebut terjadi antara seorang pemuda dengan putri seorang laki-laki ibunya. Demikian juga bila seorang laki-laki kawin dengan putra saudara perempuan ayah yang dapat disebut sebagai menikahi pariban. Pernikahan atau perkawinan menurut hukum adat pada dasarnya mempunyai perbedaan peraturan dengan ketentuan hukum nasional. Perkawinan pariban menurut adat Batak Toba apabila dilakukan, maka perkawinan pariban tersebut adalah sah menurut hukum adat Batak Toba.

Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, di dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) terdapat tentang ketentuan syarat sahnya seseorang yang akan melakukan suatu perkawinan, yaitu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Jadi masyarakat adat Batak Toba melakukan pernikahan pariban dapat dianggap sah apabila sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing serta perkawinan tersebut dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

 

Dalam tata cara pelaksanaan penerapan suatu peraturan perundang-undangan, mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam Perundang - undangan maupun di dalam peraturan pelaksanaan dari undang-undang tersebut.

 

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1 selain memuat Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) mengenai syarat sahnya perkawinan, terdapat juga Pasal 8 yang di dalamnya memuat mengenai larangan-larangan perkawinan. Merujuk pada isi dari Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1974 Nomor 1, maka perkawinan adat Batak Toba khususnya perkawinan pariban apabila dilakukan akan mengakibatkan perkawinan tersebut sah, karena mengacu kepada Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1 yang mengatur mengenai keabsahan perkawinan pariban di dalam adat Batak Toba.

Ikuti tulisan menarik Ricardo Renaldi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler