x

Novel Salah Asuhan\xd Karya Abdoel Moeis

Iklan

Irhamna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2023

Jumat, 5 Mei 2023 07:36 WIB

Ulasan Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis

Ulasan Novel Salah Asuhan – Mentalitas Anak Bangsa di dalam Pengaruh Budaya Barat Karya Abdoel Moeis Artikel ini mengulas secara lengkap Novel Salah Asuhan, tema yang diangkat oleh pengarang berbeda dengan tema novel lainnya pada zaman tersebut yang masih membahas kawin paksa atau mempersoalkan adat. Tetapi menyuguhkan masalah besar yaitu Perkawinan campur antar bangsa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penulis: Abdoel Moeis

Penerbit: PT Balai Pustaka (Persero)

Tahun Terbit: 1928

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cetakan keempat puluh: 2010

Halaman: 336 Halaman

ISBN: 979-407-064-5

Bahasa: Indonesia

Latar Belakang Salah Asuhan:

Novel Salah Asuhan merupakan karya Abdoel Moeis, diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1928. Cerita Salah Asuhan berlatarkan daerah Minangkabau, Solok, dan Jakarta. Latar adat dikontraskan antara adat Minangkabau dan adat orang Belanda. Tokoh-tokoh yang mendukung cerita ini adalah Hanafi, Corrie du Busse, Rapiah, Mariam (ibu Hanafi), dan Tuan du Busse (ayah Corrie). Novel Salah Asuhan mendapat tanggapan orang dari tahun ke tahun. Tanggapan tersebut datang dari berbagai pihak terutama dari para kritikus sastra kita.

Salah Asuhan memperoleh banyak perhatian dari banyak pihak dikarenakan tema novel ini yang berbeda pada zamannya, bukan lagi mempermasalahkan adat kolot yang tak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Novel ini mencoba mengangkat tema dua orang dengan latar belakang bangsa yang berbeda hendak bersama dengan tali pernikahan. Tentunya kita sudah tahu bagaimana Hindia Belanda pada zaman itu dengan kedua bangsanya, pribumi dan eropa yang tak dapat kita persatukan adat dan budayanya.

Isi Novel:

Abdoel Muis memulai novel ini dengan dialog antara dua orang pemuda dan pemudi, Hanafi, Sang tokoh utama pribumi dan Corrie du Bussee, seorang nyonya Barat. Mereka duduk di sebuah lapangan tenis sambil meminum teh. Dialog keduanya berawal dari membahas kesopanan, hingga sampailah dialog itu pada perbedaan kebudayaan Barat dan Timur, sampai pembaca turut merasakan kuatnya dialog argumentasi antara kedua orang tersebut. Meskipun begitu, Corrie yang merupakan peranakan Prancis-Minangkabau tidak merendahkan satu sama lain, malah Hanafi yang seorang Pribumi melecehkan adat dan budayanya sendiri. Apabila ia mendengar Corrie menyebutnya orang pribumi, ia tersinggung.

Hanafi adalah seorang Bumiputera terpelajar yang menempuh sekolah Belanda di Betawi, dengan dukungan ibunya dan mamaknya yang berada. Hanafi pernah tinggal dengan keluarga Belanda dan memang sering bergaul dengan banyak orang eropa, sehingga ia dihargai karena sopan dan santun budinya. Hanafi pun telah berkawan dengan Corrie sejak kecil hingga ia jatuh cinta padanya. Meskipun begitu, ayah Corrie menentang hubungan antara gadis barat dan orang pribumi.

Menurut ayah Corrie, yang menikahi gadis pribumi akan berbeda situasinya jika yang menikah itu adalah seorang Nyonya Barat dan laki-laki pribumi meskipun ia berpangkat tinggi sekalipun. Jika orang barat menikahi Nyai dari sini. Lalu Nyai itu beranak, pada pemandangan orang Barat itu sudahlah ia berjasa besar tentang memperbaiki bangsa dan darah di sini. Namun jika sebaliknya, seorang Nyonya Barat sampai bersuami dan beranak dengan orang sini, nyonya itu dianggap sudah menghinakan dirinya sebagai bangsa barat, dan didalam undang-undang negeri pun ia akan dikeluarkan dari hak orang eropa.

Corrie mendengarkan perkataan ayahnya dalam-dalam, ia pun menyadari betul perbedaan antara dirinya dengan Hanafi. Sebelum ia pergi ke Betawi, ia menuliskan sebuah surat untuk Hanafi yang berisi permintaannya agar Hanafi memutuskan pertalian dengan dirinya. Jelas saja, Hanafi kecewa bahkan jatuh sakit karenanya. Sampai akhirnya karena desakan terus menerus dari ibunya untuk menikah dengan perempuan lain yaitu Rapiah, anak Sutan Batuah. Hanafi pun menyanggupi pernikahan tersebut meski tidak sekalipun ia mencintai Rapiah, bahkan ia sering menjelek-jelekan istrinya pada orang lain. Rumah tangga Hanafi dan Rapiah tak lebih dari sekedar menjalankan kewajiban saja. Rapiah diperlakukan tak lain hanya sebagai babu di rumah. Semua itu karena Hanafi masih mencintai Corrie.

Setelah bertemu kembali dengan Corrie di Betawi, karena Hanafi menolong Corrie disaat sebuah kecelakaan terjadi. Pengharapan antara cinta Hanafi kepada Corrie pun kembali, hingga ia bercerita kepada Corrie tentang kehidupan pernikahannya yang tak lain bukanlah keinginannya semata, melainkan keinginan ibunya dan mamaknya. Karena pertemuan itu, Hanafi memutuskan untuk menetap di Betawi, dan menceraikan Rapiah. Tak berapa lama, Hanafi mengajukan persamaan haknya dengan orang eropa, sehingga sederajatlah antara ia dan Corrie.

Kehidupan rumah tangga setelah Hanafi menikahi Corrie pun terasa sulit karena seperti apa yang sudah dijelaskan sebelumnya, banyak pihak yang tidak menyutujui hal ini diantaranya keluarga, teman-teman Corrie, dan orang-orang di kalangan Barat dan pribumi lainnya. Karena pernihakan itu telah diketahui, Corrie dan Hanafi pun dikucilkan oleh kedua bangsa mereka. Puncak konflik terjadi ketika Hanafi menuduh Corrie berzina dengan orang lain. Corrie yang tidak menerima tuduhan tersebut, merasa sakit hati dan memutuskan bercerai dengan Hanafi. Corrie pergi ke Semarang dan bekerja sebagai pegawai panti asuhan di sana.

Hanafi mengrim surat kepada Corrie, tapi surat itu dikirimkan kembali bahkan tanpa dibuka. Hingga setelah lama termenung, sadarlah ia akan perbuataanya yang keterlaluan. Hanafi tak dapat tidur, berkali-kali ia terbangun lalu menulis surat panjang kepada Corrie. Meski surat itu kembali dikoyak-koyaknya karena tak sesuai dengan isi hatinya. Akhirnya, Hanafi memutuskan untuk pergi ke Semarang. Ia pergi dengan kereta seorang diri.

Sampai di Semarang, Hanafi pergi ke panti asuhan dan bertemu dengan Nyonya van Dammen, diceritakanlah bahwa Corrie berada di rumah sakit karena sakit keras yaitu kholera. Sempatlah Corrie sebelum meninggal, bermaaf-maafan dan mengucapkan selamat tinggal kepada Hanafi. Hanafi menangis dan menjerit sampai pingsan di lantai. Bangun dari tak sadarkan diri, Hanafi serupa orang gila, yang berbicara panjang-panjang hanya seputar Corrie.

Setelah kejadian itu, Hanafi memutuskan untuk pulang ke kampung, menemui ibu dan anaknya dengan Rapiah, tapi ternyata anaknya telah dibawa ibunya ke Bonjol setelah mengetahui kepulangan Hanafi. Kehidupan Hanafi berujung sangat menyedihkan, setiap hari ia hanya mengurung diri di kamar dan dikemudian hari, ia memutuskan untuk menenggak sublimat untuk mengakhiri hidupnya. Hanafi meninggal dunia di rumah sakit, sebelum meninggal, ia sempat meminta maaf kepada ibunya atas segala kesalahan dan perbuatannya selama ini.

Keunggulan Novel Salah Asuhan

Keunggulan novel ini sangat dirasakan manfaatnya oleh pembaca lewat tiap-tiap adegan yang dituliskan secara rinci oleh penulis, dan dialog yang membantu kita memahami persoalan berat yang tengah dibahas semakin bertambahnya pengetahuan pembaca tentang budaya Barat dan Timur juga tingkah laku kedua bangsa tersebut yang amat berlainan. Kita sebagai pemuda-pemudi haruslah pernah membaca novel ini karena ada nasihat yang dapat dipetik dalam kisah Hanafi bahwa janganlah kita sampai melupakan tanah kelahiran dan budi pekerti, adat sopan santun dan perilaku budaya sendiri, meskipun pengaruh budaya bangsa lain telah kita pelajari. Kita bisa mengambil sisi baik dari kedua bangsa tersebut dan memilih-milah secara adil manfaat dan kekurangan keduanya, sehingga kita dapat menjaga diri dari perilaku yang kurang baik.

Situasi cerita ini mirip dengan era globalisasi di zaman kini, ketika budaya asing masuk ke negeri kita dan lebih mendapat perhatian dan cinta dari rakyat Tanah Air sendiri, dibandingkan adat dan kebudayaan daerahnya masing-masing. Novel ini pula membuat kita tahu situasi Hindia Belanda pada zaman tersebut, bagaimana pendidikan tinggi hanya untuk orang-orang berada dan gelar serta pangkat adalah bentuk tingkatan masyarakat dalam sosial. Mengutip kata-kata Soekarno yaitu Jas Merah: Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, dari buku ini kita dapat menghargai apa yang kini telah kita miliki setelah Indonesia merdeka.

Kekurangan Novel Salah Asuhan

Setiap hal pasti memiliki keunggulan dan kekurangan, begitu juga dengan novel ini. Kekurangannya adalah tidak digambarkan secara rinci kehidupan Hanafi ketika bersekolah di Betawi dan tinggal dengan keluarga Belanda. Sehingga kita dapat melihat lingkungan manakah yang telah membuat sang tokoh utama memiliki pola pikir demikian. Lalu percakapan yang terlalu panjang pun sering kita jumpai sehingga pembaca harus memiliki tingkat kefokusan dalam membacanya.

Novel ini sangat cocok dibaca oleh pemuda, pemudi dan orang tua karena novel ini mengangkat tema yang sangat bagus untuk disimak dan bisa kita ambil manfaatnya sebanyak-banyaknya.

Ikuti tulisan menarik Irhamna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu